Featured Slider

Onye, FIP, dan Berdamai dengan Rasa Sedih dan Bersalah

Didera perasaan sedih dan rasa bersalah pasca kematian anak bulu, aku yakin semua pet owner pernah mengalaminya. Sebaik-baiknya usaha yang sudah dilakukan, tetap saja, ada rasa bersalah yang menyertai. Seikhlas-ikhlasnya menyadari kematian sebagai sebuah keniscayaan, rasa sedih tetap tak tertahankan. Hal ini baru kualami dalam seminggu ini, pasca kepergian Onye, anak meong yang menderita FIP. 



Baca juga: Onye dan Cicin Meong menuju Usia 7 Tahun

Beberapa anak anggota keluarga Rumah Ronin pernah terinfeksi FIP, penyakit yang dulu kukatakan sebagai "diagnosis itu sudah berarti kontrak mati". Menghadapi kematian Onye, buatku relatif lebih mudah dibandingkan saat-saat lalu. Pertama, karena aku sudah --setidaknya-- berusaha untuk memberikan pengobatan terbaik. Kedua, aku sudah di masa yang lebih banyak berdamai dengan kondisi batin. Meski begitu, tetap saja, saat teringat masih sering sesenggukan sendiri. 


Tentang Onye

Yang sudah kenal baik keluarga Rumah Ronin, pasti tahu riwayat Onye. Ia kutemukan tengah meringkuk di pinggir jalan besar, Jalan Lombok, Bandung. Saat itu sedang dalam perjalanan ke studio siaran, 21 Maret 2016. Masih sangat kecil, kurang dari dua bulan. Ringkih dengan mata merah. Kuduga sudah agak lama ia terpisah dari induknya. Besar kemungkinan dibuang oleh orang yang ketempatan emak dan anak-anaknya. Menurut tukang parkir di sekitar, hari sebelumnya ada dua anak kucing. Satunya sudah mati dan dikuburkan. 

Bayi Onye


Kubawa pulang. Mata merahnya ternyata disebabkan chlamydia. Dan sudah sangat terlambat. Sempat diobati. Obat itu berhasil menyelamatkan nyawanya, tapi tidak matanya. Onye kecil pun buta. Meski begitu ia tumbuh sehat. Pengenalannya akan lingkungan juga cepat. Di masa remajanya bisa jadi ia masih bisa melihat, meski samar. Tapi semakin dewasa, matanya makin merapat. 

Pada umur sekitar 6 bulan, datang serangan panleuk atau distemper. Dua anak yang usianya lebih tua beberapa bulan, tak terselamatkan. Satu pergi saat masih dalam perawatan klinik, satunya saat perawatan lanjutan. Dua anak lain, Onye dan Cicin dengan gejala yang sama, bertahan. Bertahan dari gejala panleu, bagi pet pawrent adalah keajaiban, mengingatnya kejamnya itu virus. 


Tahun lalu, Agustus 2022, kudapati gejala yang aneh. Badannya mengurus. Firasatku mengatakan itu bukan gejala mengurus biasa. Mencari waktu untuk periksa, dan akhirnya, ya, hasil lab menunjukkan Onye positif FIP kering. Lemas sungguh rasanya...

Baca juga: Hati-hati, Jangan Sepelekan Kutu pada Kucing

Onye dan Cicin



FIP, Gejala dan Penanganan

IP atau Feline Infectious Peritonitis adalah penyakit kucing yang disebabkan oleh feline coronavirus (FCoV). Virus ini menyebabkan infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh kucing, menyebabkan terjadinya peradangan ekstrem pada jaringan di sekitar perut, ginjal, atau otak. Disebutkan, FIP menyerang kucing yang berusia 3 bulan hingga 2 tahun. Namun, faktanya, kucing semua usia dapat terserang. 

Penyebaran feline coronavirus adalah melalui kontak mulut dengan kotoran yang terinfeksi. VCA Animal Hospitals memperkirakan satu dari tiga kucing yang terinfeksi menyebarkan virus ini melalui kotorannya. Berikutnya terjadi perpindahan virus melalui air liur saat kucing saling menjilati bulu), makan dari mangkok makanan yang sama, bersin, dan melalui kontak dekat lainnya. Kucing yang tinggal dalam lingkungan yang populasinya rapat, memiliki risiko penularan lebih tinggi. Selain itu, penularan bisa terjadi dari plasenta induk kucing ke janinnya.

Gejala awal FIP pada kucing bervariasi. Secara umum hilangnya nafsu makan dan kondisi yang lesu. Ada yang mengalami demam yang naik-turun, ada yang tidak. Berikutnya akan terlihat, kucing terserang FIP jenis apa. Ada macam FIP, yakni kering dan basah. 

Pada FIP kering, kucing mengalami infeksi dan peradangan di sekitar pembuluh darah yang berpengaruh pada otak, hati, ginjal, paru-paru, dan kulit. Gejalanya dapat berupa kejang dan gerakan tubuh yang tampak tak terkoordinasi. Gejala lain yang kemungkinan dialami adalah diare, buang air kecil berlebihan, berat badan turun drastis, dan penyakit kuning. 

Pada FIP basah, infeksi menyerang pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya peradangan serta keluarnya cairan dari darah ke perut dan dada. Penumpukan cairan yang terus menerus menjadikan perut kucing membuncit, dan menyebabkan kucing mengalami sesak napas.

Baca juga: Ketika di Australia Kucing dianggap Hama


Pengobatan Onye

Beberapa waktu terakhir sudah ada obat yang bisa diberikan untuk penanganan FIP. Bahkan sudah ada pilihan obat yang harganya lebih murah dibandingkan generasi pertama. Itulah penanganan yang disarankan oleh drh. Ivan, Klinik Gloria yang memeriksa Onye dan setelah mendapati hasil tes darah yang menunjukkan Onye positif FIP kering. 

Aku pernah beberapa kali mendapati anak meong yang terinfeksi FIP. FIP basah maupun kering. Saat itu belum ada obat. Tak ada yang bisa dilakukan selain upaya mempertahankan imunitas. Yang FIP basah, dengan melakukan penyedotan cairan. Pelan tapi pasti, mereka akan mati. Pada kasus Onye, ingin sekali mengusahakan pengobatan. Selain karena mengingat kasus-kasus terdahulu yang lebih banyak berpasrah, juga karena melihat Onye, anak istimewa ini tampak bersemangat untuk sehat. Maka, keputusannya ambil pengobatan injeksi yang disarankan dokter.

Aku ingin bagikan perihal pembiayaan dan tata laksana pengobatan.

Yang pertama, tentu saja dibutuhkan tes laboratorium lengkap untuk menegakkan diagnosis. Biaya labortarium untuk Onye saat itu lebih kurang 1,5 juta.

Pemberian obat injeksi dalam kasus FIP adalah setiap hari pada jam yang lebih kurang sama selama kurun waktu 84 hari berturut-turut. Dosis obat yang disarankan ada rumusannya, bergantung pada berat badan. Jadi, sebelum dilakuna pemberian obat, ada penimbangan badan dulu untuk memastikan jumlah cairan obat yang akan diinjeksi. 

Untuk Onye, obat yang digunakan adalah remdac (remsidivir), obatnya berbentuk puyer, yang harus dicampur dengan cairan khusus. Harga satu botol 200ribuan sekian. Cairan yang bisa digunakan untuk campuran sebanyak 4 ml per botol puyer. Untuk Onye, sesuai berat badannya, 1 botol bisa untuk 2,5 kali injeksi. Dan makin meningkat dosisnya saat berat badannya naik. Maafkan, aku sudah membuang kwotansi pembayaran, tak ingat persis detail harga. Dengan berat badan Onye yang waktu itu dari 2,6 kg naik hingga 3,7 kg, lebih kurang biaya per injeksi adalah 90 ribu rupiah. 

Dari gambaran kasar itu bisa dihitung berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan FIP. Bukan angka yang mudah buatku. Dengan kondisi keuangan yang repot sungguh, karena sudah tak ada pemasukan rutin dan hanya mengandalkan tabungan yang juga semakin menipis. Terlebih berbarengan dengan perbaikan beberapa bagian rumah yang memang betul-betul tak bisa ditunda lagi karena kerusakan yang cukup serius. Saat memasuki masa injeksi hari ke 30-an, obat tersendat. Ketersediaan terganggu. Ada beberapa kali penundaan. Tersambung kembali. Hingga ada di titik yang berbarengan, uang makin menipis, obat tak tersedia. Akhirnya, pengobatan terhenti persis di hari ke-45. 

Baca juga: Kucing Penyebab Kemandulan?

Bagaimana kondisi Onye? Baik sekali. Sejak pengobatan hari ke sekian, aku lupa persisnya, kondisi Onye baik sekali. Makan banyak, sehari sampai beberapa kali hingga badannya kembali pulih. Menggendut. Aktif, nggak kuyu lagi. 

Hidup berjalan terus. Kuriak aka perbaikan rumah berjalan. Beres, ganti Cicin sakit. Cukup serius. Cicin yang saat adopsinya hampir bersamaan dengan Onye juga membutuhkan perhatian dan biaya ekstra. Sungguh akhir tahun kemarin dan awal tahun ini menjadi saat-saat yang berat. Cicin membaik, dengan dukungan biaya dari teman-teman permeongan.

Lalu, begitu saja datang flu yang dengan cepat menggila. Nyaris semua kena. Termasuk Onye. Betul-betul membuat was-was, terutama Onye yang survivor FIP. Bahkan anak-anak yang hidup di blok komplek, beberapa menghilang setelah terlihat gejala flu yang aneh itu. Tak semua stray itu bisa dipegang, apalagi sekadar dikasih obat atau vitamin. Hingga hari itu datang juga.

Saat mengelus badan Onye, kurasakan ada penyusutan berat badan. Sebelumnya memang tak cukup memperhatikan secara khusus kondisi anak ini. Selain banyak yang menyita fokus, juga karena anaknya tak terlihat bermasalah dengan pola makan dan aktivitasnya. Masih tambak normal. Tiap hari minta wetfood, makanan yang khusus kubeli buat dia pasca terinfeksi FIP. Tapi ternyata berat badannya mulai turun. Setelah ini, kondisinya memburuk dengan sangat cepat.

Onye dan Ibu main ke rumah Tante Ruby

"Ibu minta maaf ya, Onye, tak bisa bawa berobat ke dokter." Cuma itu yang bisa kusampaikan padanya soal ketidakberdayaanku saat itu. Bahkan biaya pengobatannya ke klinik sebelumnya saja masih belum terlunasi dan tak sanggup nyicil dalam beberapa bulan terakhir. 

Baca juga: Casper, Kucing Hantunya Rumah Ronin


Berdamai dengan Rasa Sedih dan Bersalah

Aku beruntung --bisa kukatakan demikian, peristiwa kepergian Onye datang sekarang-sekarang, ketika aku lebih bisa berdamai dengan berbagai peristiwa dalam hidupku, termasuk kematian. Seandainya peristiwa ini datang lima tahun lalu, bisa kupastikan aku akan tenggelam dalam rasa bersalah.

Saat kita tak bisa betul-betul ikhlas menerima kenyataan, sering kali yang kita lakukan adalah memperparah keadaan dengan mengulik lagi rasa sedih dan bersalah, alih-alih menjadikannya pelajaran. Saat kepergian Onye, aku sempat melakukannya. Mengulik lagi pengandaian-pengandaian: 

  • seandainya aku aku memaksa ambil uang tersisa di tabungan, mungkin kesehatan Onye dapat tekejar
  • seandainya aku tak terlewat, memberi suplemen yang dibutuhkan Onye secara rutin, dia masih bertahan
  • seandainya perhatianku tak sedang terpecah kepada seseorang yang sedang bermasalah dan anak-anak meong lain yang juga sedang sakit, mungkin Onye masih bersamaku.

Apakah kalau semua pengandaian itu terjadi, apakah Onye betul-betul akan bertahan? Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Karena kita memang tak tahu persis takdir Onye. Jadi, satu-satunya pilihan adalah menerima peristiwa terakhir yang aku dan kita hadapi sebagai takdir, hal yang semestinya terjadi. 


Onye dan Casper

Semoga pengalaman teman-teman, para pet owner, terutama yang sedang menghadapi masalah kesehatan berupa FIP, bisa menghadapi kenyataan dengan lebih. Semoga dimudahkan untuk yang mau berjuang memberikan pengobatan, diberikan rezeki, dan anak bulunya juga mau berjuang. Yang tidak, tak mampu secara finansial maupun pertimbangan lain, semoga juga terberkati dengan tetap melimpahkan kasih sayang pada hari-hari tersisa anak-anak bulunya. 

Semoga semua makhluk berbahagia. Namaste

Baca juga: Adora, dari Kitten Penuh Scabies menjadi Kucing Jelita

Cantik Itu Luka, Kisah Perempuan-perempuan dengan Luka

Cantik Itu Luka menghipnotisku sejak kalimat pertama. Belum pernah kualami lagi terbius oleh bacaan sejak kalimat pembuka setelah "Bumi Manusia"-nya Pram yang kubaca berpuluh tahun silam. Tak lantas langsung menghabiskan halaman demi halaman dalam sekian kurun waktu membaca. Tetap butuh berhari-hari, berselang-seling dengan bacaan buku lain dan upaya untuk rutin menulis. Tapi bahwa buku karya Eka Kurniawan ini meninggalkan kesan yang mendalam buatku, iya. 



Baca juga: Perempuan-perempuan dalam Karya Pramoedya Ananta Toer

Cantik Itu Luka terhitung cukup lama bercokol di rak buku. Mungkin bahkan sudah melewati sekian versi kover. Buku yang kubeli edisi cetakan ke-7, tahun 2015. Kapan hari singgah ke Gramedia Merdeka, Bandung, sudah kudapati  buku ini dalam cover yang berbeda. Entah, tahun ini, sudah masuk cetakan ke berapa. Yang sontak membuatku membayangkan berapa besar kira-kira royalti yang diterima Eka Kurniawan.


Sinopsis

Cerita diawali dengan suasana mencekam pekuburan. Dewi Ayu bangkit dari kematian. Mantan pelacur legendaris kawasan Halimunda itu berjalan menuju rumah yang dulu dihuninya bersama Roshina. Ia memilih untuk mati dan meninggalkan bayinya yang lahir dengan buruk rupa. Bayi yang diberi nama Cantik itu telah menjadi bukti bahwa kutukannya berhasil, untuk memiliki anak yang tidak cantik, seperti kedua anaknya terdahulu. 

Kisah pun berjalan mundur, menuju masa muda Dewi Ayu dengan kehidupan yang sangat layak sebagai warga keturunan. Dewi lahir dari ayah Belanda dan ibu campuran Indonesia. Sebuah perkawinan terlarang karena mereka bersaudara satu ayah. Maka demikianlah, Dewi Ayu ditinggalkan kedua orang tuanya dan dirawat oleh neneknya. Kondisi memburuk saat Jepang datang ke Indonesia. Mereka tak segan untuk membunuh orang Belanda dan keturunnannya, sebaik-baiknya mereka adalah mengusir orang Belanda dan keturunannya kembali ke negeri asalnya. Selebihnya, menjadi tahanan. Itu yang menimpa Dewi Ayu. Awalnya. Karena berikutnya, bersama beberapa perempuan lain ia dipaksa menjadi pelacur. 

Pekerjaan terakhirnya itulah yang kemudian melekat erat dengan nama Dewi Ayu. Pelacur dengan kecantikan purna sekaligus mengundang berahi tiap lelaki. Pelacur dengan penampilan elegan yang disegani segenap komponen masyarakat, tak lelaki maupun perempuan.  yang lantas memutuskan menjadi pelacur, didesak oleh kondisinya saat itu. Jenis pekerjaan yang mengharuskannya berhubungan dengan banyak lelaki itu lantas membuahkan kehamilan yang tanpa ia tahu siapa bapak dari si jabang bayi. Dari rahimnya lahir tiga putri cantik dan si bungsu yang buruk rupa. 

Baca juga: Lima Cerita, Saat Seorang Desi Anwar Berkisah

Bakal terlalu panjang kalau harus menceritakan sinopsis novel ini. Dengan tingkat kerumitan cerita, tokoh yang segudang, dan tebal novel mencapai 496 halaman, kusarankan untuk membacanya langsung saja. Paling tidak, biar kutuliskan sejumlah nama yang ada di novel ini, Selain Si Cantik, tiga anak Dewi Ayu yang lain, yakni Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi. Lalu, menantu-menantu Dewi Ayu, Sang Shodancho, Kamerad Kliwon, dan Maman Gendeng  yang pernah jatuh cinta padanya namun kemudian menjadi suami anaknya. Ada Ma Gendik dengan kisah tragisnya. Ada sang penggali kubur. Ada si preman yang tak bisa mati. 


Cerita yang "Edan"

Kata itu memang yang sempat tercetus dari mulutku saat membaca bab pertama. Bagaimana tidak, bab awal saja sudah disuguhi dengan cerita satu sosok, Dewi Ayu, yang bangkit dari kubur. Proses kematiannya pun tak biasa, kematian yang dirancangnya sendiri tanpa melakukan bunuh diri. Ia membungkus dirinya dengan kain kafan, lalu tidur untuk menunggu waktu kematian. Permintaan yang tampaknya dikabulkan semesta. Pada hari keduabelas, Dewi Ayu menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tak pelak ini membuatku bertanya-tanya, ini novel horor atau apakah? Aku memang tak mau membaca sinopsis dan reviu orang lain saat memilih bacaan. 

Selanjutnya, dari penggambaran Dewi Ayu dengan kecantikannya yang melegenda, beralih ke sosok yang menjadi anak bungsunya. Sosok yang nyaris tak menyerupai manusia. Penggambarannya nyaris terasa tak masuk akal, adakah manusia yang seburuk itu mukanya? Eka mendisikripsikannya seperti ini: "... sebab anak-anak akan menjerit dan menangis sepanjang hari dan orang-orang jompo akan segera demam dan mati dua hari kemudian." (hal. 19)

Bukan hanya penceritaan secara deskriptif yang membuat pembacanya terbawa seram, yang juga terasa edan dari jalan cerita yang dipaparkan Eka adalah lompatan-lompatan waktu yang membuat pembacanya berasa kejar-kejaran. Tokoh-tokohnya, yang semula kuduga sang ibu dan anak bungsu itulah yang menjadi salah dua tokoh utama, ternyata tidak. Sejumlah tokoh mendapatkan peran penting dan porsi cukup seimbang. Waktu yang berlompatan, tokoh yang banyak, dan cerita yang rumit menjadi satu. Untungnya, Eka menceritakan setiap komponen, manusia dan alur cerita yang berliku dengan rapi. Pembaca, setidaknya buatku tak akan nyasar. Atau tak sampai membuat buka-buka halaman sebelumnya untuk memastikan cerita atau tokoh yang dimaksud. 

Beragam hal dan tema dicemplungkan Eka dalam novel ini. Ada nuansa horor, ada bagian-bagian yang kocak dan membuatku terbahak, ada suspense yang membuatku terbawa tegang, romansa sudah pasti ada, sejarah dan politik saling berkelindan, perihal seks, pendek kata semuanya ada. 

Ah, ya, bicara soal seks, ini novel dewasa yang sebaiknya dibaca oleh mereka yang berusia di atas 20 tahun. 

Baca juga: Sequoia, Catatan Seorang Lelaki untuk Anaknya


Serba Telanjang

Eka menuliskan kisah dalam Cantik Itu Luka ini demikian telanjang. Tentang kekuasaan, cinta, berani, dendam, amarah. Kisah perkosaan ia paparkan dengan bahasa yang telanjang. Kehidupan liar beberapa tokohnya, saat dan hasrat dan berahi berkuasa. Bagaimana amarah demikian menjadikan seseorang mampu melakukan hal-hal yang tak masuk akal. Saking banyak bagian yang menunjukkan ketelanjangan, sisi yang bisa jadi ingin ditampilkan Eka sebagai metafor, tak terbaca demikian. Mungkin itu juga, ya. Seperti saat ia bercerita tentang hantu komunis. Apakah ia sedang membuat metafor ataukah semata kisah horor?

Ketelanjangan dalam cerita karya Eka Kurniawan ini, meski kita temukan di mana-mana, namun tak terkesan "maksa" namun memang sudah selayaknya sebagai bagian dari cerita. Karena tampaknya memang itulah yang mau digarisbawahi dari pembuatan judul novel ini, ketika sebentuk keindahan yang diwakili dengan kata cantik disandingkan dengan luka yang timbul akibat berbagai bentuk kekerasan yang terjadi. Ada yang meganggap judul itu sebagai metafor dari sosok perempuan yang bisa diartikan sebagai bumi pertiwi yang terus diambil paksa segala isinya oleh keserakahan manusia. Mungkin komentar Eka: terserah aja, deh, mau diartikan apa 😀 


Judul: Cantik itu Luka 

Penulis: Eka Kurniawan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (GPU), Cetakan ke-7, 2015

Tebal: 496 halaman


Baca juga: World Without End, Kisah Percintaan Berlatar Sejarah Kelam Gereja Katolik


Menu Bunga Pepaya, Jantung Pisang, dan Nangka Muda

Selama beberapa waktu terakhir, aku sedang mengalami gairah mencoba resep masakan. Tetap sih, bukan jenis yang rumit-rumit. Masih tak jauh dari tumis-tumisan dan sayur berkuah santan. Memang apa istimewanya? Tak ada istimewanya buat orang lain. Tapi buatku, ini semacam capaian. Aku tak pernah punya target bisa masak masakan tertentu. Tak punya target menguasai berapa jenis masakan. Bahkan soal rasa pun, aku tak begitu hirau. Nah, bedanya, kalau bicara soal gairah yang kurasakan akhir-akhir ini adalah keinginan untuk masak dengan metode yang tepat dan menghasilkan rasa yang tak mengecewakan. Sengaja, pilihanku kali ini adalah jenis sayuran yang "ndeso", bukan masakan mahal, yaitu bunga pepaya, jantung pisang, dan nangka muda.



Baca juga: Resep Ayam Bumbu Rujak dan Kenangan Masa Kanak

Masakan berbahan jantung pisang dan nangka muda sudah kuakrabi sedari kecil. Karena itu jenis sayuran yang mudah keluarga kami dapatkan. Di pasar harganya terhitung murah. Malah, saat kami sudah tinggal di lahan milik sendiri, jantung pisang dan nangka muda tingga mememtik di halaman samping. Cuma, sebelumnya, selama di Bandung aku nyaris tak pernah masak. Terasa ribet, harus pakai santan, pakai "bumbu badag" kalau kata orang Sunda, bumbu yang terdiri dari rimpang dan daun-daunan. Beda lagi dengan bunga pepaya. Ini jenis sayuran yang tak kukenal selagi tinggal di kampung halaman. Pahit, tapi aku suka. Yang tak kutahu, sebetulnya ada cara yang membuat si bunga tak terlalu pahit. Nah, itu yang selama ini aku tak hirau, tak pernah mau mempelajarinya.


Tumis Bunga Pepaya

Aku kenal masakan dari bunga pepaya ini setelah tinggal di Bandung. Seorang kawan asal Ambon memasak buat kami, saat ada agenda kumpul-kumpul. Ia membuatnya dengan campuran tongkol. Sedapnyooooo.. Dari situ sebetulnya aku mulai mencoba memasaknya kalau kebetulan menjumpai bunga pepaya. Tapi masak sekadarnya saja, tak pernah mencari tahu persisnya. Kebetulan penikmat pahit, jadi tak soal juga. Hanya, terakhir coba membuat tumis ini, kok pahitnya rada luar biasa. Lalu mencari contekan ke sana ke mari, ternyata ada langkah yang terlewat, yaitu merebus bunga pepaya dengan garam :D

Bahan:

150 gr bunga pepaya, ambil bunganya saja

1 sdm garam 

air secukupnya untuk merebus

1 batang serai, memarkan

3 lembar daun jeruk, buang tulangnya, iris halus

1 sdt kaldu bubuk

1 sdt gula pasir

1/2 sdt merica bubuk

1 cabai merah besar, iris serong

3 sdm minyak untuk menumis


Bumbu halus:

15 cabe rawit hijau

5 cabe kriting hijau

5 butir bawang merah

3 butir bawang putih

1 sdt garam


Cara membuat:

  1. Rebus bunga pepaya bersama garam. Beberapa saat setelah mendidih tiriskan, cuci dengan air dingin bersih, tiriskan.
  2. Tumis semua bumbu yang sudah dihaluskan. Masukkan serai, daun jeruk, cabai. 
  3. Masukkan bunga pepaya. Tambahkan kaldu bubuk, gula, merica. Aduk rata hingga matang.
  4. Tumis bunga pepaya siap disajikan. 

Baca juga: Jelang Lebaran dan Kenangan akan Simbok Mutiah


Sayur Jantung Pisang Kacang Panjang

Sewaktu di kampung, jantung pisang pilihan ibu adalah dari pisang kluthuk. Di Jawa Timur, pisang ini, buah mentahnya, biasanya untuk campuran rujak petis. Matangnya justru tak dimakan, karena banyak bijinya. Paling-paling untuk makanan burung. Mungkin itu yang membuat orang menjadikan bunganya aka jantung pisang kluthuk sebagai bahan sayuran. Sayang di Bandung aku tak bisa memilih. Di tukang sayur adanya jantung pisang kepok, ya wis, ambil saja.

Bahan:

1 jantung pisang

1 ikat kecil kacang panjang

2 daun salam

2 ruas lengkuas

150 ml santan

1 sdt garam

1 sdt kaldu ayam


Bumbu halus:

4 butir bawang merah

3 butir bawang putih

1 sdt ebi

4 butir kemiri

4 cabai merah 

15 cabai rawit merah

1 sdt gula Jawa sisir


Cara membuat:

  1. Bersihkan jantung pisang dari lembaran yang keras, sisakan bagian putihnya saja. Rajang dengan ukuran sesuai selera. Rebus. Tiriskan.
  2. Tumis semua bumbu yang sudah dihaluskan. Masukkan daun salam dan lengkuas. Tambahkan air. 
  3. Setelah mendidih, masukkan kacang panjang dan jantung pisang yang sudah direbus. Tambahkan garam dan kaldu. 
  4. Setelah sayuran empuk, masukkan santan. Biarkan hingga mendidih. Angkat dan siap dihidangkan.

Baca juga: Umbi dan Cerita Masa Kanak


Lodeh Nangka Muda

Sesungguhnya ada satu sayuran yang aku kangen. Mirip nangka. Namanya kluwih, ada yang tahu? Kalau nangka dimanfaatkan untuk sayur ketika muda, dan menjadi buah ketika tua, kluwih hanya untuk disayur. Selagi di kampung halaman, aku tak suka kluwih. Entah kenapa, tak suka aja. Nah, begitu selama di Bandung belum pernah menjumpai si kluwih, jadinya kangen. Tapi, ya sudahlah, adanya nangka, mari kita masak nangka saja. 

Bahan:

150 gr nangka muda

2 batang serai

2 ruas lengkuas

3 lembar daun salam

150 ml santan kental

1 sdt garam

1 sdt kaldu ayam


Bumbu halus:

15 cabai rawit merah

5 bawang merah

3 bawang putih

1 ruas kunyit

1 sdt ketumbar

1 sdt merica

2 potong sedang tempe semangit


Cara membuat: 

  1. Rebus nangka muda hingga setengah matang. Kalau belanja di warung sayur, biasanya tersedia juga yang versi sudah direbus.
  2. Tumis bumbu yang sudah dihaluskan. Tambahkan air.
  3. Setelah mendidih, masukkan nangka. Tambahkan garam dan kaldu bubuk. 
  4. Setelah mendidih, campurkan santan. Masak hingga kembali mendidih. Tuntas. 

Baca juga: Lebaran dan Madumangsa


Selera masakannya Ibu Meong asin pedas. Jika lebih suka manis dan kurang pedas, bisa menyesuaikan. Selamat mencoba dan menikmati masakan ndeso jantung pisang dan nangka muda, plus bunga pepaya.


Out (Bebas), Ketika Para Perempuan Terlibat Peristiwa Kriminal

Out - Bebas, buku lama yang mengisi rak di rumah. Lupa, bacanya tahun berapa. Kutuliskan ulang reviu yang pernah kubuat tak lama setelah membaca buku ini. Dulu tayang di blog yang menghilang itu 😁. Buku karya Natsuo Kirino ini menarik, di luar cerita tentang kekerasan yang dijabarkan dalam detail yang membuat mual.



Baca juga: Jangan Pelihara Kucing (Jika Tak Mampu Berkomitmen)

Sejak halaman pertama yang tertangkap adalah suasana muram. Buku ini mengisahkan tentang bagaimana orang bisa terjebak pada sebuah peristiwa tanpa mampu untuk kembali, bahkan berpaling sekalipun. 


Sinopsis

Adalah empat perempuan yang bekerja shift malam di sebuah pabrik makanan kotak di pinggiran Tokyo. Mereka adalah Masako, Yayoi, Yoshie, dan Kuniko. Masing-masing perempuan ini memiliki masalah pelik dalam kehidupan pribadinya. Masako, hidup sendiri di tengah suami dan anak remajanya yang tak lagi akur. Yoshie, janda miskin, yang harus merawat ibu mertuanya yang mengalami sakit kronis dan anak-anak yang bikin ulah. Kuniko, perempuan yang demi gaya hidup mewahnya rela menumpuk hutang. Dan Yayoi, ibu tiga anak yang cantik namun mendapat perlakuan kasar dari sang suami. Persoalan pribadi yang bertumpuk bergandengan dengan jam malam yang melelahkan, membuat gambaran suasana pertemanan mereka pun diliputi kemurungan. Namun bukan hanya itu, ada kisah yang lebih mengerikan yang kemudian mereka hadapi.

Kisah ini bermula dari tindakan lepas kendali Yayoi. Istri yang baik dan setia ini akhirnya tidak sanggup menahan kekesalannya pada sang suami. Perlakuan buruk, tanpa nafkah, dan berselingkuh. Lengkap memang penderitaannya. Hingga suatu kali ketika lelaki itu datang dan memberitahu kalau ia telah menghabiskan tabungan mereka. Dengan kalap Yayoi menjerat leher sang suami dengan ikat pinggangnya. Dalam kebingungan Yayoi minta bantuan Masako-teman kerja yang dianggapnya dapat diandalkan- untuk menyingkirkan mayat Kenji, suaminya itu. Merasa tenaga perempuannya yang terbatas, Masako minta bantuan Yoshie dengan iming-iming akan ada bayaran untuk apa yang dilakukannya. Kuniko yang tanpa sengaja datang ke rumah Masako, akhirnya terlibat juga dalam upaya mengenyahkan mayat Kenji. 

Ide awal melakukan mutilasi sebetulnya datang dari Yayoi. Namun akhirnya itulah yang kemudian disepakati dan dilakukan oleh Masako dibantu dua temannya. Tempatnya di kamar mandi Masako. Hasilnya, Kenji yang sudah dalam bentuk potongan-potongan kecil itu disebar ke penjuru kota. Namun karena keteledoran Kuniko, potongan tubuh ditemukan oleh polisi. Dan jadilah seluruh kota pun gempar. Berita menggemparkan itu pun segera menyebar ke seluruh kota. Interogasi pun dilakukan. Kecurigaan polisi jatuh kepada sang istri, Yayoi. Tapi kecurigaan juga tertuju kepada Satake, pemilik klub malam yang sebelumnya bermasalah dengan Kenji. Perburuan terus dilakukan. Para perempuan ini pun memainkan perannya masing-masing agar terbebas dari tuduhan. Perburuan lain juga dilakukan. Satake! Si pemilik klub yang akhirnya dijebloskan dalam penjara ini bertekad untuk menuntut balas atas apa yang tidak dilakukannya. 

Baca juga: Memang, Selera Kopi Tak Dapat Diperdebatkan


Bukan Cerita Bahagia

Ada sedikit romansa yang dimunculkan di novel ini. Pertautan rasa antara Masako dan Satake yang cukup menarik. Tapi tetap, dengan penggambaran yang muram. Dan jangan berharap ada happy ending 😔

Romansa itu hanya selipan pemanis. Selebihnya, usaha untuk memburu dan usaha untuk menghidar tersebar di sepanjang cerita. Plot cerita berjalan agak lambat, karena banyak detail yang coba ditampilkan oleh sang penulis. Untuk yang kurang suka detail, mungkin akan banyak melewatkan banyak halaman. Tapi buatku yang paling mengganggu adalah penggambaran detail proses mutilasi. Terasa seperti tengah membaca buku manual melakukan mutilasi. Seram tapi sesekali terasa menggelikan. Beberapa titik yang menjadikannya lambat juga adalah penggambaran tentang suatu hal dari sudut pandang beberapa tokohnya. Membaca pengulangan cerita dengan sudut pandang yang berbeda. 

Untungnya dengan detailnya penggambaran itu, karakter tokohnya terbangun dengan kuat. Rasanya aku bisa langsung melihat sosok Masako yang kurus, pucat, dan dingin. Atau mengasihani Yoshie yang tampak bungkuk karena usia dan kelelahan yang dideritanya. Merasa sebal membayangkan Kuniko yang bertubuh tebal, tolol, tapi sok. Juga bersimpati sekaligus menyayangkan sikap lemah tapi plin-plan-nya Yayoi. Rasanya juga ikut merasa depresi dan murung membaca penggambaran mereka. 

Menurutku memang layak kalau Natsuo Kirino mendapat penghargaan untuk novelnya bertajuk "Out" ini. Penulis kelahiran 1951 dan tinggal di Jepang ini berhasil menyusun cerita yang rumit dengan cukup rapi. Antar bagian kisah terasa padu dan dipersiapkan dengan baik sehingga alurnya berjalan dengan nyaman untuk diikuti. Di Jepang, Natsuo telah diakui sebagai penulis kisah misteri dengan bakat yang langka. Karya-karyanya dianggap berbeda dari genre kisah kriminal pada umumnya. Dan untuk kepiawainnya tersebut, Natsuo menerima sejumlah penghargaan. Untuk "Out", Natsuo memenangkan penghargaan Grand Prix untuk Fiksi Kriminal di Jepang (1998) serta salah satu penghargaan sastra tertinggi di negeri matahari terbit itu. Out merupakan novel pertama Natsuo Kirino yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, lalu berbagai bahasa lain di dunia. Novel ini juga telah diangkat ke layar lebar. 

Secara keseluruhan buku ini menarik buatku. Tapi sekedar saran, sebaiknya dibaca kalau lagi happy. Jadi kalaupun terbawa murung tidak kebablasan. Tapi sebetulnya buku ini juga bisa menjadi pengingat: sebaiknya nalar kita selalu terjaga agar tidak terjebak dalam hal negatif yang bisajadi membuat kita tak bisa berpaling, apalagi kembali.

Baca juga: Gemulung, Kisah Kegetiran Hidup

Judul        : Out - Bebas

Penulis    : Natsuo Kirino 

Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama 

Terbit        : 2007 

Tebal        : 576 halaman

Hidup Sehat dengan Reiki

Banyak cara dilakukan orang untuk mendapatkan kesembuhan atas penyakit yang dideritanya dan demi kualitas hidup yang lebih baik. Reiki adalah salah satunya. Reiki merupakan satu bentuk pengobatan alternatif, sebagai supplementary treatment. Praktisi reiki memberikan terapinya dengan mentransfer energi universal dari telapak tangannya ke tubuh pasien. Penyakit bisa muncul karena adanya sumbatan energi, baik akibat cedera fisik maupun emosional. Melalui terapi reiki, sumbatan tersebut dapat dibongkar oleh aliran energi yang masuk.



Baca juga: Apakah Kita Boleh Marah?

Ada yang menyebutkan ajaran reiki berasal dari Tibet, sebagai pengetahuan dan keterampilan yang hanya dimiliki oleh kaum kerajaan. Tapi referensi lain menyebutkan reiki berasal dari Jepang, dan telah dipelajari serta dimanfaatkan sejak bertahun lampau. Baiklah, kita abaikan dulu soal dari mana muasal reiki. Kita cari tahu, bagaimana orang memanfaatkan reiki untuk kesehatan.


Reiki dan Tubuh Manusia

Rei" punya makna alam semesta. Sedangkan "ki" artinya energi kehidupan.  

Dalam teori penyembuhan holistik disebutkan bahwa manusia dapat hidup dengan sehat bukan hanya karena asupan makanan dan minuman, namun juga "ki". Jika sirkulasi energi kehidupan dalam tubuh eterik mengalami gangguan dampaknya akan buruk terhadap tubuh fisik. Maka proses penyembuhan pun tak hanya menyasar fisik namun juga tubuh eterik. 

Bicara tentang tubuh manusia, ada beberapa versi yang menyebut soal lapisan. Ada yang mengatakan 7 lapisan, sesuai dengan jumlah cakra, ada yang menyebut 9, ada pula yang mengatakan hanya 6, bahkan 4. 

Kalau versinya hipnoterapis klinis, Widya Saraswati, seperti dikutip Liputan 6 online, terdapat 6 lapisan pada tubuh manusia. 

1. Tubuh fisik. Tubuh fisik manusia adalah badan biologis yang dilengkapi dengan indera ragawi yang dapat merasai. Badan inilah yang digerogoti oleh berbagai macam penyakit. Badan yang fana. Mati. Tidak abadi.

2. Tubuh eterik. Lapisan ini yang paling dekat dengan tubuh fisik, sekitar seperempat hingga 2 inci di luar tubuh. Denyutnya akan terlihat sekitar 15-20 menit dalam warna kebiruan atau keabu-abuan. Tubuh eterik terbentuk dari eter atau energi kehidupan. 

3. Tubuh emosi. Lapisan ini berada 1-3 inci dari tubuh fisik. Bentuknya serupa awan yang mengelilingi tubuh fisik, yang berubah sesuai emosi yang dialami. Emosi berfrekuensi tinggi seperti cinta, kejujuran, kegembiraan akan terlihat bening, dan terang bercahaya. Sebaliknya, frekuensi rendah akan memunculkan nuansa gelap.

4. Tubuh mental. Lapisan ini berada 3-8 inci dari lapisan tubuh, merupakan badan kesadaran yang dibentuk oleh jiwa (pikiran, perasaan). Lapisan tubuh mental ini lazimnya berwarna kekuningan, mulai dari sekitar area kepala dan bahu, lalu menyebar ke tubuh bagian bawah. Warna kuning akan terlihat lebih cemerlang saat tubuh berfokus pada aktivitas mental. 

5. Tubuh astral. Lapisan ini merupakan jembatan menuju ke wilayah spiritual. Lapisan berwarna pelangi ini disebut juga sebagai badan kesadaran. Cakupannya ada di sekitar 6 inci dari tubuh fisik.

6. Tubuh spiritual. Tubuh spiritual atau tubuh cahaya merupakan esensi dari percikan ilahi. Ia adalah akar dari kesadaran dan batin atau jiwa. 

Baca juga: Stoikisme dan Upaya Melakoni Hidup Lebih Baik

Berbeda dengan Widya Saraswati, situs Reiki Asia menyebut tubuh manusia terdiri dari tujuh lapisan. Intinya lebih kurang sama, dengan detaol penggambarannya seperti ilustrasi di bawah.



Penyembuhan Melalui Terapi Reiki

Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan pada peristiwa-peristiwa emosional, seperti kesedihan, kegembiraan, kemarahan, ketakutan. Pada skala tertentu dan kurun waktu tertentu, berdampak kepada sakit fisik. Banyak yang meyakini reiki dapat membantu penyembuhan gangguan emosi maupun penyakit fisik lainnya. Dengan terapi reiki, ketegangan berlebihan akibat stres dapat diturunkan. Reiki dapat merangsang sistem kekebalan tubuh, mendukung kesehatan orang yang sedang melakukan perawatan medis seperti pembedahan, kemoterapi, dialisis ginjal, dan radiasi. Pun membantu penyembuhan jaringan dan tulang akibat cedera atau setelah operasi.

Setiap aliran, atau perguruan, atau komunitas reiki memiliki tata cara dan jenis terapi masing-masing. Secara prinsip sama, yakni menyalurkan energi "ki". Penerapannya yang berbeda. Misalnya dengan mengucapkan mantra tertentu, atau mengakses simbol tertentu,

Aku coba ambilkan beberapa contoh teknik dari kelompok Kundalini Reiki.

1. Healing 

Teknik penyaluran energi untuk penyembuhan pasien, dengan cara menempelkan kedua belah tangan di pundak pasien, alirkan energi sekitar 3-5 menit. 

2. Distance Healing 

Teknik penyembuhan jarak jauh yang dilakukan dengan visualisasi “nama & tubuh pasien” di kedua telapak tangan. Alirkan energi sekitar 3-5 menit. 

3. Cleansing Room/House

Pembersihan sebuah lokasi beruapa rumah tinggal atau jenis tempat tertentu dengan visualisasi. Alirkan energi sekitar 3-5 menit, dan lakukan secara rutin setiap 14 hari. Ini merupakan teknik penyembuhan jarak jauh.  

4. Healing The Carmic Band 

Gunanya untuk memperbaiki relasi antar seorang dengan lainnya. Caranya dengan meniatkan relasi yang akan diselaraskan, atau dengan teknik writing release, yaitu menuliskan situasi yang akan dibentuk ke telapak tangan (secara virtual).

5. Situation/Qualities Healing 

Memperbaiki suatu kondisi, misalnya sifat buruk manusia. Teknik sama dengan Carmic Healing.

Poin di atas hanya beberapa contoh saja. Testimoni terkait kesembuhan melalui terapi reiki ini sudah banyak kita dengar. Namun, di sisi lain, tak sedikit pula yang mencerca. Para pengritik menyebut model terapi ini bertentangan dengan pemahaman saat ini tentang hukum alam. Bahkan sementara kalangan ilmuwan menyebutkan tidak ada penelitian yang menunjukkan reiki bermanfaat bagi kesehatan. Bagaimana kalau menurut Anda? 

Baca juga: Kesadaran Spiritual, Hidup dalan Perspektif Baru