Imelda Rosalin, Tetap Bersinar Meski Tak Seterang Kedua Adiknya

Mengenal piano sejak masa bocah, ia seolah tak tak terpisahkan dari dunia musik. Di antara range pengetahuan dan pengalaman yang terbilang luas; dari dunia akademis hingga aktivis, kegiatan bermusiknya tak pernah lekang. Imelda Rosalin, seorang arsitek yang jago bermain piano. 
 
Imelda Rosalin, foto pinjem Kompas.id
Kiprahnya di bidang musik bisa jadi tak sepopuler kedua adiknya, Dewi Lestari dan Arin (Mocca). Tapi di lingkungan musik jazz, Imel-demikian dia akrap disapa, bukanlah nama asing. Mulai belajar piano sejak di bangku sekolah dasar (hingga 13 tahun kemudian), tentulah kemampuan Imel tak perlu diragukan lagi. Imel pernah bermain dengan sejumlah nama musisi jazz kenamaan, seperti bersama maestro jazz Bubi Chen, atau bersama Imam Pras dan Bambang Nugroho. Selain memiliki band dengan namanya sendiri, Imel Rosalin and Friends, Imel juga tercatat sebagai anggota kelompok musik jazz Bandung, Bhaskara 2008 dan menjadi pianis dan vokalis untuk Salamander Big Band, kelompok musik jazz ensembel yang juga lahir di Bandung.

“Kalau dibandingkan Dewi atau Arin, karir musik saya memang di situ-situ aja,” aku Imel yang tampak  memahfumi anggapan umum. Menurut Imel dibanding kedua adiknya, dirinya memang lebih fokus ke dunia akademis. Perihal inilah yang jarang diketahui publik.

Lulus jurusan Arsitektur pada tahun 1995, Imel langsung ditawari menjadi asisten dosen. Bukan hanya itu, ia juga direkomendasi untuk mendapatkan beasiswa S2 karena kampus almamaternya, ITB, melihat ada potensi pada diri Imel. Maka saat wisuda S1 pun belum dilaksakanakan, Imel sudah tergabung di jajaran asisten dosen jurusan Arsitek ditambah dengan kuliah S2 untuk jurusan ‘Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitek’. Masa kuliah S2 agak tersendat karena peristiwa reformasi di tanah air. Namun masa inilah yang mempertemukannya dengan dunia asik lain yang kemudian diterjuninya, dunia Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Imel pun menjadi bagian dari sebuah LSM yang bergiat di human right. Lebih khusus Imel menggarap issue ‘anti diskriminasi’. Yang unik, saat Gus Dur menjadi presiden dengan berbagai kebijakannya, pihak donor menarik dananya. Alasannya: persoalan human right di tanah air mulai membaik. Mereka (pihak pendonor) menawari Imel untuk bergabung di isu Pemilu dan Perempuan. Ia tak tertarik.

Mundur dari dunia LSM, rupanya membawa Imel ke dunia musik yang lebih serius. Meski selama masa kuliah S1-S2 lalu terjun sebagai aktivis, urusan musik jalan terus. Bermain piano dan menyanyi di berbagai kesempatan. Tapi tawaran kali adalah untuk produksi televisi.

“Waktu itu kan banyak nganggur. Kakak, Key Mangunsong datang, nawarin bikin lagu untuk soundtrack sinetron.” Antusias dan memiliki banyak waktu, tuntaslah lagu pesanan. Lagu karya Imel menghiasi sinetron bertajuk ‘Strawberry’. Yang awalnya hanya diperlukan satu lagu, lalu muncul permintaan berikutnya untuk mewarnai garapan yang sama. Alhasil, lagu-lagu itu kemudian dikompilasi dalam sebuah album, Di Ladang Strawberry. Di album ini, selain dibantu beberapa teman, Imel total terlibat. Bahkan ia bukan hanya bermain piano dan menyanyi, tapi sekaligus memainkan akordeon, flute, dan pianika. 

Urusan produksi musik hanya berhenti di situ. Sebetulnya namanya sempat masuk nominasi AMI Award dan Festival Film Bandung. Tapi ia tak teruskan. Panggilan tugas sebagai aktivis datang. Saat itu ia sudah kembali bergabung dengan sebuah LSM dan memberinya penugasan ke luar negeri. Bukan hanya musik, dunia pengajaran pun terpaksa ia tinggalkan. Namun tampaknya ia juga tak bisa meninggalkan dunia akademis begitu saja. Saat pekerjaannya sebagai arsitektur demikian kental ia jalani, ada semacam kegelisahan yang membuatnya perlu kembali ke kampus. Diputuskannya untuk mengambil studi S3. Masih di kampus ITB, dengan kajian Planologi.  

Demikianlah seorang Imel yang berani menghadapi aneka tantangan. “Berani ini buatku kemampuan menghadapai perubahan, menolak keadaan statis, mencoba membuka jalan menuju ke depan..lalu mengeksekusinya. Eksekusi melangkah itu butuh keberanian,” tandasnya. 

Hingga kini, single mother dengan anak yang duduk di bangku SMP ini masih menekuni berbagai dunia. Demi kebutuhan keluarga kecilnya, masa depan, tugas kemanusiaan, dan memanfaatkan keilmuannya di tengah masyarakat. Bersama timnya, kini Imel menggarap beberapa projek arsitektur dan yang bersentuhan dengan tata kota. Baik sebagai konsultan arsitek pribadi maupun menggarap program-program yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung.

*sudah tayang di SundayPeople

No comments