Dulu, jauh sebelum mengenal berbagai macam ayam –termasuk proses ayam dingin segar,
daging ayam yang kukenal adalah dari ayam kampung. Ayam yang dipelihara dari
kecil bahkan dari telor menetas, yang ketika sudah cukup umur dapat dipotong
untuk dikonsumsi. Masakan berbahan daging ayam biasanya dibuat pada momentum
yang istimewa. Misalnya ada kunjungan keluarga jauh atau perayaan hari besar
seperti Lebaran dan Natal. Salah satu masakan istimewa itu adalah Ayam
Bumbu Rujak.
Masakan ini selalu mengingatkan pada masa kecil. Makan daging ayam sesekali
saja. Itu pun kalau ada ayam kedapatan sakit. Sebelum sakit berlanjut atau
malah mati, didhisiki, potong! Syukur Alhamdulillah Puji Tuhan, kok ya
kami tak ada yang sakit karena makan daging ayam tak sehat hehehe.. Yang lebih
mengerikan lagi adalah ketika kudu mengikuti prosesi itu. Prosesi potong ayam!
Siapa pun yang lagi ada di rumah akan ketiban tugas untuk memegang leher si
ayam, sedangkan bapak yang bertugas sebagai algojo. Di masa itu belum ada
pedagang ayam potong di kampung halaman. Kalau sekarang, mendapatkan daging
ayam lebih mudah dan banyak pilihan.
Ayam Bumbu Rujak sendiri aku tak tahu persis berasal dari daerah mana.
Masakan ini cukup familiar untuk masyarakat Jawa Timur. Selain menjadi bagian
dari masakan rumahan, menu ini pun dapat ditemukan di berbagai rumah makan,
baik yang berskala kecil maupun besar. Dan di keluargaku, tradisi menyuguhi
kerabat dengan olahan Ayam Bumbu Rujak ini masih berlaku hingga kini. Anehnya,
meski bukan penyuka daging ayam, tiap kali pulang kampung dan kakakku
membuatkan menu ini, selalu tandas. Biasanya akan kupilih bagian yang banyak
tulangnya. Terasa nikmat untuk digigit dan dihisap. Ada rasa pedas yang kental,
dengan semburat gurih-manis-asem. Tentu saja bagi yang suka atau sebaliknya
kurang suka dengan rasa-rasa ini bisa mengurangi atau menyesuaikan dengan
keinginan lidahnya. Nah, si saiyah yang tak pintar memasak dan
sesungguhnya bukan penyuka ayam ini, berniat untuk menjajalnya. Bisa dijadikan
santapan tak biasa di Natal atau Tahun Baru nanti. Pilihannya ya ayam yang
tulangnya enak buat dikremus-kremus: sayap. Tak lupa, pilihannya
ayamnya juga ayam dingin segar.
Uji coba masakan dilakukan Hari Minggu kemarin, di dapur Ibu Meong.
Berhubung tak ingin ketahuan alat-alat masaknya yang ala kadarnya, maka gambar
yang ditampilkan hanya bahan dan hasil jadinya saja.
Ah iya,
resepnya tentunya tak kukarang sendiri. Minta contekan ke kakak dengan beberapa
penyesuaian
Ini dia bahan-bahannya….
Bahan utama:
*Sayap ayam 1 kg
Bumbu:
- Bawang merah 8 butir.
- Bawang putih 4 siung.
- Cabe merah 2 buah; lebih bagus menggunakan cabe tanjung agar merahnya lebih mencrang.
- Cabe rawit besar 20 buah; ada yang suka menggunakan cabe keriting.
- Kemiri 3 butir, sangrai sebentar.
- Terasi ½ sdt.
- Garam 2 sdt.
- Gula merah, sisir jadi kira-kira 2 sdt.
- Air asam jawa 2 sdm; siapkan juga air asam untuk melumuri ayam sebelum dimasak.
- Santan kental 500 ml.
- Santan cair 300 ml.
- Daun jeruk 3 lbr.
- Serai 2 batang; gunakan bagian putihnya saja, geprek bagian pangkalnya.
- Lengkuas 1 ruas.
- Minyak goreng 1 sdm; yang baru, jangan bekas ikan asin-apalagi jengkol
Cara membuat:
- Untuk yang menggunakan bahan daging, potong sesuai selera lalu cuci bersih. Campur air asam untuk lumuran dengan garam, lumurkan pada daging ayam. Biarkan meresap dengan mendiamkan selama sekitar setengah jam.
- Haluskan bumbu: cabe merah, cabe rawit atau keriting (versiku: setengah bagian dibiarkan utuh, setengahnya diuleg), bawah putih, bawang merah, dan kemiri.
- Tumis bumbu halus dengan api kecil.
- Setelah tercium harum bumbu, tambahkan serai, daun salam, dan daun jeruk.
- Masukkan santan encer. Didihkan, dilanjutkan dengan memasukkan daging ayam. Campur dan aduk pelan secara berkala. Jangan sampai santannya pecah.
- Setelah mendidih dan daging setengah matang, masukkan santan kental bersama dengan terasi, air asam, gula merah, dan garam. Masak dengan api kecil hingga daging ayam benar-benar matang.
Ayam Bumbu Rujak siap dihidangkan! Jadi dah Ibu Meong Natalan!
No comments