Aku membeli Anak Rembulan saat mengikuti pelatihan daring penulisan novel. Rencananya ingin mengambil genre fantasi remaja. Ndilalah, kok ya, ndak jelas pelatihannya. Maksudnya, saiyahnya yang ndak jelas. Alasannya: bertumbukan dengan keruwetan kerja 😁 Tapi ya tidak menyesal tentunya sudah membeli buku karya Djokolelono ini. Kisah fantasi yang seru, yang mengingatkanku pada kisah masa kanak di kampung halaman.
Baca juga: Jangan Pelihara Kucing, Kerja Sama Perdana dengan Penerbit Epigraf
Petualangan Nono bukan petualangan biasa, melainkan petualangan dalam dunia yang berbeda. Petualangan yang mempertemukan Nono dengan tokoh-tokoh abad 16, masa ketika pasukan Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tiba di tanah Jawa. Nono juga sempat berada di kancah peperangan yang tak hanya adu senjata namun juga pertarungan kekuatan mistis. Bocah itu terperangkap dalam sebuah kisah muasal Gunung Kelud yang melahirkan dua tokoh legenda, yakni Pangeran Mahesasuro dan Lembusuro.
Perjalanan Berlibur Nono
Kisah diawali dengan Nono, si tokoh utama yang ingin melewatkan liburan sekolahnya ke kampung keluarga ibunya, Wlingi, sebuah kota kecamatan yang terletak di antara kota Malang dan Blitar, sekitar 165 km dari Kota Surabaya. Nono yang telah naik ke kelas 5 SD itu pun berangkat sendiri karena sudah dianggap cukup dewasa. Tujuannya pun mudah. Mbahnya, Mbah Sastro kebetulan punya warung makan di Stasiun Wlingi.
Nono suka berlibur ke kampung, tempat ia bebas bermain di alam, hal yang jarang ia temukan di kota. Ia pun bebas mandi di sungai, atau seharian bersepeda dari ujung desa ke ujung yang lain. Mbah Sastro juga sering memperbantukannya di warung.
Nah, dalam rangka membantu Mbah Sastro, Nono harus beli tahu ke tempat kakek buyutnya, Mbah Pur. Tak dinyana, perjalanan itu membawanya ke dalam petualangan lintas dunia. Menembus ruang dan waktu.
Nono pernah mendapatkan cerita dari kakeknya, di dekat Kali Njari terdapat pohon kenari yang sudah berumur. Batangnya menjulang, kokoh, dengan lubang besar di batangnya. Pada masa penjajahan Belanda, lubang tersebut dijadikan tempat persembunyian. Mbah Pur juga mengisahkan kawan semasa kecilnya, Trimo, yang menghilang.
Baca juga: Reviu Buku dan Tips Membuat Bookstagram
Dalam perjalanan menyusuri Kali Njari, Nono terpikir untuk singgah di area pohon kenari. Nono yang sejenak terlelap menjumpai keanehan. Situasi di sekitar pohon berubah total. Sepedanya menghilang. Nono makin dibuat bingung oleh kemunculan bocah berkulit legam. Pakaiannya tampak tak biasa. Badannya kurus. Anak itu mengajaknya bersembunyi. Keanehan makin menjadi dengan kemunculan seorang asing yan disertai prajurit pribumi. Pakaian para prajurit itu juga tampak aneh.
Pertempuran Demi Pertempuran
Pertemuan dengan orang Belanda hanyalah awal. Perjalanan berikutnya Nono malah dipertemukan dengan hal-hal di luar dugaannya. Peristiwa-peristiwa aneh yang ia jumpai setelah Nono membawanya melewati jalur rahasia. Jalur tersebut adalah milik gerombolan pencuri paling terkenal masa itu. Gerombolan Semut Hitam.
Keluar dari terowongan, Nono terlantar di perkampungan yang menjadikannya pembantu di warung milik Mbok Rimbi. Di tempat inilah Nono mendapat julukan Anak Rembulan. Istilah itu mengacu pada korban-korban Mbok Rimbi, yang mati saat purnama. Begitu pun Nono yang rencananya memang akan dijadikan tumbal. Untunglah ia mendapat pertolongan dari anggota Gerombolan Semut Hitam.
Masalah lain datang saat gerombolan itu ditangkap Ratu Merah. Nono pun kembali mendapatkan masalah, masuk ke kandang buaya, dalam arti yang sesungguhnya. Untunglah pertolongan datang di waktu yang tepat. Nono yang berhasil bertahan hidup diberi kesempatan oleh Sang Ratu untuk membela dan memakmurkan kerajaannya. Pada masa ini ia terlibat dalam pertempuran di sumur Jalatunda.
Baca juga: Pseudonim, Kisah Pertarungan Idealisme Dunia Penulisan
Legenda Gunung Kelud
Ada yang belum tahu legenda Gunung Kelud? Gunung Kelud, salah satu gunung yang diakrabi masyarakat Jawa Timur. Beruntung aku sempat mengalami terkena imbas letusan Kelud pada tahun 1990 (baca ceritanya di sini). Hingga kini Kelud termasuk gunung berapi yang masih aktif. Letusan terakhir, 2014 lalu sempat melumpuhkan beberapa wilayah sekitarnya.
Kalau menyebut Kelud, kita tak sekadar bicara soal gunung. Tapi juga tentang legenda. Ada legenda tentang seorang putri cantik jelita yang menjadi rebutan dua lelaki. Mereka adalah makhluk ajaib dengan perwujudannya berupa manusia dengan Kepala Sapi dan Kepala Lembu. Sang putri minta dibuatkan sumur atau tempat mandi sebagai syarat atas pinangan kedua orang tersebut. Rupanya sang putri sebetulnya tak memaui keduanya. Ketika proses pembuatan galian sedang berlangsung, dua orang yang dikenal sebagai Mahesasuro dan Lembusuro ini dikubur hidup-hidup. Suruhan sang putri yang melakukannya.
Ada banyak versi terkait kisah ini. Tapi semua kisah legenda itu menyebutkan, dua sosok yang marah itulah yang menyebabkan terjadinya letusan gunung berapi tersebut. Dalam novel ini, sang putri adalah sosok Ratu Merah. Ialah yang mengubur kedua paman beserta komplotannya tersebut ke dalam Sumur Jalatunda.
Baca juga: Petang Panjang di Central Park, Kumcer Bondan Winarno
Ada beberapa hal yang terasa ganjil dalam kisah yang dituturkan Djokolelono ini, namun lebih pada ketidaksinkronan informasi dan ilustrasi. Selebihnya, buatku seru-seru saja. Dan menarik, senang, mendapati kisah lokal yang mengambil tema fantasi. Perjalanan lintas waktu, lintas dimensi. Kurasa sangat sedikit yang mengambil genre ini. Yang suka membaca buku dan butuh referensi bacaan yang ringan tapi unik, bisa jadikan "Anak Rembulan" ini sebagai pilihan. Djokolelono menuliskan kisahnya dengan menyenangkan. Enak dibaca. Ia sungguh piawai mendongeng. Semoga Pak Djokolelono terus aktif melahirkan karya serupa.
Judul : Anak Rembulan (Gerombolan Semut Hitam)
Penulis: Djokolelono
Penerbit: Mizan, Cetakan I, Agustus 2011
Tebal: 350 halaman
No comments