Sugeng Tindak, Pak Jakob Oetama..

Sebagai penyiar Radio Sonora Bandung, saya menjadi bagian dari keluarga besar Kompas Gramedia. Meski hanya sebagai penyiar freelance, dan meski tak pernah berjumpa langsung dengan Pak Jakob, tetap saja, kepergiannya memunculkan rasa kehilangan. Karena Jakob Oetama bukan semata pemimpin dan pendiri Kompas Grup, namun sosok yang dapat dijadikan teladan oleh semua yang berkecimpung di dunia media.



Ya, hari ini (Rabu, 9/9/2020), Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama berpulang. Kabar pertama saya temukan di wag kampus, kawan-kawan seangkatan. Sebagai pembelajar kajian jurnalistik, nama almarhum tentu saja sangat akrab buat kami. Jauh sebelum saya bergabung dengan grup Kompas. Langsung cari beberapa sumber berita. Termasuk rilis yang dibagikan Corporate Communication Director Kompas Gramedia, Rusdi Amral. Cek di media sosial, beberapa kawan membagikan kenangan bersama almarhum. Di antaranya tersebutkan, Jakob sempat dalam perawatan tim medis RS Mitra Keluarga Kelapa Gading hingga menghembuskan nafas terakhir pada pukul 13.05, pada usianya yang ke-88 tahun. 

Mengutip catatan Trias Kuncahyono, Jakob pernah berujar kalau keberadaan Kompas adalah providentia Dei. Penyelenggaraan Allah. “Saya seorang wartawan, bukan pengusaha. Saya pernah menjadi guru, dan sampai sekarang tetap seorang guru. Mas tahu kan, dalam providentia Dei ada pemeliharaan, ada perlindungan, ada penyertaan, dan jangan lupa ada campur tangan. Ya, campur tangan Tuhan. Itulah providentia Dei. Dan, Kompas bisa menjadi seperti sekarang ini karena providentia Dei.” Demikian kutipan di triaskun.id

Jakob Oetama memang seorang guru. Profesi guru pernah dilakoninya, yakni sebagai pengajar di SMP Mardi Yuwana Cipanas, Sekolah Guru Bagian B (SGB) Lenteng Agung Jagakarsa, dan SMP Van Lith Jakarta. Memang cita-citanya sedari belia, menjadi guru seperti ayahnya. Sementara minatnya menulis tumbuh berkat belajar Ilmu Sejarah. Saat mengajar SMP, ia mengikuti Kursus B-1 Ilmu Sejarah hingga lulus. Mengikuti minatnya, Jakob melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Jurusan Ilmu Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada hingga tahun 1961. Pekerjaan bidang jurnalistik diawali Jakob sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta. Pada 1963, bersama Petrus Kanisius Ojong (alm), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia. Yang menonjol dari seorang Jakob adalah kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaan. Hal yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pada 1965. 


Tahun demi tahun berjalan, dan Kompas Gramedia kemudian berkembang menjadi bisnis multi-industri. Namun Jakob Oetama masih menyebut dirinya sebagai wartawan. Menurutnya, “Wartawan adalah Profesi, tetapi Pengusaha karena Keberuntungan.” Memang, semasa hidup, Jakob Oetama dikenal sebagai sosok sederhana. Ia selalu mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme. Di mata karyawan, Jakob dipandang sebagai pemimpin yang ‘nguwongke’, dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. Almarhum berpegang teguh pada nilai Humanisme Transendental yang dijadikan pondasi Kompas Gramedia. Idealisme dan falsafah hidupnya telah diterapkan dalam setiap sayap bisnis Kompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia. 

Jakob Oetama menerima banyak penghargaan semasa hidupnya. Di antaranya Bintang Mahaputra Kelas III (Bintang Utama) pada masa pemerintahan Orde Baru. Ia menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada 2003. Lifetime Achievement Award ia dapatkan dari lembaga dalam dan luar negeri. Dari Pemerintah Jepang ia menerima Bintang Jasa The Order of The Rising Sun dan Gold Rays with Neck Ribbon. Dan masih banyak yang lainnya. 


Selamat jalan, Pak Jakob... selamat berpulang...


14 comments

  1. Beberapa kali mengikuti acara di Kompas Gramedis sebagai blogger tapi sudah enggak rejeki bertemu dengan Pak Jo. Legenda pers Indonesia yang tak ada duanya. Selamat Jalan buat Beliau!
    Saya pengagum tulisannya saat masih ramai Kompas cetak dulu. Dan dari tangan dinginnya Kompas berkembang menjadi besar dan bed
    a seperti saat ini. Beritanya lebih ke esensi bukan sekedar cepet-cepetan atau kejar viral. Maka, sampai kini misalnya, saya masih setia langganan Intisari, Bobo...dan NatGeo-yang ada di bawah grup Kompas
    Sampai kini saya masih langganan Instisari, NatGeo dan bobo dari grup Kompas Gramedia.

    ReplyDelete
  2. Pak Jakob ini salah sath putera bangsa ya, sedih rasanya. Aku tidak tau banyak mengenai beliau tapi yang pasti beliau sudah memberikan banyak juga untuk negeri. Semoga beliau ditempatkan yang terbaik.

    ReplyDelete
  3. Nama Jakob Oetama memang tidak bisa dipisahkan dari dunia publisistik Indonesia kak.. beliau sangat menginspirasi. Semoga wartawan muda banyak yang mencontoh semangat beliau. Selamat jalan pak Jakob Oetama..

    ReplyDelete
  4. Jujur saya baru tahu tentang beliau karena namanya jadi trending topic di twitter. Ternyata kiprah almarhum sangat besar ya di dunia jurnalistik/media. Semoga almarhum tenang dan damai di sisi-Nya.

    ReplyDelete
  5. Begitu banyak yang kehilangan akan sosok yang sangat berkarakter kuat ini ya Mbak Dhenok. Semoga segala pesan kebaikan beliau selalu dikenang diamalkan oleh semua yang mengenal beliau.

    ReplyDelete
  6. Menarik nih, dan sepertinya cuman saya nih yang baru ngeh mengenai bapak Jakob.

    Suka banget dengan pemikirannya bahwa Wartawan adalah Profesi dan Pengusaha karena Keberuntungan.
    Idealis yang manis sehingga integritas wartawan tetep terjaga :)

    ReplyDelete
  7. Aku setuju, Pak JO adalah tokoh panutan di dunia pers. walau nggak pernah jadi bagian KKG, tapi aku merasa tumbuh besar bersama media yang dibesarkan Pak JO. Intisari itu majalah favoritku, bahkan sampai sekarang. Dulu skripsi juga menjadikan berita Kompas sebagai objek penelitian. Paling suka dengan prinsipnya yang memanusiakan manusia itu. Ikut sedih atas kepulangan Pak JO.

    ReplyDelete
    Replies
    1. oya? saya dari kmrn nginget2..pernah ketemu langsung ga ya. dulu waktu kuliah sempat kunjungan lapangan ke kompas. tp ga inget, ketemu apa engga waktu itu.

      Delete
  8. Sugeng tindak, Pak. Semoga semua amal ibadah panjenengan diterima Gusti Allah SWT dan mengantarkan ke posisi terbaik. Aamiin ya rabbal aalamiin

    ReplyDelete
  9. Ah, Pak Jakob emang luar biasa banget. Seumur hidup baru sekali ketemu beliau, ketemuan yang sangat spesial dan intimed karena harus bikin video beliau.

    ReplyDelete
    Replies
    1. keren, kang ali. video buat program apa? masih ada?

      Delete
  10. Selamat jalan pak Jakob. Semoga dunia jurnalistik menjadi lebih baik lagi kedepannya dengan asas provintea dei

    ReplyDelete
  11. Pak Jakob, wartawan yang begitu berjasa di dunia jurnalistik Indonesia. Semoga walaupun jasad beliau telah tiada, semangat beliau tetap terpatri pada diri para wartawan muda.

    ReplyDelete