Doa, Meditasi, dan Vibrasi Energi

Entah sudah berapa lama aku tak pernah mengatakan, "Doain, ya." Atau, "Aku doakan kamu baik-baik saja." Mengapa, tak percaya kekuatan doa? Bukan begitu. Tak ingin mengiyakan. Hanya ingin menyebutkan bahwa aku memilih cara yang lain. Bukan dengan doa. Pada intinya, aku meyakini Semesta mengenali apa yang kita inginkan bukan dari kalimat yang kita lafalkan, melainkan vibrasi energi yang kita keluarkan. Ini semata cerita soal pandangan dan pengalaman pribadi, tak bermaksud membuat teori, hipotesis, apalah ini dan itu. 



Baca juga: Apakah Kita Boleh Marah?

Dalam pembelajaranku yang masih cetek ini, ada beberapa hal yang kutemukan terkait doa. Memang, yang lebih disarankan kepadaku adalah bermeditasi, bukan berdoa. 


Doa dan Meditasi di Ranah Spiritualitas

Berdoa merupakan komunikasi satu arah. Kita berbicara kepada Tuhan. Sebaliknya, Tuhan tidak berbicara pada kita. Biasanya ada sederet permintaan atau permohonan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut. Sewaktu kecil, pendetaku mengajarkan untuk berdoa sedetail mungkin. Jika menginginkan sesuatu, sampaikan spesifikasi hingga sedetail-detailnya. Atau misalnya memimpikan pasangan, buatlah gambaran sosok yang diinginkan itu dengan rincian yang sampai sekecil-kecilnya.   

Berapa lama kita berdoa, bagaimana kalau doa tak kunjung dikabulkan? Biasanya kita disuruh bersabar. "Jangan putus berdoa, mintalah terus. Allah Maha Pemberi." Demikian lebih kurang kata pendetaku, dulu. 

Dalam kondisi yang tertekan --atas penyebab apa pun, muncullah aneka prasangka buruk. Rasa kecewa. Lali mempertanyakan keadilan Tuhan: mengapa si itu begini, saya tidak; mengapa si ono begono, kok saya begini-begini saja. Karena demikianlah, manusia punya banyak kebutuhan dan keinginan yang mereka pikir tak bisa direalisasikan tanpa kekuatan Yang Maha di luar dirinya. Tak heran kalau tema soal "kekuatan doa" ini menjadi salah satu yang banyak dituliskan dalam buku, atau dewasa ini diwartakan dalam banyak siniar. Orang ingin doanya manjur. 

Ujungnya sering kali tak jauh beda. Kebahagiaan karena merasa doa dikabulkan, atau kecewa karena merasa doanya sia-sia. 

Baca juga: Kesadaran Spiritual, Hidup dalam Perspektif Baru

Sementara meditasi mengajak kita untuk berhening. Masuk ke dalam diri. Meyakini bahwa ada Tuhan dalam diri kita. Maka terciptalah dialog, komunikasi dua arah. Tidak ada permintaan dalam meditasi. Yang ada hanyalah mendengar kata hati yang merupakan pengejawantahan dari Sang Hyang Widhi. Ada kebijakan yang disampaikan, soal hikmah dari berbagai peristiwa, jawaban dari hal-hal yang menjadi pertanyaan kita. Yang muncul kemudian adalah rasa syukur yang dalam dan kegembiraan yang menghangatkan. 

Sebetulnya ada beberapa model meditasi. Namun secara umum adalah proses memahami setiap peristiwa hingga mendapatkan pengertian semesta. Meditasi menjadi salah satu praktik dalam spiritualitas yang sebetulnya memiliki makna yang sederhana, yakni proses mengenali kesadaran. Berangkat dari kesadaran itulah kita bisa menyelaraskan diri, melepaskan diri, membebaskan diri, sekaligus menyatukan diri.

Pada beberapa titik, baik doa maupun meditasi lahir dari suatu kebutuhan yang sama, yakni keinginan untuk lebih bahagia. Jika doa bertujuan mencari pertolongan dari Tuhan atau sosok transenden di luar diri manusia, meditasi melihat lebih ke akar. Bahwa persoalan ketidakbahagiaan atau penderitaan kita tidak berasal dari luar, melainkan buah dari batin kita sendiri.

Meski demikian, tak sedikit kalangan religius yang mempraktikkan keduanya, doa dan meditasi. 

Mengutip Mingyur Rinpoche, praktik meditasi bisa dilakukan oleh siapa pun. 

Jika Anda religius, maka meditasi akan membuat kehidupan doa Anda menjadi lebih khusyuk, eling, dan bertumbuh dalam welas asih dan kebijaksanaan.

Baca juga: Stoikisme dan Upaya Melakoni Hidup yang Baik


Manifesting Keinginan melalui Vibrasi Energi

Semesta tidak mengenali niat, hasrat, maupun keinginan kita. Semesta mengenali vibrasi energi kita. Ini yang kita kenal dalan teori dan prinsip Law of Attraction (LoA).

LoA adalah keyakinan bahwa Semesta akan menyediakan apa yang kita butuhkan. Dalam teorinya, alam semesta ini adalah sebuah getaran yang konstan. Apa yang ada di sekiling kita bergetar dalam satu frekuensi. Otak manusia memiliki kemampuan untuk menyerap semua getaran lalu mengubahnya menjadi realita. Otak mengeluarkan gelombang energi ke alam semesta, lalu energi itu akan dikembalikan kepada kita. 

Alam semesta akan mengantarkan kita untuk mewujudkan apa yang kita inginkan. Bagaimana caranya? Ada banyak catatan yang dapat kita temukan terkait cara mewujudkan keinginan melalui vibrasi energi kita. Termasuk tips berikut ini dari seorang kawan praktisi yang bisa dicoba:

1. Fokus, lakukan visualisasi hal yang diinginkan.

2. Lakukan aksi untuk mencapai hal yang diinginkan.  Pikiran dan perbuatan mesti sinkron dan selaras. 

3. Lakukan visualisasi lagi, bayangkan diri kita sudah menerima atau meraih yang diinginkan.

4. Berperilakulah seolah sudah menerima atau meraih yang diinginkan.

5. Lepaskan, kirimkan intensi pada semesta, percaya bahwa semua sedang berproses. Iklaskan.

6. Tunjukkan rasa terima kasih kepada Semesta, Tuhan, atau sosok apa pun yang kita muliakan. Bersyukur.

Hal yang penting yang perlu kita penuhi adalah memastikan bahwa kita berada dalam vibrasi energi yang tinggi. Artinya, hati kita dipenuhi dengan rasa syukur, cinta, damai, puas, dan menikmati hidup. Jika vibarasi rendah, seperti hati dipenuhi rasa terhina, tidak berharga, tidak puas berlebihan pada diri dan keadaan, putus asa, iri dengki, sombong, marah, maka manifestasi akan lebih sulit tercapai. Nah, yang terakhir ini aja sudah akan jadi PR besar, kan?

Baca juga: Aleph, Kisah Perjalanan Menemukan Diri

Namun, terlepas segala doa dan manifestasi itu berhasil atau tidak, bahwa kita bernapas saja merupakan hal yang patut disyukuri. Rasa syukur yang memampukan kita untuk senantiasa berusaha merayakan hidup. 

Namaste.


No comments