“Emang masih ada koperasi ya, Mbak,
di sekitaran kita?” Begitu pertanyaan balik seorang kawan muda saat saya
tanyakan tentang keikutsertaannya dan apa yang diketahuinya tentang koperasi.
Tak hanya seorang yang memberikan jawaban serupa. Saya mencoba mengajukan
pertanyaan tentang koperasi ini kepada beberapa kawan pada rentang usia
milenial dan generasi X.
Aaaaahhhh...ga gaul aja itu kaliiiii! Bisa jadi iya, bisa juga tidak. Tapi
faktanya, jawaban senada saya dapatkan juga dari responden lainnya.
Beberapa Fakta
Pemahaman dan Pengenalan Orang Tentang Koperasi
Dari kalangan milenial, saya memilih responden
beberapa kawan dengan latar belakang bervariasi: ibu rumah tangga, pekerja
swasta, yang baru lulus kuliah, dan pekerja media. Dari sepuluh orang yang
memberikan respon, hanya satu orang yang menjadi anggota koperasi. Itu pun
karena diwajibkan sebagai karyawan kantor. Selebihnya bukan anggota, dengan
alasan rata-rata:
1.
Tidak tahu harus masuk koperasi mana
2.
Tidak menarik
3.
Tidak pernah mendapatkan informasi baru tentang
koperasi
Seorang kawan yang saya mintakan
komentar dari anak-anaknya (generasi Y-Z) memberikan jawaban: “Mereka bilang
gak keren! Gak bisa gesek, gak ada kartunya, gak ada aplikasi mobile banking,
isinya nu geus kolot (pengurusnya tua-tua, red), urusannya simpan pinjam
doang.”
“Saya hampir lupa kalau di negara ini
ada yang namanya koperasi. Padahal dulu liputannya cukup sering ke dinas
koperasi,” ungkap kawan lain, mantan wartawan sebuah harian bisnis terkemuka di
tanah air.
Hal yang saya temukan pada responden generasi
X tak jauh beda. Hanya 3 dari 13 yang menjadi anggota koperasi. Dari tiga orang
tersebut, seorang menjadi anggota karena tergabung dalam koperasi karyawan, sedangkan
dua orang lainnya bahkan terlibat aktif. Seorang menjadi ketua, seorang lagi
masuk tim pengawas. Ada 3 orang yang sebelumnya menjadi anggota, lantas
mengundurkan diri.Alasannya, seorang karena alasan resign sebagai
karyawan dan dua orang karena pengelolaan koperasi tak bagus. Selebihnya, tak
menjadi anggota dengan alasan:
1.
Tak tahu harus masuk ke koperasi mana
2.
Tidak ada koperasi di sekitar area tinggal
3.
Tidak percaya dengan koperasi
Seorang kawan di Cirebon
menceritakan, tahun 70-an ada sebuah koperasi yang berjaya. Sekarang sudah
mati, benar-benar mati. “Baru-baru ini malah ada kasus koperasi yang melibatkan
banyak orang. Bagaimana bisa percaya?” tandasnya.
Make
sense bukan? Jaminan
keamanan menjadi kebutuhan semua orang.
Seorang kawan lain, ibu dari anak
generasi Z malah membuat kesimpulan: “Budaya koperasi teh kayanya ga
cocok buat milenial.” Nah lho!
Koperasi dan
Generasi Milenial
Biro Pusat Statistik (BPS)
memperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada rentang usia 20-39 tahun pada
tahun 2020 akan ada di kisaran 84 juta orang atau sekitar sepertiga jumlah
penduduk Indonesia. Bersamaan dengan itu, ekonomi digital juga mengalami perkembangan
yang luar biasa. Sementara, penggunaan internet aktif pun diperkirakan telah mencapai
137 juta penduduk.
Pada sisi lain, kita tahu generasi milenial
memiliki kepekaan sosial. Generasi ini mau memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat. Hal ini sejalan dengan azas koperasi, memberikan dukungan kepada
mereka yang membutuhkan demi terciptanya kesejahteraan bersama. Kondisi ini
seolah langsung membawa kita pada muara: generasi milenial adalah kunci!
Kalangan perbankan telah demikian masif
melakukan sosialisasi untuk menggaet generasi milenial. Transaksi dapat
dilakukan secara online, cepat, mudah, tanpa birokrasi yang seringkali dinilai
terlalu berbelit. Aneka materi edukasi terkait investasi ditayangkan di media
sosial dengan menyesuaikan karakter generasi milenial.
Tentu saja tak dapat dilakukan
perbandingan secara langsung, tidak apple to apple. Tapiiii...di era
industri 4.0, koperasi dapat berharap banyak.
Ketua Umum Asosiasi Start Up Teknologi
Indonesia (Atsindo) Handito Joewono meyakini, Koperasi dan UKM 4.0 dapat
menarik anak-anak muda untuk ikut berkoperasi karena berbasis teknologi.
"Tidak perlu khawatir dengan penerapan
Koperasi 4.0. Jika pada koperasi konvensional pertemuan harus secara fisik dan
tanda tangan basah, maka pada koperasi jaman digital pertemuan bisa dilakukan
secara online dengan tanda tangan digital. Kan sekarang sudah banyak juga yang
melakukan cara seperti itu," kata Handito seperti dikutip Tribun
(25/4/2019).
Salah satu produk koperasi digital yang
menarik dapat dicek di cooprasi.id, aplikasi yang diterbitkan Multi Inti Sarana.
Cerita Dari
Lampung
Sebuah pengalaman menarik saya
dapatkan dari salah satu responden, kawan di Lampung. Yuli Nugrahani, karyawan Keuskupan
Tanjungkarang baru saja didapuk sebagai salah satu pengawas Kopdit Mekar Sai,
Lampung.
Kopdit Mekar Sai telah menerapkan
sistem digital. Kegiatan mengecek saldo, transfer dari dan ke bank, top up
e-money, pembayaran fasilitas umum, dll, dapat dilakukan dalam genggaman. Aplikasi
ini telah digunakan sejak April 2019.
“Belum tahu persis pengaruh
signifikannya untuk penambahan anggota. Tapi ini menjadi salah satu cara untuk
menggaet orang muda. Bukan hanya sebagai pengguna tapi juga sebagai mitra,”
ungkap Yuli.
Selain pemanfaatan teknologi,
sosialisasi face-to-face juga dilakukan. Saat ini menurut Yuli, timnya
sedang menyasar koperasi-koperasi mahasiswa di Lampung, kelompok-kelompok orang
muda, dan unit-unit kegiatan yang ada di kota ini. Hal menarik lain yang
dilakukan oleh tim Kopdit Mekar Sai adalah menjalin kerjasama dengan pihak
lain.
Pada pertengahan bulan yang lalu
(Minggu (13/10), Kopdit Mekar Sai menggelar sebuah talk show tentang startup.
Kegiatan yang merupakan kerjasama dengan Siger Innovation Hub ini merupakan
rangkaian lanjutan acara Startup Coop Camp yang dilangsungkan selama 3 bulan
pada bulan sebelumnya. Temanya, “Innovate, Collaborate, and Growth.”
Kedua pemateri yang hadir berbagi ilmu tentang dunia startup dan
mamaparkan pula pengalaman terkait usaha yang mereka tengah jalankan.
Upaya yang dilakukan tim koperasi ini tak lain karena melihat peluang di masa depan yang baik bagi kalangan muda. Startup merupakan sebuah peluang yang terus berkembang para era milenial ini. Dan koperasi dapat terlibat di dalamnya, yakni berkolaborasi dengan lembaga-lembaga yang kompeten di bidangnya. Tim dari koperasi yang dilibatkan semuanya anak muda, generasi milenial.
Pekerjaan Rumah Kita
Barangkali ini bukan catatan yang
manis. Maaf, saya tidak bisa membuat catatan sekadar puja-puji dan optimistis
berlebihan seperti yang saya temukan di banyak situs tentang koperasi. Buat saya, menemukan masalah adalah langkah awal untuk berikutnya merumuskan
solusi bagi kemajuan. Tentu saja saya pun ingin ambil bagian untuk mencari
solusi. Karena, saya anggota koperasi. Karena, saya mendukung ekonomi
kerakyatan. Dan untuk pertumbuhan koperasi yang lebih baik di masa yang akan
datang, kita perlu sama-sama mengakui kalau masih banyak PR yang harus
diselesaikan.
PR utamanya, koperasi harus berubah. Nuansa
‘kolot’ bikin generasi milenial enggan. Koperasi zaman now harus mampu mengikuti gaya generasi milenial seperti komunikasi, program yang inovatif, serta pengelolaan
media online untuk sosialisasi dan edukasi. Foto yang menarik, meme yang lucu,
video animasi yang inspiratif akan menjadi tayangan yang diminati para
milenials. Sosialisasi terkait jaminan keamanan juga perlu terus dilakukan, terlebih dengan maraknya pinjaman online, yang -menyedihkannya- banyak mengatasnamakan koperasi.
Adalah fakta, banyak sekali koperasi
yang masih berdiri tegak dan sukses menyejahterakan anggotanya. Adalah fakta,
mulai banyak koperasi yang melibatkan generasi milenial untuk ikut memajukan
lembaga yang disebut-sebut sebagai ‘saka guru perekonomian bangsa’ ini. Adalah
fakta pula, masih banyak sekali masyarakat yang tak percaya koperasi, tak
tertarik, bahkan yang sama sekali tak peduli. Dan ini menjadi PR kita bersama.
Bukan hanya pengurus koperasi, namun kita semua yang peduli dengan terciptanya
kesejahteraan yang lebih merata di tengah masyarakat kita. Semoga di era
milenial ini, koperasi bukan hanya bertahan melainkan lebih maju lagi di tangan
orang muda. Kalau sebelumnya, orang tua
yang memasukkan anak-anaknya menjadi anggota koperasi, di masa kini, kaum
mileniallah yang bakal menggeret para orang tua untuk ikut memajukan koperasi.
***
Ini buku kepesertaan saya di Kopdit Perekat. Yang warna
biru, buku anggota. Yang warna hijau, buku simpanan khusus. Sejak menjadi
anggota tahun 2008, saya sudah beberapa kali memanfaatkan dana
pinjaman untuk mendukung modal usaha.
Dan sekarang saya sudah memanfaatkan
pula layanan digital Kopdit Perekat. Dengan demikian, saya resmi menjadi bagian
dari generasi milenial 😂
#PRAJA2019 #anugerahMISGroup #koperasi #wirausaha
Koperasi digital ini memang inovasi banget, terlebih buat eksis di zaman yang digital dan penuh teknologi ini... Selalu support kemajuan industri saat ini
ReplyDelete