Kesehatan Mental dan Skala Hawkins

Mental health atau kesehatan mental belakangan hari menjadi isu yang lebih terbuka dibicarakan. Tampaknya makin disadari pentingnya kesehatan mental demi keberlangsungan kehidupan personal maupun sosial yang lebih positif. Psikiater asal Amerika Serikat, David R. Hawkins memperkenalkan Skala Hawkins untuk mengukur level kesadaran diri manusia. Dengan terus melatih tingkat kesadaran, kita dimampukan untuk menjalani hidup apa adanya, mampu menerima, menyelami, untuk kemudian menyelaraskan setiap peristiwa kehidupan yang kita jumpai. 



Baca juga: Doa, Meditasi, dan Vibrasi Energi

Sebelum sampai pada pengenalan akan level kesadaran, satu hal mendasar yang penting adalah kesadaran kita dalam memahami kondisi mental diri sendiri. Menyadari diri sedang mengalami gangguan kesehatan mental merupakan langkah awal yang penting sebelum mencari solusi lanjutannya. Karena tak sedikit orang yang menegasi dirinya sedang bermasalah dengan mentalnya. 


Berkenalan dengan Skala Hawkins

Pernah dengar nama David R. Hawkins? Ia adalah seorang psikiater, dokter, sekaligus peneliti dan dosen yang sudah menerbitkan sejumlah buku terkait kesehatan mental dan dunia metafisika. Salah satunya yang terkenal adalah Power vs Force, yang diterbitkan pertama kali pada 1994. Buku yang judul lengkapnya Power vs Force: An Anatomy of Consciousness, The Hidden Determinants of Human Behavior ini merupakan hasil riset Hawkins selama dua dekade terkait level atau tingkat kesadaran diri manusia. Tingkat kesadaran ini terkait langsung dengan emosi yang dihasilkan. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan menjadi best seller global.

Hawkins membuat tabel emosi pada manusia yang terdiri dari 17 tingkatan. Masing-masing tingkat memiliki nilai dengan satuan hertz yang adalah unit ukur frekuensi.

Seperti terlihat pada tabel, Hawkins membagi level kesadaran dalam dua wilayah, Force dan Power. Dua wilayah ini menunjukkan posisi mental, emosional, dan spiritual kita. 

Seperti terlihat pada gambar, posisi Force yang berada warna kuning berisi orang-orang yang memiliki getaran di bawah 200 hertz. Yang berada di wilayah ini adalah orang-orang yang penuh dengan rasa malu (ashamed, 20 hz), merasa bersalah (guilt, 30 hz), berduka, penuh ketakutan, penuh hasrat, mudah marah, hingga gemar membanggakan diri (175, hz). 

Menuju ke atas adalah wilayahnya kekuatan, Power. Menurut tabel LoC Hawkins, mereka dengan vibrasi di atas 200 hertz ini adalah orang-orang yang memiliki magnet kasih lebih besar dibandingkan di wilayah Force. Mereka dengan frekuensi makin tinggi akan memancarkan energi positif. Mulai dari keberanian, netral, kemauan, penerimaan, bernalar, penuh welas asih, sukacita, kedamaian, hingga pencerahan. 

Jika kita perhatikan, pada titik 200 adalah keberanian. Ini menyiratkan, untuk menuju level frekuensi yang lebih tinggi dibutuhkan keberanian. Keberanian untuk menjadikan diri sendiri lebih baik. Di level lebih atas lagi, ada love, cinta. Pada titik ini, kita dapat menyaksikan adanya kesatuan di mana-mana, melihat sempurnanya penciptaan di mana-mana. Yang menarik, level love didahului oleh reason, kesadaran dalam melihat segala sesuatu secara objektif. Untuk melakukan lompatan level ini dibutuhkan upaya sadar untuk meng-upgrade diri. Dan itu butuh latihan. 

Baca juga: Empati dan Seni Berkomunikasi


Upaya Meningkatkan Level Kesadaran

Ada cukup banyak referensi yang menyebutkan cara atau langkah-langkah dalam menaikan frekuensi. Tinggal dicari saja yang sekiranya pas. Misalnya, bagi kalangan relijius bisa melatihnya dengan membaca kitab suci dengan lantunan suara atau menyenandungkan lagu-lagu rohani dengan sepenuh kesadaran yang dapat menaikkan frekuensi.

Membersihkan lingkungan kita tinggal merupakan salah satu hal yang disarankan. Mendata ulang barang-barang yang kita miliki, ambil secukupnya yang dibutuhkan dan sisanya bisa dijual atau diberikan kepada orang lain. Memberi melahirkan sifat positif. Menyisihkan barang-barang yang sebetulnya tak dibutuhkan dapat menjauhkan kita dari kemelekatan. 

Melakukan aktivitas fisik atau berolah raga. Ada hormon-hormon yang dapat menigkatkan energi posistif saat kita berolah raga. Hormon endorfin, misalnya, yang dapat membantu kita menghalau stres dan mengurangi rasa sakit. 

Membaca buku atau menonton film juga dapat dijadikan pilihan. Mbak Maria, blogger Surabaya juga pernah membuat catatan khusus tentang manfaat membaca buku untuk menjaga kesehatan mental. Untuk tema dan genre bisa menyesuaikan saja. Buatku sendiri, membaca buku selalu membahagiakan. Paling-paling, ketika suasana hati sedang tak cukup baik, ambil pilihan tema yang menggembirakan. 

Melakukan meditasi. Tak sedikit orang yang --belum apa-apa, khawatir duluan mendengar kata meditasi. Ada yang menganggap bertentangan dengan nilai agama, ada pula yang melihat meditasi sebagai aktivitas yang sulit. Padahal, sesungguhnya, inti dari meditasi adalah menyadari napas. Dalam durasi waktu yang bisa menyesuaikan,  5 menit, 10 menit, 30 menit, atau dalam kurun lebih panjang sesuai kebutuhan. 

Caranya, ambil posisi duduk bersila, dengan pola mudra menyesuaikan kebutuhan. Ambil dan buang napas dengan perlahan, sewajarnya. Sadari keber-ada-an diri, mulai dari ujung kaki hingga kepala bagian atas. Selanjutnya, ikuti perjalanan napas. Inhale. Exhale. Sangat mungkin kita terdistrak oleh banyak hal. Tak menjadi soal. Tinggal ajak kembali batin kita untuk menyadari keluar-masuknya udara dari hidung. 

Bagaimana, sudah siap untuk melakukan kenaikan level kesadaran? Yuk, kita coba sama-sama. Barangkali masing-masing kita punya borok yang berpengaruh besar terhadap kesehatan mental kita. Tapi mari kita berani untuk melampaui segala kekhawatiran dan ketakutan itu, dan menyatu dalam energi penuh cinta.

Namaste. 


Baca juga: Stoikisme dan Upaya Melakoni Hidup yang Lbeih Baik

No comments