Seandainya Aku (Bisa) Berlibur (ke Wonosobo)

Kenapa "seandainya"? Ya, karena aku belum bisa berlibur. Jadi, mari berandai-andai. Kubayangkan, berandai-andai bisa menjadi sesuatu yang asik. Seandainya aku bisa berlibur ke Raja Ampat. Seandainya aku bisa berlibur ke Karimun Jawa. Seandainya aku bisa berlibur ke Nusa Penida. Seandainya aku bisa berlibur ke Bukit Tinggi. Seandainya aku bisa berlibur ke Ternate. Kaaan, dalam sekian detik aku bisa berada di lima lokasi 😀 Tapi, kali ini aku tak mau berandai-andai. Aku mau membayangkan langsung saja untuk berlibur ke area perbukitan Wonosobo. 

Baca juga: Jelajah Taman Buru Sigit Kareumbi

Aku memilih Wonosobo karena beberapa waktu terakhir nama kota ini menari-nari di benakku. Kubayangkan aku akan live in, mondok di rumah warga barang seminggu. Aku sering baca review hotel kawan-kawan blogger, seperti Mbak Annie Nugraha, atau Mbak Lia blogger bandung, seru dan menarik. Tapi untuk di daerah Wonosobo ini kok kepenginnya menyatu bersama warga. Mengikuti ritme hidup mereka, dan ikut aktivitas harian mereka. 


Kebun Kopi Wonosobo

Salah satu yang muncul dalam bayanganku saat berlibur ke Wonosobo adalah ikut pergi ke kebun kopi pagi-pagi. Ikut menyiangi tanaman-tanman liar, memupuk, memangkas ranting-ranting yang sudah mengering atau lapuk. Syukur-syukur kalau bisa ke lokasi saat musim panen. 

Pasti menyenangkan melihat proses tanam hingga panen kopi dari dekat, dengan mata kepala sendiri. Selama ini sebatas menikmati kopi dalam cangkir yang sudah terseduh. Mengomel kalau ada yang dirasa kurang srek. Padahal proses pengolahan kopi tak sederhana. Dan proses dari mulai penyiapan lahan, penanaman bibit, pemupukan, pemangkasan, jumlah terpaan cahaya matahari, hingga waktu panen mempengaruhi cita rasa kopi. Belum lagi proses pasca panen. Pemilihan metode pembersihan dan pengeringan, penyimpanan, roasting, hingga grinding berpengaruh terhadap cita rasa kopi yang kita sesap. 

Baca juga: Memang, Selera Kopi Tak Dapat Diperdebatkan

Untuk jenis kopi, mestinya kawasan Wonosobo bisa ditanami dua macam, baik robusta maupun arabika. Dataran tinggi Wonosobo terletak sekitar Gunung Sumbing dan Sindoro, yang secara hydrologis maupun geologis cocok untuk pengembangan kopi arabika. kawasan dengan luas lebih dari 98 ribu hektar ini memiliki tanah yang subur, yang cocok pula untuk berbagai tanaman lain nonkopi. 

Wonosobo juga penghasil kopi robusta. Aku bukan pengkonsumsi kopi robusta. Tapi kutemukan informasi tentang satu kawasan yang tampaknya layak untuk disambangi. Kawasan ini awalnya adalah kebun kopi robusta dengan luas 2 hektar. Letaknya di Dusun Banjaran Pojok, Kelurahan Kramatan, Kecamatan Wonosobo. Ada lebih dari 2000 batang tanaman kopi yang tak lagi produktif. Lahan ini tak lagi digarap setelah pemiliknya meninggal dunia. Nah, akhir-akhir ini sang ahli waris rupanya memanfaatkan lahan tersebut untuk menjadi tempat ngopi. Seru sepertinya, membayangkan ngopi di bawah tanaman kopi yang usianya sudah 70 tahunan. 


Kebun Tembakau Wonosobo

Seperti halnya kopi, tembakau memiliki keunikannya tersendiri. Proses penanaman, panen, pengirisan, penyimpanan, dll. itu sangat mempengaruhi citarasa tembakau. Khususnya di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, konon ada ciri khas tertentu dalam mengolah tembakau. Tembakau garangan. 

Baru kemarin aku mendengar istilah ini dan bertanya-tanya, garangan itu di mana. Eh, kok ya pas, hari ini berandai-andai berlibur ke Wonosobo. Apakah ini pertanda ada restu dari semesta? 😍 

Baca juga: Bali, Piodalan, dan Ritual Religi,

Ternyata, pertanyaan yang tepat bukan "garangan itu di mana" tapi "garangan itu (tembakau) apa". Karena istilah garangan bukan mengacu pada daerah tapi proses. Tembakau garangan adalah tembakau yang diolah dengan cara digarang. Prosesnya pun tradisional, yakni dengan menjemurnya menggunakan panas matahari cukup hingga layu, lalu diiris kecil, dipadatkan dalam batang bambu atau anyaman bambu, dan terakhir memanggangnya menggunakan tungku. Tembakau garangan ini telah dikenal sejak era kolonial.

Selain kawasan Dieng, ada cukup banyak desa di Wonosobo yang dikenal sebagai penghasil tembakau. Tapi kurasa cukuplah waktu seminggu untuk menjelajahi kebon kopi dan tembakau di daerah ini. Pasti ada banyak hal menarik dan pembelajaran di sana, selain harus bersiap dengan dinginnya cuaca.

Demikian per-andai-andaianku hari ini. Cukup setengah jam sudah merasakan segarnya dataran tinggi Wonosobo. Menghirup aroma tembakau, menyesap pahit dan asamnya arabika. Nah, kalau disodorin pertanyaan "seandainya bisa berlibur", kamu pengin berlibur ke mana?



No comments