Menuju Masyarakat Sadar Bencana

Bencana tak dapat ditolak. Yang paling mungkin dilakukan adalah meminimalisasi dampaknya. Hal itu hanya bisa terjadi jika sudah ada penerapan manajemen risiko bencana. Di berbagai institusi, manajemen risiko bencana sudah mulai diterapkan. Bahkan di tingkatan anak-anak usia sekolah dasar pun mulai diperkenalkan. Ketika pengetahuan sadar bencana menjadi bagian dari keseharian masyarakat, institusi-institusi yang mendapatkan mandat penanganan bencana sedikit banyak akan sangat terbantu.

Baca juga: Bermain di Alam, Alternatif Mengisi Liburan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB) mencatat sebanyak 3.018 bencana terjadi di Indonesia pada 2021. Bencana yang terjadi sebagian besarnya akibat curah hujan, kelembapan, suhu, dan angin. Yang dalam hal ini dibutuhkan mitigasi bencana untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. 


Kawasan Rawan Bencana 

Mundur ke belakang, data UNESCO menunjukkan, Indonesia ada di urutan 7 (tujuh) dalam daftar negara paling rawan akan risiko bencana alam, jika dilihat dari perspektif geografi, geologi, klimatologi, dan demografi. Sebagian dari kita barangkali masih ingat betul peristiwa tsunami yang bukan hanya menyebabkan kerusakan sangat besar, namun juga korban jiwa yang mencapai angka ribuan. Baik tsunami di Aceh pada 2004 dan gempavbumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dua tahun kemudian. 

Fakta lain dari kondisi negara kita adalah terletak di persimpangan lempeng tektonik utama gempa, tsunami, dan jalur Pacific Ring of Fire. Ada lebih dari 500 gunung berapi di tanah air, dengan sekitar 128 terpantau aktif. Ditambah lagi dampak perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, kelaparan, yang bukannya menyurut melainkan makin meningkat kasusnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa tren bencana ini pada masa mendatang ada kecenderungan meningkat. Selain sebagai dampak perubahan iklim global, juga pengaruh antropogenik seperti degradasi lingkungan, terus berkembangnya permukiman di kawasan rawan bencana, daerah aliran sungai yang kritis, dan urbanisasi dengan berbagai dampaknya.  

Masih data dari BNPB, rekapitulasi kejadian dan dampak bencana sepanjang 2016 saja tercatat lebih dari 2000 peristiwa bencana yang menyebabkan kematian dan hilangnya 521 orang. Belum lagi kerusakan dan kerugian secara materi. Maka, meski jauh-jauh hari manajemen risiko bencana telah digalakkan, namun upaya pengenalannya tetap perlu dilakukan. 

Baca juga: Jelajah Taman Buru Masigit Kareumbi


Manajemen Risiko Bencana  

Manajemen Risiko Bencana (MRB) bertujuan mengurangi berbagai faktor yang menyebabkan munculnya risiko bencana. Prosesnya mencakup pengelolaan yang sistematis dan terencana terkait strategi dan kebijakan penanggulangan bencana. 

Aspek-aspek MRB meliputi tiga hal, yakni pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan kesiapsiagaan bencana. Sesuai istilahnya, pencegahan artinya upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Mitigasi berupa upaya mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik dan nonfisik berupa penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan kesiapsiagaan adalah berupa pengorganisasian dan perencanaan langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Termasuk dalam kesiapiagaan adalah peringatan dini saat ada kemungkinan terjadinya bencana. Peringatan dini dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.

Salah satu proses sistematis dalam MRB adalah perencanaan partisipatif penanggulangan bencana dan pengembangan budaya sadar bencana. Yang masih terjadi saat terjadi bencana adalah karena proses penanggulangan bencana yang masih bersifat dari atas ke bawah (top-down). Padahal ada potensi yang bisa dikembangkan dari masyarakat. Sebaliknya, pengabaian potensi itu malah menyebabkan masyarakat rentan terhadap risiko bencana.

Baca juga: Menjelajahi Taman Hutan Raya Juanda


Melibatkan Masyarakat dalam Gerakan Sadar Bencana

Bicara tentang masyarakat sadar bencana, yang sering menjadi acuan adalah Jepang. Berbagai penelitian di Jepang menunjukkan, korban yang berhasil selamat dalam peristiwa bencana di negeri tersebut disebabkan oleh kesiapsiagaan diri sendiri. Faktor berikutnya adalah dukungan anggota keluarga, dukungan teman atau tetangga dan orang sekitar. Institusi yang menangani bencana dan sukarelawan merupakan faktor terakhir dan terkecil. 

Saat ini berbagai lini sudah lebih banyak bergerak untuk ikut membangun kesadaran masyarat sadar bencana. Berbagai lembaga, bukan hanya pemerintah namun juga swasta dan swadaya masyarakat ambil peran aktif untuk mengadakan pelatihan pengurangan risiko bencana. Pelatihan yang bukan hanya dibutuhkan sekali waktu saja, tapi berkelanjutan.

Eits, jangan salah. Masyarakat punya hak untuk mendapatkan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan sadar bencana. Ini termaktub dalam UU No 24 Th 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Disebutkan, masyarakat (setiap orang) berhak untuk: Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya kelompok masyarakat rentan bencana, 

Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan, 

  1. Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan, tentang kebijakan penanggulangan bencana, 
  2. Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan, 
  3. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya, 
  4. Melakukan pengawasan, 
  5. Mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (khusus kepada yang terkena bencana), dan 
  6. Memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

Di luar haknya, tentu saja ada kewajiban masyarakat, yang meliputi: 

  1. Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, 
  2. Memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, 
  3. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana, dan 
  4. Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penaggulangan bencana.

Jadi, kalau ada penawaran untuk mengikuti pelatihan pengurangan risiko bencana, ikutlah, Kawan. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk sama-sama mendukung penanganan bencana. Aku sendiri pernah mengikuti beberapa kali dan berkesempatan menjadi fasilitator. Semoga kita lebih bersiap untuk menghadapi bencana, yang tak pernah kita tahu kapan datangnya. Dan untuk kali ini, ingin menyampaikan duka mendalam untuk saudara, kawan, kerabat di Cianjur yang baru mengalami bencana. Spesial untuk kawan blogger, Teh Ohti yang kebagian jatah musibah dalam peristiwa tersebut.

Baca juga: Perjumpaan dengan Kebijaksanaan Baduy

No comments