Gemulung, Kisah Pelarian dan Kegetiran Hidup

Membaca tulisan Tary Lestari ini, mau tak mau mengingatkanku kepada kampung halaman. Aku dan Tary berasal dari kota yang sama, Trenggalek. Daerah kami memiliki beberapa pantai selatan, yang sudah terbuka untuk umum. Setidaknya, yang aku tahu ada di tiga kecamatan. Watulimo, Panggul, Munjungan. Munjungan adalah kampung halaman Tary, yang aku belum pernah sekalipun menjejakkan kaki ke sana. Tary juga tak memberi gambaran, lokasi persis pantai yang diceritakannya. Namun kurasa, imajinasi laut yang digambarkan Tary dalam novelnya yang bertajuk Gemulung ini, tak jauh berbeda dengan yang ada di kepalaku.

Baca juga: Sequoia, Catatan Seorang Lelaki Untuk Anaknya

Gemulung mengisahkan tiga tenaga kerja Indonesia yang mencoba mengadu nasib ke negeri jiran, Malaysia. Sudah bisa diduga, illegal. Meski, Ridho, sang tokoh utama, awalnya berangkat dengan dokumen resmi, keberuntungan tak cukup berpihak kepadanya. Tak melakukan perpanjangan dan berubah status menjadi tenaga kerja illegal. Sedangkan dua tokoh lain, sepasang suami istri, Yuda dan Marlin, sedari awal datang ke negara tersebut melalui jalur tikus. 

Cerita diawali dengan upaya pelarian mereka dari kawasan pekerjaan, untuk kembali ke Indonesia. Pada beberapa waktu terakhir, kondisi serba sulit, terutama bagi pekerja ilegal yang artinya adalah imigran gelap seperti mereka. Sebuah kecelakaan menewaskan petugas kepolisian yang berusaha menangkap mereka. Tentu saja, kesulitan makin menjadi. Hingga mereka berhasil lolos, dan sampai ke titik pertemuan dengan kapal peompong seperti yang sudah diatur. 

Baca juga: Tetangga Kok Gitu, Serba-serbi Cerita Tetangga ala Annie Nugraha

Drama berlanjut dengan bencana alam yang menimpa kapal. Tercerai-berai. Menghilang. Tenggelam. Tak sadarkan diri. Nasib mempertemukan mereka kembali, di sebuah pulau tanpa penghuni. Drama yang lain, terungkapnya kisah cinta ketiga orang yang ternyata saling berkait. Sumpah serapah terhadap kondisi yang buruk, dan konflik pribadi memnuhi dialog di tengah pulau nan sepi tersebut. Lalu terbawa hingga perjalanan mereka kembali menaiki kapal, yang rupanya ikut terdampar di pula yang sama dalam kondisi masih layak jalan. 

Perjalanan kedua ini bukannya lebih mudah. Tanpa alat pemandu. Tanpa cukup perbekalan. Dan kapal hanya berisi tiga orang dengan riwayat kisah asmara masa lalu yang pahit. Lalu kita disodori sebuah akhir yang mengejutkan. Marlin mati. Yuda menyusul, dengan kematian yang lebih mengejutkan lagi. Namun hidup masih memberikan Ridho kesempatan. Ia bisa kembali pulang ke tanah kelahirannya, membawa jenasah Marlin, sang cinta pertamanya. 

Baca juga: Gong Smash! dan Safari Literasi Duta Baca 2022

Mengeja tulisan Tary ini, seolah sedang didongengin sebuah kisah nyata. Dengan penuturan yang runut, dan bahasa yang mudah dimengerti, bisa membawa pembaca dari bagian awal hingga akhir, tanpa jeda. Di beberapa bagian aku terhenti sejenak. Seperti di titik kisah Qurang Medan. Bagian yang sempat membuat kuduk berdiri. Sebuah kapal yang pada 1948, ditemukan kapal lain, dengan kondisi semua awak tubuhnya membeku. Upaya Ridho untuk bertahan dari serangan beku yang menggigit, berasa ikut menyeretku ke geladak kapal yang sudah rusak itu. Melihat langsung nuansa horor di dalamnya. Pun, tentang hal-hal mistis, tema yang kusukai akhir-akhir ini. Tentang pesan-pesan yang dihadirkan olehe mereka yang sudah mati. Termasuk pembicaraan soal takdir.

Cerita ini hanya sebagian kecil yang bisa dipaparkan dari kisah hidup para tenaga kerja gelap. Bukan hanya persoalan keluar masuk negara lain, namun juga proses rekrutmen dengan sistem yang bobrok. Banyak. 

Aku sendiri, pernah terlibat dalam tim advokasi untuk buruh migran. Sempat mencatat sejumlah kasus yang bikin miris. Tentang anak-anak yang dijual orang tuanya sendiri. Tentang mereka yang pulang tanpa nyawa. Tentang mereka yang terjebak ke kegiatan pelacuran. Tak ada yang indah.

Ya, masih banyak cerita lainnya. Yang barangkali, jika tak pernah terselesaikan dengan baik, akhirnya dianggap cukup jika dituliskan dalam karya fiksi, seperti yang coba dibuat oleh Tary ini. Tapi ya, mari sama-sama berharap, kondisi ini bakal lebih baik ke depan. Atau mungkin harapan yang lebih jauhnya, kesejahteraan yang lebih merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hingga, tak perlu mencari penghidupan yang lebih layak keluar negeri. Bukankah di Indonesia, tanah kita adalah tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman?

Baca juga: Mengenal Vincent van Gogh Lewat Novel Lust for Life

Bacalah Gemulung. Mungkin akhirnya akan bersama mengamini, kalimat yang dituliskan Tary: "Hidup tak selalu hitam putih, dan mereka (para tokoh) mengajari saya berenang dalam kehidupan yang getir."



Judul Buku: Gemulung

Penulis: Tary Lestari

Penerbit: Indonesia Tera

Tahun terbit:  Cetakan Pertama, Agustus 2021

Kota terbit: Baciro, Yogyakarta

Jumlah halaman: 170 Halaman



15 comments

  1. Alur ceritanya menarik ya... dengan latar belakang pulau terpencil tak berpenghuni, pasti bagus deh kalau divisualisasikan....
    Aku jadi penasaran pingin baca bukunya nih..

    ReplyDelete
  2. Menarik ya bukunya, jadi pengen baca.
    Setuju banget tuh, hidup tidak sekadar dan selalu hitam dan putih :)
    Saya paling senang tuh baca kisah nyata, apalagi kalau tulisannya runut :)

    ReplyDelete
  3. Kak apakah kisah ini the real true story? kalau ya sedih banget ya.Perjalanan hidup yang panjang dari masing-masing tokoh penuh dengan cerita tragis yang memilukan

    ReplyDelete
  4. sewaktu saya masih rajin nulis di Kompasiana, saya banyak berkenalan dengan kompasianer yang menjuadi buruh migran
    Diantaranya ada yang bekerja di Malaysia, Arab, Hongkong, Taiwan
    kisahnya memang nano nano,
    ya, bahkan yang bekerja di Indonesia juga mengalami manis pedas pahit

    ReplyDelete
  5. Banyak yang bilang bekerja di luar negeri itu enak. Padahal sebetulnya gak semua punya pengalaman manis. Faktanya memang ada juga beberapa yang mengalami kisah getir seperti kisah di novel ini

    ReplyDelete
  6. Human Trafficking. Baik lewat orang lain maupun pada diri sendiri (ilegal immigrant) tuh selalu bikin saya merinding. Alasannya lebih kepada biaya resmi yang terlalu tinggi, urusan administrasi yang ribet sementara kebutuhan sudah mengikat leher.

    Saya pernah Mbak Dhenok menjadi saksi dari beberapa buruh ilegal yang mengalami masalah serius di Hong Kong belasan tahun yang lalu. Menelusuri kisahnya bikin saya merinding bertahun-tahun. Demi sesuap nasi, meninggalkan anaknya di kampung, dia berjuang hidup menjadi wanita penghibur di HK. Ah panjang ceritanya. Tapi yang pasti banyak sedihnya ketimbang suka nya.

    ReplyDelete
  7. Baca spoilernya bikin aku jadi penasaran dan kisah ini pasti seru. Ini kisah nyata bukan sih? Hmm.. Kasian, ya. Di desaku sendiri banyak banget yang bekerja ke negeri jiran mengadu nasib. Ntah ilegal atau legal. Tapi semoga mereka di sana baik-baik saja. Aamiinn

    ReplyDelete
  8. Trenggalek ternama akan pantai-pantai indahnya. Orang Kediri - yang dekatnya gunung- kalau mantai terdekat ke sana...Duh, kangen Trenggalek, terakhir mudik Desember lalu cuma ke rumah saudara di Durenan, enggak sempat ke pantainya.
    Aku baca reviewnya aja udah acung jempol sama 'Gemulung' apalagi baca keseluruhan kisahnya ya. Begitu banyak cerita terkait buruh migran yang terlewatkan oleh orang awam, dan lewat buku seperti ini semua jadi tahu meski bentuknya fiksi.

    ReplyDelete
  9. Alur ceritanya menarik, aku jadi penasaran gimana bisa Marlin dan Yuda mati, sementara Ridho bertahan hidup, berasa masuk ke sisi dunia yang gak aku tahu. Nanti aku coba baca Mba, Makasih ulasannya

    ReplyDelete
  10. Ah ini kisahnya beneran related dengan kehidupan sehari-hari ya mbak
    Betapa banyak kisah kisah seperti ini dari TKI kita

    ReplyDelete
  11. Keren. Ide cerita maupun alurnya bari banget di tengah sebagian buku dan film yang kebanyakan sama idenya.

    ReplyDelete
  12. Kisah tentang migran TKI ini kenapa ya pasti ada yg menyayat hati padahal niat mereka jadi TKI tulus membantu ekonomi keluarga.. jadi sedih aku baca sinopsis ini mbak

    ReplyDelete
  13. Menarik, gaya penulisannya punya karakter, ceritanya bagus

    ReplyDelete
  14. wuah review buku gemulungnya nya bagus mba. terbayang para pelaku didalam ceritanya. nice share mba.

    ReplyDelete
  15. jadi ingat sepupuku dulu pernah jadi TKI di Malaysia, dia pernah mengalami hal tidak menyenangkan dan akhirnya kabur, sediiih banget kisahnya dulu

    ReplyDelete