Tahu Bandung dan Kawasan Wisata Tahu Cibuntu Babakan

Bicara soal tahu Bandung, selalu mengingatkanku kepada Ibu. Ibu yang waktu pertama kali ke Cikoneng, begitu terpesona dengan citarasa tahu Bandung. Aku pun mengakui, tahu terenak buatku adalah tahu Bandung. Misalnya kalau dibandingkan dengan tahu Kediri. Maaf, lo, ya, kawankawan Jatim. Bisa jadi aku memang belum mengekplorasi tahu tetangga kota kelahiranku itu. Tapi sejauh ini lidahku memang lebih sreg dengan tahu Bandung. Nah,kalau bicara soal tahu Bandung, aku mau memperkenalkan Kawasan Wisata Tahu Cibuntu Babakan.


Baca juga: Pilihan Bakso Malang di Bandung

Sesungguhnya aku tak tahu persis, industri tahu di Jawa Barat ini di kawasan mana saja, selain yang sudah dikenal seperti tahu Sumedang. Apakah ada tahu khas kabupaten/kota lainnya seperti di Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Bogor. Cianjur perlu tanya ke kawan blogger Cianjur sekalian berwisata ke kawasan ini. Atau daerah utara seperti Cirebon, Subang, Pamanukan. Tapi kalau Bandung Raya saja terpantau cukup banyak nama. Salah satu yang melegenda ya tahu Cibuntu itu. Tapi, yang tak banyak orang tahu adalah bahwa tahu Cibuntu itu tak diproduksi di Cibuntu. Awalnya, memang, produsen tahu itu ada di wilayah Cibuntu. Sudah lama sekali, sebelum pemekaran wilayah. Setelah wilayah dimekarkan, yang selama ini disebut sebagai tahu Cibuntu itu sebetulnya diproduksi di Kelurahan Babakan. Bukan Kelurahan Cibuntu. Berhubung nama Cibuntu sudah kadung nempel, maka para pegiat kawasan ini pun lantas menamai produksinya dengan "tahu Cibuntu Babakan". Itu hasil pengenalanku ke sentra tahu Cibuntu Babakan awal Agustus lalu. So lama kali, hah? Iya, nggak keburu aja nulisnya 😁


Proses Pembuatan Tahu

Secara umum sebetulnya proses pembuatan tahu, sama saja. Yang membedakan barangkali adalah variannya. Sebelum berkisah tentang apa itu Kawasan Wisata Tahu Cibuntu Babakan, aku coba gambarkan ulang proses pembuatan tahu, dari beberapa sumber dan hasil ngobrol dengan pelaku industri. 

Perendaman 

Kedelai yang akan diproses menjadi tahu membutuhkan perendaman terlebih dahulu. Fungsinya adalah untuk Takaran yang digunakan adalah 3:1, 3 liter air bersih untuk 1 kilogram kedelai. Lama waktu perendaman di kisaran 3 hingga 4 jam untuk kedelai impor, sedangkan untuk kedelai lokal butuh waktu sekitar 4 hingga 5 jam. Kedelai akan mengembang jika sudah direndam. 

Setelahnya, cuci menggunakan air bersih. Beeberapa kali hingga air yang terbuang, bening. Lalu ditiriskan. Pencucian yang kurang bersih, dapat menyebabkan tahu cepat asam. 

Penggilingan 

Kedelai yang sudah direndam, dicuci, dan ditiriskan dalam proses pertama dimasukkan ke alat penggilingan. Kedelai digiling dengan sambil ditambahkan sedikit demi sedikit air hangat, dengan debit 1,8 liter tiap menitnya. Hasil penggilingan adalah bubur kedelai. 

Baca juga: Bukan Hanya Perempuan yang Harus Bisa Masak


Pemasakan

Kedelai yang sudah menjadi bubur halus dimasukkan ke dalam wadah untuk dididihkan. Waktunya lebih kurang selama 10-15 menit. Saat memasak bubur ini, air ditambahkan sedikit demi sedikit, hingga mencapai perbandingan kisaran 10:1, 10 liter air untuk 1 kilogram kedelai. Setelah fase mendidih, akan muncul gelembung kecil di permukaan. 

Proses ini perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Bubur akan mengerak jika pemanasan terlalu tinggi. Aromanya pun bakal sangit.

Penyaringan 

Saatnya bubur tahu yang sudah dimasak, disaring. Penyaringan menggunakan kain blacu atau kain tipis dengan lubang pori yang cukup rapat. Caranya dengan meletakkan bubur tahu yang telah dimasak ke atas kain, lalu diperas. Hasilnya adalah sari kedelai. 

Penggumpalan

Pada proses ini, sari kedelai digumpalkan dengan cara cara menambahkan bahan asam. Bibit bahan asam ini dibuat dari proses sebelumnya yang disimpan di wadah tersendiri. Saat pemberian asam, pengadukan sari kedelai terus dilakukan. Adukan   dihentikan saat mulai terbentuk gumpalan bubur yang  turun ke dasar wadah. Proses ini penting sekali dalam pemisahan bubur tahu dan airnya. 

Pencetakan dan pembungkusan

Setelah bubur tahu membentuk gumpalan, saatnya untuk membentuknya menjadi tahu. Ada beberapa bentuk dan proses pencetakan tahu. Sebelumnya, gumpalan tahu diletakkan dalam satu wadah yang tertutup kain, lantas ditutup dengan pemberat, agar tahu lebih cepat menggumpal dan airnya terpisah. Setelahnya, baru proses cetak atau bungkus. 

Di Cibuntu Babakan setidaknya ada 3 macam. Yang pertama, bubur tahu dimasukkan ke dalam wadah kotak besar, dan dipotong ketika sudah padat. Di pasaran, dengan mudah kita temukan bentuknya yang kotak persegi. Yang kedua, prosesnya sama dengan yang pertama. Bedanya, yang ini menggunakan cetakan. Hasilnya, tahu berbentuk kotak dengan oval bagian atasnya. Yang ketiga, tahu diproses manual satu per satu, dengan membungkusnya menggunakan kain yang dipotong kecil-kecil sesuai ukuran yang dikehendaki. 

Baca juga: Resep Bumbu Ayam Bumbu Rujak dan Kenangan Masa Kanak


Kampung Wisata Tahu Cibuntu Babakan

Pada Agustus lalu itu, kunjunganku ke Kelurahan Babakan adalah mengikuti agenda RT/RW Network yang melakukan pertemuan dengan Ketua RW setempat sekaligus membuat tayangan untuk akun Instagram RT/RW. RT/RW ini adalah sebuah forum yang beranggotakan ketua RT dan RW se-Indonesia yang berjejaring melalui media sosial. Pada lain kesempatan akan kubagikan lebih detailnya. Tapi lebih kurangnya, kaitannya dengan forum ini adalah bahwasanya dari lembaga terkecil pemerintahan, dapat dibangun perekonomian kerakyatan. 

Bersama Valent dan seorang videografer, aku berkunjung ke kediaman Ketua RW 05 Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung. Memasuki gang RW ini ada gapura kecil bertuliskan "Kawasan Wisata Tahu Cibuntu Babakan". Pada dinding kiri gang berhias grafiti tentang tahu dan Bandung. Lokasinya tak terlalu jauh dari persimpangan Pasirkoja-Soekarno Hatta. Kalau kamu berkendara dari arah Tol Pasirkoja, sekitar 200 meter setelah perempatan, ada gang ke kiri. Tak jauh lagi, kisaran 300 meter. 

Valent ini adalah mantan wartawan Kompas dan founder RTRW Network, yang juga adalah kawan kuliah di Unpad. Ketua RW, Deden Kosasih menyambut kami bersama anak-anak muda Karang Taruna. Kami ngobrol santai, beralaskan karpet, di area teras samping rumah yang memang difungsikan sebagai tempat pertemuan RW. Beberapa pengana berbahan tahu disuguhkan. Secara khusus Kang Deden menjelaskan soal tahu takus yang jadi suguhan siang itu. 

"Ini produk perkembangan pencetakan tahu tahun 2000-an. Dulu, tahu dibentuk dengan membungkus pakai potongan kain. Dinamai tahu bungkus. Prosesnya lama, karena harus dibungkus satu per satu. Lalu muncul inovasi pencetakan menggunakan alat, biar cepat. Jadilah tahu citak (cetak). Untuk jumlah yang sama, tahu bungkus dan citak itu 1:3. Jadi, hemat tenaga. Tapi kemudian muncul ide, membuat tahu massal, tapi bentuknya tetap menu'u (mencembung). Lalu dibuatkan cetakan, yang hasil mirip tahu bungkus. Gitu ceritanya," ujar Pak Rw yang alumni Sekolah Tinggi Ilmu Seni (STSI) Bandung ini. 

Baca juga: Menu Bunga Jantung Pisang dan Nangka

Tahu yang disuguhkan kepada kami hari itu masih terasa hangat. Tanpa perlu dimasak, baik dikukus atau digoreng lagi. Sensasinya lebih lembut, segar, dan gurih. Kalau mau mendapatkan sensasi ini, memang harus datang ke lokasi. Kutanya kemungkinan dibuat semacam kedai atau kafe, menurut Deden, memang itu sudah menjadi bagian dari rencananya bersama tim.

Pengelolaan kawasan ini sebagai salah satu tujuan wisata di Bandung sudah lama ada dalam pemikiran Deden. Ada idealisme yang melecutnya untuk melahirkan program yang bermanfaat bagi keluarga dan lingkungannya. Bagaimana tidak, Deden merasa "tahu"-lah yang membesarkannya. Orang tuanya pengusaha tahu, dan membiayai hidup mereka serta sekolah anak-anak dengan hasil usaha tersebut. Selama 11 tahun lamanya Deden berusaha mengulik berbagai alternatif program, mencari aneka sumber referensi, dan mencoba menjalin relasi dengan beberapa pihak baik perorangan maupun insitusi untuk mewujudkan cita-citanya. Hingga akhirnya kesempatan itu datang saat ia terpilih sebagai ketua RW. Program pun lantas disusun.

"Apa yang paling susah dalam mencanangkan program kawasan wisata ini?" tanyaku ke Kang Deden. Karena dari pengalamanku, tak mudah mengajak masyarakat untuk membangun sesuatu yang baru. Terlebih untuk hal yang sudah tua sebagai bagian dari tradisi. Kemungkinannya ada apatis, pesimis, tak percaya, atau merasa sudah cukup. 

"Awalnya banyak yang ragu. Tapi banyak juga yang langsung mau mengikuti program. Mengikuti pelatihan, mengizinkan adanya pendampingan. Ketika mulai ada kunjungan, baru mereka merasakan manfaatnya. Ada yang pada hari kunjungan itu yang dengan bangganya menunjukkan hasil penjualan tahu yang dalam sekali kegiatan mencapai 250 ribu rupiah. Akhirnya pada bersemangat," tutur Deden tak kalah semangat. 

Deden bersama timnya terus bersemangat untuk mengembangkan kawasan ini. Para pelaku usaha dan pengelolanya diikutsertakan dalam pelatihan baik terkait kewirausahaan, kebersihan makanan dan lingkungan usaha, dan tentang menjadi pemandu wisata. Pemerintah Kota Bandung memberikan dukungannya dalam pelatihan-pelatihan tersebut. Tapi untuk peluncuran "Kawasan Wisata Tahu Cibuntu Babakan" Pemkot Bandung belum bisa memastikan waktunya. Pak RW Deden, sih, berharapnya akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Baca juga: Lebaran dan Madumangsa

Sip, sip, semoga lancar, Pak RW! Silakan yang kebetulan berkunjung ke Bandung dan ingin menikmati tahu Cibuntu yang legenda itu, ici-icip saja di Kawasan Wisata Tahu Cibuntu Babakan. Jadi, carinya bukan di Kelurahan Cibuntu, ya, tapi Kelurahan Babakan.



1 comment