Pendakian Gunung ala drh. Nyomie dan Max, ABK Nan Ganteng

Autis! Seberapa sering kita mendapati istilah ini dijadikan pengganti kebiasaan orang yang melulu asik dengan satu hal?

"Main HP aja, dasar autis!"

"Lihatin, si Anu lagi autis."

"Anak harus diajak berkegiatan, agar tidak autis."

Kalimat-kalimat di atas hanya beberapa contoh dari yang sering kudengar. Yang punya pengalaman lain, bisa ditambahkan. Nah, bayangkan, jika anak berkebutuhan khusus (ABK) yang autis itu adalah anak kita? Belum tentu loh kita sanggup merawat mereka. Dalam perawatan standar, apalagi kalau melakukan kegiatan ekstra seperti yang dilakukan drh. Nyomie bersama Max, anaknya, melakukan pendakian gunung. 


Baca juga: Jelajah Taman Buru Masigit

Tak ada orang tua yang menghendaki anaknya memiliki kebutuhan khusus. Semua orang tua menyimpan harapan untuk bisa memiliki anak yang sehat, jiwa dan raga, yang semua organ tubuhnya berfungsi dengan optimal, paling tidak sesuai standar minimal tumbuh kembang anak. Namun, jika pada kenyataannya, bocah yang dilahirkan memiliki keistimewaan, berbeda dengan anak-anak lainnya, apa mau dikata, hanyalah kasih sayang dan kesungguhan yang ambil peran. Kita bisa belajar dan pasangan ibu dan anak, drh. Nyomie atau biasa dipanggil Doknyom, dan Max. 


Sebuah Awal yang Tak Terduga

Nama lengkapnya Nyoman Sakyarsih, dokter hewan yang membuka klinik di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Beberapa waktu terakhir, buka juga di Kota Bandung. Selain akrab di kalangan animal lover, namanya juga dikenal sebagai pendaki gunung. Yang membuatnya berbeda dan istimewa adalah ia mendaki bersama anaknya sejak si bocah belum lagi genap setahun. Dan extraordinary, karena di kemudian hari si bocah didiagnosis menderita autis. Namun tekatnya tak surut. Hingga tahun ini (2022), gunung yang sudah didaki Doknyom dan Max hampir mencapai angka 40, baik gunung di dalam negeri maupun di luar negeri. Siapa nyana prestasi itu berangkat dari hal yang getir. 

Alkisah, tak lama setelah Max lahir, rumah tangga Doknyom mengalami guncangan. Ia memutuskan berpisah dari ayah Max. Lepas dari kesulitan finansial pasca perceraian, Nyomie mengapresiasi diri sendiri dengan melakukan traveling. Ia sekaligus ingin memanjakan anak semata wayangnya yang baru berusia 5 bulan. Pilihannya gunung. Karena, baginya, pendakian membuat hatinya lebih tenang dan menghadirkan kebahagiaan lebih cepat. Hingga usia 2 tahun, sudah beberapa gunung berhasil didaki Nyomie bersama Max, termasuk puncak Rinjani. 

Kabar mengejutkan saat Max berusia 2 tahun. Si kecil yang tampan ini didiagnosis autis. Sisi baiknya, terapist-nya Max menyarankan Nyomie untuk tetap membawa Max naik gunung. Selain melatih tubuh, naik gunung dapat membantu cara berpikir. Maka demikianlah, satu per satu gunung di tanah air didaki pasangan ibu dan anak ini. 

Baca juga: Braga, Kawasan Penting Bandung Tempo Dulu

Selain kecintaannya pada gunung, ada pertimbangan ideologis dari Doknyom untuk membawa Max mengeksplorasi Indonesia. Ia berharap, dalam pertumbuhannya, Max bakal memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan alam sekitarnya, serta berdisiplin dalam menjaga dan merawat alam. Hal itu menjadi semacam sumbangsihnya bagi Indonesia. Beruntunglah, Max aktif dan bisa diajar mandiri. 


Merawat Anak Berkebutuhan Khusus

Aku pernah sekali berjumpa dengan Doknyom, di sebuah event kucing di Jakarta. Tak sempat ngobrol. Tapi cukup banyak kawan-kawan dari komunitas kucing yang tergabung di beberapa grup WA sering berbagi cerita tentang penanganan pet ala Doknyom. Namun tak banyak yang kuketahui soal bentuk relasinya dengan Max. Tapi ia membaginya dengan cukup detail di akun instagramnya @nyomiez Bisa langsung cek, sekalian menikmati tayangan foto-foto alam yang cakep.

Ada beberapa hal yang kutemukan dalam sharingnya Doknyom terkait menangani bocah dengan autis. 

Saat Max berusia 2-4 tahun, sering mengamuk dengan membenturkan diri ke mana saja. Selagi di rumah, ia menabrakkan diri ke tembok atau pintu. Suatu kali, saat di gunung ia menjatuhkan diri ke tanah, jika kemauannya tidak dituruti.

Apa yang Doknyom lakukan? Ia hanya mendiamkan. Malah ia pernah menertawakan, saat bocah itu terjatuh sebelum sempat membenturkan diri ke pagar, hingga kepalanya benjol besar. Saat Max berperilaku sulit di antara pendakian, ia pun akan mendiamkan. Kadang, ia peluk sambil berkata,"Dek, kita lagi susah ini tolong ngertiin mommy."

Tak jarang Nyomie meninggalkan Max. Ini terjadi saat mereka di Nepal. Begitu ditinggalkan, Max terdiam. Tak lama kemudian ia jalan menyusul. 

Baca juga: Menjelajahi Taman Hutan Raya Juanda

ABK peka terhadap tekstur makanan. Yang dialami Nyomie, Max tidak menyukai variasi makanan. Ia hanya suka nasi putih dengan kuah, seperti sup. Atau kentang. Selebihnya, tidak bisa dipaksa. Ia memilih untuk tak makan sama sekali. Tentu saja hal ini menyulitkan saat mereka bepergian, dengan makanan lokal yang tersedia, terbatas. Pengalaman itu mereka dapatkan di Nepal, yang menu makanannya penuh dengan kari. Perjalanan Nepal ini dianggap masa sulit ia bersama Max. Namun, pada akhirnya, di negeri inilah justru ketakutan terbesar Nyomie akan kondisi autis Max bisa dihadapinya dengan baik. "We were totally out of the box. Dan di sana akhirnya Max bisa mulai terpaksa mencoba menu-menu makanan baru," ungkap Nyomie dalam catatannya di IG.

Meski dalam kondisi autis, Nyomie tetap mengajari Max untuk bertanggung jawab. Saat Max tidak sengaja menumpahkan susu coklat yang sedang diminumnya, dia tetap diminta untuk membersihkannya sendiri. Dan Max mampu melakukannya. 

Lebih detail keseruan kisah drh. Nyomie dan Max bisa ditemukan di akun IG dan Twitter @nyomiez. Sehat dan happy terus ya, Doknyom dan Max..

Baca juga: Alaya, Kisah Perjalanan Ke Negeri Atap Dunia

Untuk para orang tua yang dianugerahi ABK yang sedang bertumbuh, mungkin bisa mencoba liburan sekaligus terapi ala Doknyom dengan melakukan pendakian gunung. Atau mengajak mereka menimati kegemaran lain. Mungkin menggambar, menulis, membaca novel remaja, atau membaca kumpulan kisah kucing. Salut buat kalian. Semoga terus dimampukan untuk berjuang dengan bahagia. 


Sumber cerita dan foto: Catatan Doknyom di media online dan IG/Twitter @nyomiez

13 comments

  1. Seru banget ya mengikuti kisah drh. Nyomie dan Max ini. Semoga senantiasa dilimpahi kesehatan dan kebahagiaan

    ReplyDelete
  2. Luar biasa ya Dokter Nyoman. Tak banyak yang bisa sepertinya. Sebuah bukti bahwa sebenarnya ibu yang dikaruaniai anak sespesial Max pasti bisa dengan baik mengasuh dan membimbingnya. Semoga Dokter Nyoman dan Max sehat selalu sehingga bisa terus mendaki gunung demi gunung.

    ReplyDelete
  3. Masyaallah doknyom pasti tentu ortu yg spesial pula di mata Tuhan. Karena beliau mampu "membesarkan" buah hatinya. Baru tahu jg nih klo mendaki gunung ada banyak manfaatnya. Apalagi buat anak spesial.

    ReplyDelete
  4. Yup... Besar cinta dan kasih sayang terhadap anaknya dan ia pun berusaha untuk tetap tidak membedakan anak yg normal dan berusaha agar si anak bisa mandiri dan tentunya nanti bisa berkarya juga

    ReplyDelete
  5. Ganteeengg bgt anaknyaaaa
    Keren ya, parenting style ala DokNyom
    Salut bangettt, inspiratif!

    ReplyDelete
  6. kereeeennnn
    auto nyari akun @nyomiez di twitter dan follow
    selama berkawan dengan ortu yang mempunyai anak autis, mereka memang selalu melibatkan kegiatan sehari-hari dengan anaknya
    Karena ortu akan tiada, sedangkan anak harus terus melanjutkan hidup

    ReplyDelete
  7. Pengalaman dan pendampingan yang luar biasa terhadap anak berkebutuhan khusus. Tetap bersyukur dan berusaha maksimal buat kebahagiaan.

    ReplyDelete
  8. MashaAllah. Profil yang inspiratif dan luar biasa. Gak gampang loh menjadi orang tua dari ABK. Perlu kesabaran seluas samudra agar mampu membimbing dan membesarkan anak istimewa. Seperti yang kebanyakan orang percayai, bahwa anak yang istimewa juga diasuh oleh orangtua yang juga istimewa, orang tua terpilih yang diyakini sedang dan selalu menabung amalan dunia akhirat.

    ReplyDelete
  9. Perjuangan seorang Ibu untuk men-therapy sendiri anaknya ini menjadikan kita semua para orangtua belajar mengenai kesabaran dan tingkat ujian masing-masing keluarga tidaklah sama.
    Semoga dengan doa dan "cara" masing-masing orangtua ini menjadikan masa depan yang sesuai dengan harapan. Aku terharu sekali atas perjuangan drh. Nyomie dan Max.

    Anak sebenarnya memahami "bahasa" sang Ibu kalau Ibu juga berusaha "berkomunikasi" dengan baik kepada anak yaa.. dengan proses yang tidak instan.

    ReplyDelete
  10. Meski awalnya gak akan bisa dilalui masa sulit itu, tapi ternyata di luar dugaan ya Max yang akhirnya mau untuk mencoba aneka masakan. Semangat terus untuk mama dan Max

    ReplyDelete
  11. keren yaa caranya ibu dokter ini. Semoga ibu dan anak ini selalu diberi kesehatan. Saya selalu kagum pada orang tua yang diberi anak spesial

    ReplyDelete
  12. Masya Allah ceritanya benar benar menginpirasi. Aku dan suami pernah kepikiran pengen bawa anak naik gunung tapi selalu ragu.Cerita ini menguatkan motivasi kami lg

    ReplyDelete
  13. Wow luar biasa ya, single parent, membesarkan anak autis. Tapi punya semangat juang yang demikian hebat. Ternyata menemui berbagai kondisi tak ideal, justru membuat Max pelan-pelan bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya

    ReplyDelete