Featured Slider

A Discovery of Witches, Ketika Penyihir Perjuangkan Hidup yang Harmoni bagi Semua Makhluk

Apa jadinya ketika manusia, vampir, demon, dan penyihir berada dalam satu kehidupan bersama? Ada sejumlah film yang sudah menunjukkannya. Tapi barangkali tak selengkap ini. A Discovery of Witches ini berkisah tentang seorang sejarawan yang penyihir. Secara kebetulan, berkat sebuah buku ia dipertemukan seorang vampir, lalu jatuh cinta. Film seri ini berkisah tentang perjuangan cinta dan "kemanusiaan". 



Baca juga: Eastern Promises, Film tentang Mafia Rusia

Aku menyukai film tema supranatural. Kisah-kisah tentang terlibatnya magick dalam cerita, menarik buatku. Memasuki dunia imajinasi, keluar sejenak dari rutinitas dunia nyata. Belum terlalu banyak film yang kutonton. Dari sedikit itu, kutonton ulang A Discovery of Witches. Selagi masih aktif di radio, usai siaran aku sering memanfaatkan waktu dan fasilitas internet untuk nonton. Tak keburu tuntas, karena tugas siarannya harus disudahi. Eh, kok jadi curcol, hehe. Tapi akhirnya tertuntaskan pada pekan ini.


Sinopsis

Cerita diawali dengan kemunculan sosok Diana Bishop, seorang sejarawan dengan minat Alkimia yang sedang menapaki karirnya di dunia akademis. Untuk kebutuhan penelitiannya, ia mencari buku bertajuk Ashmole 782. Kegemparan terjadi. Rupanya buku koleksi perpustakaan Oxford tersebut sebelumnya dinyatakan hilang. Dan tetap hilang setelah peristiwa peminjaman oleh Diana.

Picture courtesy of Entertainment Weekly

Baca juga: Passengers, Film Thriller yang Manis

Mengapa sampai terjadi kegemparan? Karena ada kejadian misterius. Saat Diana berhasil mendapatkan buku itu dan membuka halamana-halamannya, ada materi tulisan yang terserap oleh tubuhnya. Kejadian itu dibarengi dengan perubahan kondisi lingkungan sekitar kejadian dan menarik minat aneka makhluk, utamanya vampir dan penyihir. Salah satunya adalah Matthew Clairmont, sang doktor ahli genetika.

Lalu, siapakah Diana?

Diana adalah keturunan penyihir yang tak tertarik untuk mengolah kemampuan alaminya tersebut. Alih-alih mempelajari, ia menolak setiap upaya ke arah itu. Ashmole 782-lah yang kemudian mengubah perjalanan hidupnya. Kemunculan buku yang sudah berabad lamanya dikabarkan hilang tersebut menjadi bahasan penting ketika pada perkembangannya tumbuh cinta di antara Diana dan Matthew, hal yang tidak disukai di dunia makhluk. Tepatnya, di antara vampir dan penyihir sudah semestinya tidak saling percaya karena sejarah menunjukkan adanya permusuhan yang bahkan memakan banyak korban pada masing-masing pihak. 

Dalam perjalanannya memang tidak mudah. Banyak kalangan yang menentang hubungan mereka. Bahkan konggregasi yang lembaga legal bentukan ayah Matthew, Philips, menyebut hubungan tersebut sebagai pelanggaran dan para pelakunya wajib kena sanksi. Matthew dan Diana bersikukuh. Pada sebuah kesempatan saat Matthew mengalami luka hebat pasca perkelahiannya dengan seorang vampir, kekasihnya di masa lalu, Diana menggores nadinya untuk memberikan darahnya bagi Matthew. Darah vampir tentu bukan semacam golongan darah langka seperti yang diceritakan kawan blogger Manda Alienda, ya, hehe. Yang pasti, tetesan darah itu membuat Matthew terjaga dan lantas "menyempurnakan" penyatuan mereka melalui gigitan di leher kekasihnya tersebut.

Perjuangan mendapatkan kembali lembaran manuskrip Ashmole 782 yang hilang merupakan upaya Diana untuk menciptakan hubungan yang harmonis di antara makhluk. Bahwa tidak ada salah satu yang lebih unggul, dan yang lainnya sebagai minoritas atau subordinat. Perjuangan mereka juga menggambarkan bahwa cinta layak diperjuangkan, meski banyak pengorbanan di dalamnya.

Baca juga: Dallas Buyers Club, Perjuangan Hidup Pengidap HIV-AIDS

 

Film Hasil Adaptasi Novel

Serial A Discovery of Witches merupakan adaptasi dari trilogi All Souls milik Deborah Harkness. Film serupa yang mendahului seperti The Vampire Diaries (2009-2017), The Original (2013-2018), atau film layar lebar seperti Twilight terbukti mendulang sukses. Begitu pula dengan serial ini. Sejak awal kemunculannya sudah menarik peminat para pencinta genre ini. Popularitasnya kemudian meningkat tajam di Amerika Utara berkat penayangannya di Sundance Now dan layanan streaming horor milik AMC, Shudder. 

Serial ini tayang dalam 3 musim: 

  • Musim 1 (2018) terdiri dari 8 episode, dengan fokus cerita tentang penemuan manuskrip Ashmole 782 oleh Diana.
  • Musim 2 (2020) terdiri dari 10 episode, mengetengahkan masa ketika Diana dan Matthew melakukan perjalanan ke masa lalu.
  • Musim 3 (2022) terdiri dari 7 episode, Diana dan Matthew kembali ke masa kini dan menghadapi aneka persoalan yang harus dituntaskan demia kepentingan semua makhluk. 
Terhitung tak panjang, 25 episode saja. Menyenangkan buatku yang tak tahan mengikuti cerita berpanjang-panjang.

Picture courtesy of Den of Geek

Baca juga: Agak Laen, Film Komedi Horor yang Menghibur

Buatku, penggarapan alur dan ritme cerita juga pas. Tidak bertele-tele, tidak dipaksakan. Semua pemain memerankan tugasnya dengan baik. Paling tidak Matthew Goode menerima penghargaan atas usahanya melakonkan peran sebagai vampir aristokrat yang ganteng itu. Ia menerima penghargaan Saturn Award untuk Aktor Terbaik (2019) dan penghargaan Critics' Choice Television untuk Aktor Terbaik dalam Serial Fantasi atau Horor (2020).

Selain Teresa Palmer dan Matthew Goode, pemeran lain seperti Alexandra Doke (Sarah Bishop), Valarie Pettiford (Emily Mather), Edward Bluemel (Marcus Whitmore), Aiysha Hart (Miriam Shephard), Owen Teale (Peter Knox) bermain dengan seimbang. 

Serial ini mendulang ulasan positif dari para kritikus film dan penonton. Bagi pembaca buku Deborah yang menyukai detail barangkali banyak kehilangan bagian menarik dari cerita, karena konon film membabat habis bagian pengantar buku. Namun sebagai sebuah hiburan, tampaknya semua orang terpuaskan.

Baca juga: Sebelum Iblis Menjemput 2, Film Horor Pilihan 2020


Buku tentang Kucing yang Bisa Dijadikan Pilihan Bacaan Tahun Ini

Kisah tentang binatang dalam bentuk fabel, atau kisah dengan sosok mereka terlibat di dalamnya selalu muncul dari waktu ke waktu dalam khasanah literasi dunia. Beberapa di antaranya bahkan sangat ikonik, seperti nama Edgar Allan Poe yang melekat pada salah satu judul cerpennya, Kucing Hitam. Belakangan hari ini juga muncul buku-buku dengan cerita yang melibatkan kucing yang berhasil mengambil hati pembacanya. Bukunya dicetak ulang hingga entah berapa kali dan diterjembahkan dalam berbagai bahasa. Apakah kamu termasuk pengoleksi buku dengan cerita kucing? Buku apa saja yang sudah disiapkan untuk bahan bacaan tahun ini?



Baca juga: Lelaki Harimau, Novel Kedua Eka Kurniawan

Reviu di bawah ini awalnya berangkat dari tantang di platform X. Ajakan untuk mereviu buku dengan kover kucing. Aku memindahkan catatannya ke sini, dan melengkapinya dengan bacaan lain yang bisa jadi di kover tidak menyertakan sosok kucing, namun isinya berkisah tentang kucing. Catatannya akan coba diupdate secara berkala hingga jumlah tertentu. 


Gerombolan Kucing Bandel


Judul buku: Gerombolan Kucing Bandel (9 Cerita Kucing dari 9 Penulis Dunia)

Penulis: E. Nasbit, dkk.

Penerjemah: Endah Raharjo

Penerbit: Pojok Cerpen

Tebal: 212 halaman

Terbit: Agustus 2021 (Cetakan Pertama) 





Baca juga: Lima Cerita, Saat Seorang Desi Anwar Berkisah


Seperti tertulis dalam judul, buku ini merupaan kumpulan cerita dari 9 penulis sohor dunia: E. Nesbit (Maurice Menjelma Kucing), Sir Arthur Conan Doyle (Kucing Brazil), Edgar allan Poe (Kucing Hitam), Fritz Leiber (Gummitch Si Kucing Super), Angela Carter ( Kucing Bersepatu Bot), Rudyard Kipling (Si Kucing yang Berkelana Sendirian), Italo Calvino (Gerombolan Kucing Bandel), Saki-Hector Hugh Munro (Tobermory), dan Ursula K. Le Guin (Kucing Schrodinger).

Satu yang sudah (lebih dari sekali) kubaca: Kucing hitam. Cerita yang tiap kali dibaca, tetap bikin merinding.

Aku membaca buku ini secara acak. Mengawalinya dari Kucing Brazil. Ceritanya sama gelapnya dengan Kucing Hitam. Berkisah tentang pengkhianatan dalam keluarga, hanya karena persoalan harta. Uniknya, sosok perempuan, istri sang saudara yang dianggap memusuhi, pada akhirnya bisa dianggap sebagai penyelamat. Pemberi tanda. 

Cerita unik ada di judul Si Kucing yang Berkelana Sendirian. Ini seolah menjawab muasal kenapa kucing nyebelin aka belagu. Kisah disampaikan ala dongeng, dengan adanya binatang-binatang lain yang datang dan menghamba kepada manusia. Berbeda dengan kucing yang bersiasat. Sehingga si manusia takhluk padanya. 

Kisah yang menjadi judul buku berkisah tentang penghuni kota, Marcovaldo yang mengikuti perjalanan kucing-kucing. Tentang bagaimana lelaki itu menemukan bahwa para kucing kesulitan menjalani hidupnya karena ruang yang terbatas. Manusia mengambil semuanya. Aku selalu suka cara Italo Calvino bercerita. 


Baca juga: Joko Pinurbo dalam Kenangan


Jika Kucing Lenyap dari Dunia


Judul: Jika Kucing Lenyap dari Dunia

Penulis: Genki Kiwamura

Penerjemah: Ribeka Ota

Editor: Anton Kurnia

Penerbit: BACA

Tebal: 253 halaman

Terbit: Desember 2021 (Cetakan IV)




Baca juga: Jais Darga dan Ajang Pembuktian Art Dealer Perempuan 


Beli buku ini semata karena "kucing". Tak pernah cari tahu, buku tentang apa.

Idenya menarik, apa yang akan kita lakukan jika tahu umur kita tak lama lagi. Tema ini mengingatkan tentang betapa terbatasnya kita sebagai manusia, sekaligus betapa luas kemungkinan yang bisa kita lakukan jika kita memberi makna.

Berkisah tentang pemuda 30 tahun yang baru diberi tahu jika dirinya mengidap tumor otak stadium 4. Ia menanggapi kabar itu dengan biasa saja. Hingga saat iblis menawarinya tambahan umur dengan syarat: menghilangkan sesuatu dalam hidupnya. Dari sinilah muasal upaya menghilangkan aneka hal: telepon, kucing, hingga dirinya sendiri.

Di buku ini, ada 2 nama kucing yang diceritakan si tokoh. Salad & Kubis. Mereka punya ikatan yang kuat, terutama dengan ibunya, lalu dia. Terbayang, 'kan, kalau kucing-kucingmu tiba-tiba lenyap? Bayangkan kegembiraan apa yang bakal ikut lenyap.

Bagi pembaca buku yang pencinta meong, paslah baca buku ini. Buatku sendiri, awalnya agak sulit menikmati. Mungkin karena bahasanya terlalu ngepop buatku. Berusaha tidak menyerah. Dan memang banyak hal menarik yang bisa didapat, bicara tentang kehidupan; tentang bagaimana sebagai manusia kita menerima "jatah" kita dengan hati yang terbuka dan menjalaninya meski tak sempurna.

“Di dunia ini, ada banyak kekejaman. Tapi ada keindahan sebanyak itu pula.” (hal. 79)

Si tokoh hanya membuat narasi, tanpa menggurui. Bahwa selalu ada sisi baik dari tiap peristiwa, termasuk berdamai dengan masa lalu. Ia menunjukkan hal baik itu di penghujung hidupnya lewat rekonsiliasinya dengan sang ayah.

"Cinta pasti akan berakhir. Meskipun kita tahu akan hal itu, kita tetap jatuh cinta.

Mungkin soal hidup juga sama seperti itu. Suatu saat pasti akan berakhir. Meski tahu hal itu, kita tetap menjalani kehidupan. Sama seperti cinta, justru karena akan berakhir maka hidup terlihat gemerlap." (hlm. 89).

Baca juga: Aleph, Kisah Perjalanan Menemukan Diri


Hitam Gemerlap


Judul: Hitam Gemerlap

(Dwilogi Kumcer)

Penulis: Alexandreia Wibawa

Pemeriksa Ejaan: Dea Silvia Rahman

Penerbit: Langgam Pustaka

Tebal: 286 halaman

Terbit: Mei 2024 (Cetakan I)


Baca juga: Book Sleeve, Pembaca Buku Wajib Punya


Aku sudah membaca cerpen Alexandreia di buku ini dari buku kumpulan cerpennya yang pertama, Kucing Hitam. Khas tulisan Alex ini gelap, seringkali terasa nuansa desperade. Jangan berharap happy ending-lah pokoknya. Dan banyak di antaranya yang punya akhir tak tertebak. 

Buku ini gabungan dari dua kumcernya, Kucing Hitam dan Warung Gemerlap. Keduanya sudah tidak cetak ulang. Demi memenuhi keinginan pembacanya, Alex mencetaknya lagi, namun kali ini digabungkan. Ada 25 judul cerpen di dalamnya.

Cerpen pertama bertajuk Labirin, ditulis Alex pada 2005. Bercerita tentang Rana yang terjebak dalam dunia mimpi pasca keisengannya mengambil benda unik di kamar Raga, kakaknya. Rupanya benda itu dapat membuat siapa pun yang memegangnya akan terus berada di alam mimpi. Berbagai mimpi telah Rana alami, dari yang menyenangkan hingga mengerikan. Melelahkan. Cerpen ini memenangkan Lomba Menulis Cerita Thriller Stephen King On Writing yang dielenggarakan tahun itu.

Warung Gemerlap, cerpen yang menjadi judul kedua kumpulan kumcer Alex aku belum pernah baca. Aku tidak punya bukunya. Awalnya kupikir ini berkisah tentang sosok selebritas, mengacu pada cerita sebelumnya. Sesuatu yang datang dari dunia gemerlap. Ternyata bukan. Membacanya membawaku pada ingatan cerita horor di masa kecil. Beragam cerita horor memang sebagian besar kudapatkan di masa kanak. Saat tinggal di Bandung, cerita-cerita serupa tak kudengar lagi. Kalaupun ada, nuansanya berbeda. Tak begitu dekat lagi. Nah, ini cerita berasa nyata.

Dialog Cangkir Kopi, salah satu yang menunjukkan bahwa cerpen ALex ini sering kali absurd. Atau nyleneh kalau testimoni pembacanya. Tapi cerita ini membuatku berpikir, barangkali inilah yang dialami para pengidap shizofrenia. 

Cerita tentang kucingnya sendiri adalah Kucing Hitam. Ini bacaan buat yang suka horor. Tentang adanya makhluk-makhluk di sekitar kita, beririsan dan hadir di dunia yang mestinya tidak sama. Jebakannya adalah bahwa kucing hitam adalah si penutur cerita.

Baca juga: World without End, Kisah Percintaan Berlatar Sejarah Kelam Gereja Katolik


Kisah Seekor Camar dan Seekor Kucing yang Mengajarinya Terbang


Judul: Kisah Seekor Camar dan Seekor Kucing yang Mengajarinya Terbang

Penulis: Luis Sepúlveda

Penerjemah: Ronny Agustinus

Penerbit: Marjin Kiri

Tebal: 89 halaman

Terbit: Oktober 2020 (Cetakan I)


Baca juga: Berhikmat bersama Loki Tua, Novel Yusi Pareanom


Ini kali pertama aku membaca karya Luis Sepúlveda. Dan agak terkejut saat tahu buku ini diterbitkan Marjin Kiri. Memang, aku juga punya beberapa terbitan Marjin Kiri, buku-buku dari Amerika Latin. Tapi, ini kan tentang kucing? Membayangkan Ronny Agustinus yang postingan di media sosialnya kebanyakan urusan politik untuk menerjemahkan fabel. 

Tentu ada alasannya. Yang pasti, Luis Sepúlveda adalah penulis penting dari Chile. Karya-karyanya diakui dunia.

Kisah berawal saat Zorbas mendapati camar yang terjatuh akibat tumpahan minyak dari kapal tanker di laut mengenai bulu-bulunya. Setelah susah payah terbang, ia tak sanggup. Sebelum mati, ia menitipkan telurnya, meminta si kucing untuk menjaga dan kelak mengajarinya terbang. 

Ada 5 ekor kucing, seekor simpanse, dan bayi burung camar. Sosok manusia terselip di antaranya. 

“Mudah sekali menerima dan mencintai mereka yang sama dengan kita, tetapi mencintai yang berbeda itu sangat berat, dan kau membantu kami melakukan itu.”

Dari rencana yang sangat tidak masuk akal --kucing yang mengajari camar terbang-- ini terselip pesan terkait masalah lingkungan dan keterikatan antar makhluk. Bagaimana sosok-sosok binatang yang berbeda ini bisa hidup berdampingan dan saling memberikan bantuan? Jadi, bagaimana cara si kucing mengajari anak camar itu terbang? Apakah berhasil?

Aku ingin membuat catatan lebih detailnya nanti. Mau coba bikin catatan detail seperti yang dibuat Ulasan Ending Drama Korea. Beda sih, lebih ke film dan variety show Korea tapi kan bisa juga diperlakukan ke ulasan buku.

Tunggu tambahan reviu buku rekomendasi tema kucing lainnya, ya. Akan ditambahkan di sini, atau di judul baru. Meoooong!  

Trauma Bonding, Luka yang Sering Disangka Cinta

Barangkali tak cuma sekali dua kali kita menyaksikan orang-orang dekat, baik kenalan atau keluarga yang berada dalam hubungan yang tidak sehat tapi terus berjalan. Kemungkinan besar tengah berlangsung trauma bonding di dalam relasi tersebut. Salah satu pihak menyadari bahwa tengah berada dalam hubungan yang tidak sehat namun sulit untuk lepas atau mengakhiri. Pada setiap pertengkaran memang membuat sakit, namun pada kesempatan lain ada banyak momen manis dan terasa dipenuhi cinta sehingga membuat kembali mereka berharap. Demikian terjadi hingga berkali-kali. 


Baca juga: Berdamai dengan Inner Child

Coba lihat sekeliling, adakah teman-teman, keluarga, kenalan, yang mengalami trauma bonding ini. Bukan bermaksud ngepoin kehidupan orang lain, lo. Sekadar berjaga, karena bisa jadi suatu kali mereka membutuhkan pertolongan. Atau, jangan-jangan kamu sendiri yang tengah mengalaminya?


Apa itu Trauma Bonding?

Istilah trauma bonding muncul pertama kali pada 1997. Diperkenalkan oleh seorang terapis yang juga pakar kecanduan seksual, Dr. Patrick Carnes. Ia bekerja sebagai direktur klinik di The Meadows, Arizona dan sebagai direkstur eksekutif di Pine Grove Behavioral Center, Mississippi. Tentang trauma bond ini Carnes menulis dalam bukunya bertajuk The Betrayal Bond: Breaking Free of Exploitive Relationships. Ada ringkasan dalam bentuk pdf yang juga bisa didapatkan dengan mudah melalui internet.

Menurut Carnes, bond atau ikatan trauma ini merupakan akibat siklus kekerasan dan perilaku manis yang berlangsung lama dalam sebuah hubungan. Biasanya, setelah melakukan kekerasan, baik fisik maupun verbal terhadap korban, pelaku akan memanipulasi korban dengan sikap yang baik. Ada yang langsung menyatakan dalam pernyataan penyesalan, ada pula yang menggantinya dengan sikap yang manis. Keadaan akan kembali normal untuk beberapa lama, lantas kembali terjadi pola serupa. Keadaan ini awalnya terasa asing bagi korban, hingga kemudian merasa menikmati dan malah bergantung kepada pelaku. 

Baca juga: Empati dan Seni Berkomunikasi


Mengutip sequoiabehavioralhealth dot org, ada 7 tahapan dalam trauma bonding.

Love bombing

Tahap awal ini seperti permulaan relasi pada umumnya, dengan ragamnya masing-masing. Ada yang terasa seperti love at first sight, ada yang malu-malu, ada yang sudah langsung hangat. Tak terdeteksi adanya kemungkinan manipulasi dalam hubungan. Pelan tapi pasti, sejak awal ini seseorang akan melimpahi aneka hal menyenangkan, perhatian, ungkapan cinta, kasih sayang, hadiah, dsb.  

Disebutkan bahwa kasih sayang dan hadiah yang berlebihan perlu dicurigai dari awal. Tapi menurutku tak melulu berlebihan. Seorang yang manipulatif juga dapat melakukannya secara halus. 


Creating Trust and Dependency

Ketika hubungan mulai berjalan, pelaku akan mulai memasukkan wacana tentang masa depan. Rencana terkait pernikahan, anak, liburan yang menyenangkan, bisnis bersama, dan lain-lain, hal yang kira-kira diinginkan pasangan. 


Criticism

Bayangan akan stabilitas di masa depan membuat seseorang akan serus berpikir tentang hubungan jangka panjang. Siapa yang tak menginginkan? Tapi perkembangan berikutnya, perhatian mulai memudar. Love bombing mulai surut. Berbagai keluhan terhadap pasangan mulai dimunculkan. Berbagai aksi yang menyakiti mulai dirasakan oleh pasangan. Sayangnya si pasangan segera bisa menerima kembali ketika pelaku menyampaikan permintaan maaf dan biasanya dibarengi dengan pemberian hadiah dan pujian serta hal-hal menyenangkan lainnya. 


Gaslighting

Ini merupakan taktik manipulasi emosional yang bertujuan menjadikan korban meragukan dirinya sendiri. Saat pasangan sudah berhasil di-gaslight, yang terjadi adalah mereka seolah mentolerir perbuatan pelaku. Seolah yang yang dilakukan pelaku bukanlah hal yang salah. Tidak menyadari jika diri sedang diperlakukan tidak layak. Korban juga sering disudutkan pada posisi orang yang bersalah.


Resignation

Pada tahap ini, sudah tidak ada lagi komunikasi yang membangun. Jika ada komunikasi, hanya untuk menjaga keberlangsung hubungan sehari-hari. Persoalan-persoalan yang lebih penting dan membutuhkan penanganan tidak mendapatkan perhatian. Akibatnya apa-apa yang mestinya menjadi bahasan untuk kepentingan masa depan hubungan seolah menemui jalan buntu. Di titik ini pasangan mulai merasakan ada yang tidak beres, namun seolah tak memiliki energi untuk pergi. Selalu menemukan alasan untuk bertahan. Apakah itu kenangan indah, rasa iba, atau --kalau istilah temanku-- dorongan untuk menjadi pahlawan. Bertahan dan berharap pelaku akan "sembuh". 


Loss of Self

Ketidakmampuan untuk pergi menjadikan pasangan makin bisa menerima perlakuan buruk pelaku. Tak sadar ia telah membiarkan pelaku menguasai perasaan korban. Ia bahkan kehilangan kebutuhan dan keinginan dari dirinya sendiri. Yang ia lakukan adalah memenuhi apa yang diinginkan pelaku. Ia lupa dengan kondisi dirinya, kebahagiaannya, kesehatannya, harapan-harapannya. Ia pun menjauhkan diri dari orang-orang dekatnya. Di masa ini love bombing terus dijalankan oleh pelaku saat korban sedikit saja terlihat mulai protes. 


Emotional Addiction

Ini nyata adanya. Aku menjumpai beberapa kenalan mengalami kecanduan secara psikologis terhadap hubungan yang penuh kekerasan. Entah proses kimia apa yang terjadi dalam tubuh korban sehingga mereka bisa memetik kepuasan tertentu dalam siksaan fisik dan batin yang ia alami. 

Ada berapa banyak kasus trauma bonding di sekitar kita? Ah, kalau dari angka belum pernah kutemukan penelitiannya. Namun dari pengalaman pribadi, ada cukup banyak kasusnya. Mungkin saiyah perlu titip pertanyaan ke kawan blogger Teh Okti yang masih banyak turun lapangan, bikin semacam survei kecil-kecilan. 

Baca juga: Body Process, Upaya Membebaskan Diri dari Depresi


Apakah Trauma Bonding Bisa Diakhiri?

Kembali ke awal, pertanyaannya: mengapa hal ini bisa terjadi?

Trauma bonding muncul karena perpaduan rasa takut, harapan, dan manipulasi. Seseorang takut akan kehilangan pasangan; khawatir mengalami kesepian. Kebaikan hati si pasangan ini selalu mencuatkan harapan bahwa pelaku dapat berubah.

Berhasil menemukan kontra dari jawaban tersebut, merupakan tahap penting bagi seseorang untuk bisa lepas dari kondisi ini. Dibutuhkan keyakinan diri bahwa: 

• Tidak ada masalah dengan menjalani hidup sendiri. Ada banyak aktivitas pilihan untuk mengatasi rasa kesepian. Begitu pula orang-orang baik di sekitar, pun binatang-bintang peliharaan.

• Bukan tugas kita untuk menjadikan orang lain berubah. Sebagai orang dewasa, setiap orang terus meng-upgrade diri untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Jika dalam kurun waktu yang lama perubahan tak kunjung ada, bisa jadi yang bersangkutan memang tak mau berubah. 

Yang sulit memang ingatan akan hal-hal yang baik dan indah yang pernah terjadi. Bagaimana selama ini si pelaku memberikan dukungan, baik materi maupun mental. Rasa hangat yang dihadirkan karena kepeduliannya. Humor yang menyenangkan yang tercipta di antara percakapan. Semua hal yang pernah sangat mencukupkan kebutuhkan afeksi ini seolah menciptakan rasa bersalah jika harus meninggalkan pelaku. 

Padahal pertanyaan besarnya: Apakah semua peristiwa menyenangkan itu mampu menyembuhkan luka yang sudah mereka berikan?

Kemungkinan besarnya tidak. Karena luka, sekali dibuat akan meninggalkan jejaknya. Begitu datang luka baru, akan memperlebar atau memperdalam. Begitu seterusnya. Luka itu tak akan pernah benar-benar sembuh. Apalagi bagi mereka yang telah punya pengalaman traumatis. 

Baca juga: Mengenal Sabotase Diri dan Mekanisme Koping

So, tak ada jalan lain selain mengakhirinya.

Bagi yang mulai merasakan potensi terjadi trauma bonding dalam hubungan, bisa segera mencari pertolongan. Jika mampu menyelesaikan sendiri, lakukan. Jika tidak, carilah orang-orang yang dapat dipercaya, baik dari kalangan dekat maupun tenaga profesional.

Dalam sesinya, prosfesional akan membantu korban untuk mencari faktor apa saja yang menjadi penguat terjadinya trauma bonding untuk dicarikan cara mengatasinya. Selain itu korban juga akan dibimbing untuk membuat batasan bagi diri sendiri agar tak terjebak dalam masalah serupa dalam relasi di kemudian hari, dan bisa memetik hal berharga dari pengalaman yang sudah dilaluinya.

Jika kamu adalah orang yang didatangi oleh korban, baik sekadar bercerita aupun meminta pertolongan, hal pertama yang perlu dilakukan alah untuk tidak menghakimi. Yakinkan bahwa dia tidak sendiri dan jika merasa tak cukup sanggup untuk membantu mencari jalan keluar, arahkan korban untuk mencari pertolongan profesional. Semoga semua makhluk berbahagia. Namaste.

Baca juga: Mengapa Tak Perlu Membenci


Bertandang ke Gunung Padang, Situs Megalitikum yang Kembali Jadi Lirikan

Ini adalah perjalanan lain yang tertunda sekian lama. Sebetulnya belum terencana, sih, baru sebatas keinginan. Dan itu terjadi jauh sebelum kehebohan yang terjadi akibat pemberitaan di media massa terkait aneka temuan mereka yang mengaku peneliti. Ya, pada suatu masa Gunung Padang menjadi isu seksi. Setelah kehebohan tersebut mereda, malah datang kesempatan itu. Perjalanan ke gunung yang terletak di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti ini merupakan perjalanan keduaku bersama komunitas trip, Geowana.


Baca juga: Melihat Sesar Lembang dari Dekat, Usia Bukan Halangan

Gunung Padang ada di pusaran kontroversi dalam beberapa tahun terakhir. Tak lain karena situs Megalitikum di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini disebut-sebut sebagai sebuah piramida raksasa yang umurnya lebih tua dari bangunan serupa di Mesir dan Peru. Sebelumnya, oleh warga setempat situs Gunung Padang dikeramatkan dan dianggap sebagai petilasan Prabu Siliwangi, raja di tanah Sunda.


Gunung Padang dalam Perdebatan

Tercatat dalam beberapa referensi, Gunung Padang ditemukan pada 1914 Oleg N.J. Krom. Ia lalu menuliskannya dalam bentuk laporan di Rapporten Oudheidkundige Dienst. Ia tidak menyebutkan Gunung Padang sebagai nama dari situs tersebut. N. J. Krom hanya mengatakan bahwa ia menemukan situs baru berlokasi tak jauh dari Gunung Melati.

Namun berhubung tidak ada penelitian lanjutan, situs ini pun kembali ditutupi tanaman liar. Situs dilaporkan kembali penemuannya pada 1979. Tiga warga setempat (Endi, Soma, dan Abidin) yang tanpa sengaja menemukan situs tersebut melaporkan apa yang mereka temukan ke Kepala Seksi Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Sejumlah penelitian pun mulai dilakukan.

Situs Gunung Padang menjadi pembahasan hangat pada 2023 lalu. Awalnya adalah Danny Hilman Natawidjaja dan timnya yang melakukan penelitian terhadap situs Gunung Padang pada kurun 2011--2014. Dari penelitian itu mereka menyebutkan adanya empat lapisan di Gunung Padang yang masing-masing dibangun pada masa yang berbeda. Lapisan terdalam yang ditemukan berupa inti lava yang mengeras dan telah dipahat. Lapisan berikutnya adalah susunan batu bata dengan penanggalan karbon. Materialnya berupa tanah yang terdapat di sela bebatuan hasil pengeboran lapisan inti.

Baca juga: Berkunjung ke Kota ATLAS

Berdasarkan temuan tersebut, Natawidjaja menyebutkan bahwa material bebatuan di situs Gunung Padang itu dipahat oleh manusia pada sekitar 27.000 tahun lalu atau sebelum berlangsungnya Zaman Es. Klaim itu dituliskan dalam Jurnal Archaeological Prospection pada Oktober 2023. 

Perkiraan waktu yang dipaparkan oleh Natawidjaja dan tim ini mendapat sorotan internasional. Dengan penanggalan tersebut artinya usia Gunung Padang berarti lebih tua dari situs piramida di Mesir. Dalam tayangan detik dot com (24 Desember 2024), mengutip New York Times, kritik menyebutkan bahwa dalam penelitian tersebut penentuan waktu terkait keberadaan manusia di Gunung Padang didasarkan pada pengukuran radiokarbon tanah dari sampel pengeboran. Seharusnya dari artefak.

Setelah banyaknya kritik yang muncul dari studi yang diterbitkan jurnal tersebut, editor akhirnya melakukan koreksi. Ia mengakui adanya kesalahan dalam penerbitan makalah studi.

Sementara itu, arkeolog asal Jawa Barat, Dr. Lutfi Yondri menyebutkan bahwa Gunung Padang merupakan punden berundak, dengan penanggalan karbon antara 117 SM-45 SM. 

Punden berundak dikenal sebagai peninggalan zaman Megalitikum. Namun sesungguhnya struktur ini sudah ada sejak masa bercocok tanam. Nah, era Megalitikum merupakan puncak perkembangannya. Masyarakat prasejarah menganggap punden berundak sebagai simbol persemayaman roh leluhur yang memberikan berkah berupa kesuburan, ketenteraman, dan kesejahteraan. Pundan berundak ini dianggap sebagai gunung suci. Dalam perkembangannya, struktur ini berakulturasi dengan budaya Hindu, Buddha, atau akulturasi keduanya, yang jejaknya dapat kita lihat pada candi-candi yang mengerucut ke atas, seperti Borobudur. Ini pulalah yang ditemukan di situs Gunung Padang. Diawali dari bagian paling rendah, lalu berlanjut ke bagian yang paling tinggi. 

Baca juga perjalanan ke Baduy:


Melihat Gunung Padang dari Dekat

Akhirnya waktunya tiba. Hari Sabtu, 5 Oktober 2024. Pagi-pagi aku melajukan Beaty ke meeting point, lokasi keberangkatan mobil di Komplek Perumahan Margahayu Raya atau Metro. Dari situ menuju ke beberapa titik jemput peserta lain yang disepakati. Perjalanan menuju situs di Desa Karyamukti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini memakan waktu hampir 3 jam. Dengan jarak 110 km mestinya bisa ditempuh dengan waktu lebih cepat. Barangkali akibat beberapa titik kemacetan. 

Tiba di lokasi, rombongan kami yang terdiri dari 13 orang termasuk Kang Gangan sebagai pemandu Geowana, segera bersiap mengelanai area. 

Seperti yang dicatatkan Dr. Yondri dalam bukunya yang bertajuk "Situs Gunung Padang: Kebudayaan, Manusia, dan Lingkungan", berdasarkan posisinya, Gunung Padang dibagi menjadi tiga, yakni:

Bagian paling rendah yang disebut juga sebagai sumur. Struktur sumur ini berupa susunan bongkahan batu kolom andesit dalam posisi melingkungi sumber atau mata air). Sempatkan untuk mampir di mata air yang jernih ini, sekadar mencicipi airnya maupun untuk cuci muka. Adem.


Baca juga: Wisata Kuliner dan Religi di Bali, 2024

Bagian tangga utama, sebagai bagian yang menghubungkan sumur dengan teras pertama atau teras I. Ada sekitar 450 anak tangga yang harus dilewati. Itu jalur tangga landai. Jadi ada 2 jalur, sebelah kiri jalur curam, sebelah kanan jalur yang relatif lebih aman. Aku memilih jalur curam. Selain kondisinya lebih menantang, juga mempercepat waktu tempuh. 

Bagian paling rendah dan tangga utama sudah terlewati. Berikutnya adalah bagian teras.

Begitu tiba di teras ini, terlihat hamparan susunan batu kolom berusia ribuan tahun itu. Bebatuan berjenis andesit basaltis ini berwarna abu gelap, dalam ukuran yang bervariasi. Posisinya pun berbeda-beda. Ada yang tegak berdiri, ada yang rebah. Pemandu mengingatkan agar kami tidak menduduki batu yang dalam posisi tegak karena batu-batu tersebut memiliki fungsi sakral. 

Situs Gunung Padang terdiri dari lima teras yang membujur utara-selatan. Kelima teras ini dibedakan dengan ketinggian.  terletak dengan orientasi utara-selatan. 

Tiap teras memiliki keunikannya masing-masing. Misalnya di teras pertama terdapat beberapa bebatuan yang khas, seperti batu untuk persembahan dan batu yang dapat mengeluarkan musik. Bunyinya bonang atau saron dalam gamelan Jawa. Di teras kedua terdapat pohon tinggi menjulang. 

Saat kedatangan kami, ada satu keluarga kecil yang tengah mengaras doa di area sekitar bawah pohon yang dibentuk seperti ruang khusus doa. Tentunya ruang terbuka. Entah mereka mendaraskan doa dalam bahasa apa. Dari penuturan pemandu lokal, banyak memang yang datang ke situs ini untuk berdoa. Mereka datang dari latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. 

Pada teras ketiga terdapat batu harimau. Bukan batunya berbentuk harimau, melainkan di salah satu batu terdapat jejak seperti tapak kaki harimau. Di masa lalu konon batu tersebut dijadikan tempat semedi atau meditasi. 


Baca juga: Pengalaman Melukat di Tirta Empul

Yang terlihat lebih jelas sebagai tempat semedi ada di teras kelima atau terakhir. Saat kunjunganku ini terlihat beberapa orang juga secara bergantian memanfaatkan susunan batu ini sebagai tempat meditasi.

Setelah melewati teras penghujung, kami mlipir ke saung di sisi kanan situs. Makanan yang sudah kami pesan sebelumnya sudah disiapkan. Menu khas Sunda nikmat meski sambalnya kurang pedas. 

Tuntas dengan asupan sumber energi tubuh, kami kembali menjelajahi area situs yang terlewat. Tentu saja sekali mengambil foto bersama.

Suatu kali nanti ingin kembali ke sini. Mungkin sendiri, atau dengan kelompok yang lebih kecil. Sekalian ingin berkunjung ke stasiun kereta lama dan air terjun yang tak keburu kami datangi kemarin. Atau nanti coba cek dulu catatan Rani R Tyas's Journal yang punya cara membuat itenary liburan yang efektif.

Btw, di awal 2025 ini muncul pemberitaan terkait kepentingan pemerintah yang akan melakukan peninjauan ulang atas penelitian yang sudah-sudah, dan ada kemungkinan untuk melakukan penelitian lanjutan. Hmmm, bakal ramai lagi sepertinya.

Baca juga:






Noel, Film Natal tentang Cinta dan Kesepian

Memasuki bulan Desember nuansa Natal dengan mudah kita temukan di berbagai tempat. Bukan hanya lokasi, namun juga berbagai program hiburan. Di masa lalu, entah sampai tahun berapa, Home Alone tak henti-hentinya diputar di berbagai stasiun televisi. Banyak orang bahkan sampai terkaget-kaget ketika Macaulay Culkin sudah menikah. Dalam pikiran mereka Culkin masih sosok bocah seperti di film tersebut. Film bertema Natal lainnya ikut melengkapi. Bisa jadi termasuk yang baru kutonton hari ini, Noel (2004). Film yang membuatku bertanya: betulkah orang merasakan kesepian karena harus merayakan Natal sendirian?


Baca juga: Black Book, Kisah Perjuangan Seorang Perempuan Yahudi

Aku tak sengaja menemukan film ini saat mencari klip lagu. Iseng aja diklik. Karena kalau lihat pemerannya, oke. Ada Susan Sarandon, Penelope Cruz, dan sosok yang kukangeni, Robin Williams. Nama Robin tidak tercantum, karena kemunculannya yang memang sebentar. Atau entah atas pertimbangan apa, mengingat nama besarnya. Tapi aku seneng aja. Dan seperti halnya film-film bertema Natal lainnya, Noel memiliki alur cerita yang sederhana. Memang dirancang sebagai film hiburan yang menemani libur akhir tahun. 


Sinopsis

Film diawali dengan penampakan Rose (Susan Sarandon) yang kedua tangannya sibuk dengan tas belanjaan berjalan membelah keramaian kota. Seorang kenalan mencegatnya. Basa-basi ini dan itu. Dari ekspresinya, kelihatan sekali kalau Rose tengah berbohong. Dia menceritakan tentang suami dan anak kembarnya. Kebohongan itu kemudian ditunjukkan melalui adegan berikutnya, Rose yang menemui ibunya, seorang pasien alzheimer.

Berbarengan dengan Rose, ditampilkan juga sosok lain yang menjadi bagian cerita, yakni pasangan Nina (Penelope Cruz) - Mike (Paul Walker) dan Jules (Marcus Thomas). 

Tiga bagian penceritaan ini mewakili mereka yang memiliki masalah yang berujung pada nuansa kesendirian dan kesepian pada malam Natal. Perayaan ini seolah dianggap sebagai momentum bahagia yang harus dilewati semua orang. Kesedihan tak mendapatkan ruang di malam Natal. Lebih kurang tema Natal memang mengisahkan tentang hal tersebut.

Baca juga: Eastern Promises, Film tentang Mafia Rusia

Rose adalah seorang editor buku yang berhasil. Namun rumah tangganya gagal. Selain pekerjaan, urusan utamanya adalah merawat ibunya. Seorang staf di gedung yang sama menaruh perhatian kepada Rose. Namanya Marco. Sekretaris Rose paling getol menjodohkannya dengan pemuda itu. "You need sex. Good sex!" Begitu ujar sang sekretaris. Tentu saja Rose menolak. Tak ada dalam bayangannya untuk berkencan dengan brondong. Namun ketika suatu kali Marco mengajaknya berkencan, Rose tidak mengelak. Sayangnya, seperti yang ia duga sebelumnya, kencan itu gagal. Kegagalan yang membawa Rose pada kesimpulan bahwa bukan itu yang ia cari. 

Kemunculan Nina, pada kali pertama membuatku berpikir tentang pertemuan dua orang dari antah berantah yang saling jatuh cinta, accidentally in love. Ternyata tidak. Mike, polisi yang membuntutinya dan menggodanya ternyata memang kekasihnya. Semacam becandaan ala mereka. Pokok persoalannya adalah Mike yang posesif dan pencemburu berat. Berulangkali Nina merasa mengalami kebuntuan dalam hubungan mereka. Meski ia sangat mencintai Mike dan ingin memiliki anak bersama Mike, ia juga satu sosok yang ingin bebas. Hal yang sulit ia peroleh dalam hubungannya dengan Mike. 

Ketika sedang berkonflik dengan Mike, dan Nina memilih pergi, terjadi perjumpaan tak sengaja antara Nina dengan Rose. Mendadak, begitu saja, Rose nyasar di rumah keluarga Nina. Kejadian yang berangkat dari salah pengertian dan nyaris membuat Rose makin menciut dalam kesepiannya pada jelang Natal pada kahirnya berakhir baik. Nina mengajak Rose untuk nonkrong berdua. Perbincangan mereka membuahkan perspektif baru bagi Nina yang pengalamannya masih lebih muda. 

Baca juga: The Swordman, Adu Akting Joe Taslim dan Jang Hyuk

Hal menarik adalah perjumpaan Rose dengan Charlie (Robin Williams). Perjumpaan yang juga tanpa sengaja, yang terjadi di rumah sakit itu memberikan kesan tersendiri. Rose yang tengah kehilangan pegangan, berdiri di tepi sungai. Charlie mengajak Rose menepi. Tentu saja Rose yang keras kepala pada awalnya menentang. Namun akhirnya mereka melewatkan malam yang menyenangkan di apartemen Rose. Tanpa disertai romansa. Sayangnya di akhir pertemuan itu malah diisi pertengkaran.

Sosok terakhir, Jules adalah orang dengan trauma. Dia mencari alasan untuk mendapatkan perhatian orang. Tak tanggung-tanggung, dia dengan sengaja minta seseorang untuk mematahkan lengannya. Dan malam Natal-nya berakhir di IGD rumah sakit. 

Ah, ya, ada bagian cerita lain yang juga unik. Yakni sosok Artie Venizelos (Alan Arkin) yang meyakini Mike sebagai penjelmaan dari istrinya yang meninggal dunia. 

Kisah masing-masing tokoh ini berkelindan satu sama lain. Meski tak semuanya berjalan dengan baik, tapi pada akhirnya berujung pada kegembiraan yang lain. Setiap tokoh menemukan pembelajarannya untuk kemudian membuat komitmen baru untuk hari-hari ke depan yang lebih baik. Klise, sih, tapi barangkali hidup memang sesederhana itu. Kita saja yang berharap ada banyak drama dalam film yang kita tonton, hehe.

Baca juga: Jalan Jauh, Jangan Lupa Pulang, Sekuel NKCTHI


Film Natal yang Menghangatkan

Meski IMDb hanya memberi poin 6,1 dari skala 10, namun cukup banyak orang yang merekomendasikan film ini untuk menjadi hiburan di akhir tahun. Kurasa ya karena film ini tak membuat orang mesti berpikir keras. Semua pemain menjalankan perannya dengan baik sehingga secara keseluruhan film ini hadir sebagai tontonan yang menjawab kebutuhan mereka yang butuh hiburan ringan.

Susan Sarandon nama yang bisa menjadi jaminan. Aku sendiri tak mengidolakannya, tak pula banyak nonton filmnya. Tapi rasa-rasanya, dari sejumlah filmnya yang kutonton, asyik-asyik aja. Tak ada yang kunilai buruk. Penelope Cruz aku malah nyaris tak pernah menonton filmnya. Tapi permainan fine-fine aja. Dan cantik, yang jelas. Sepadan dengan Paul Walker. Yang aku nggak cukup sreg mungkin Marcus Thomas. Entah apa karena aku merasa peran Marcus di sini terasa sekadar tempelan atau memang pemeranannya tak cukup ciamik. Yang cukup unik dan mengejutkan adalah hadirnya Charlie yang seolah ada selipan cerita metafisik.  

Baca juga: Midnight in Paris, Komedi Fantasi Keren ala Woody Allen

Bagaimanapun film-film seperti ini cukup dibutuhkan. Tentang bagaimana perasaan kesepian menyerang manusia. Tentang trauma masa kecil yang terus mendera jika tak diselesaikan; ujungnya tak mampu menjadikan diri sebagai sosok yang cukup berharga, kehilangan eksistensi diri, dll. Di sisi lain, juga tentang bagaimana manusia tetap menjalankan fungsinya sebagai makhluk yang dengan akal budinya bisa mendorong orang lain untuk bisa hadir dengan lebih baik. 

Suasana Natal yang meriah penuh kerlip khas Hollywoood juga menjadi tampilan yang menyenangkan film yang sebagian besar lokasi pengambilan gambarnya dilakukan di Montreal, Quebec, Kanada ini. Noel, film Natal rilisan tahun 2004 ini ditulis oleh David Hubbard dan disutradarai oleh Chazz Palminteri.

Sejauh ini sih rasanya aku belum menemukan film tentang hari raya yang menampilkan kisah yang sama sekali berbeda. Sebagian besar mencakup topik yang senada terkait perubahan sikap dan cara pandang terhadap satu masalah. Bukan hanya Natal, tapi juga di film dengan latar Idul Fitri khas Indonesia. Atau tentang Imlek di drama China. Dan perayaan keagamaan di berbagai belahan dunia. Tapi tetap saja, sebagai sebuah tontonan, film Natal lama ini masih layak dijadikan pilihan.

Baca juga: Honest Thief, Saat Aktor Gaek Asik Beraksi