Creation for Possibilities, Kelas untuk Pegiat Komunitas dari BCR

Sebanyak 24 orang mengikuti kelas Creation for Possibilities (CFP) dari Body Communication Resonance (BCR). Mereka datang dari beberapa kota dan bersama-sama mempelajari metode BCR pada Minggu (13/4/2025) bertempat di Klinik Utama Lineation, Jalan Lemahnendeut No.10, Kota Bandung.

Sebagai informasi, CFP merupakan bagian dari program CSR-nya BCR, berupa kesempatan belajar. Program ini bertujuan ikut memberikan kontribusi dalam menciptakan mental yang sehat dan memberdayakan komunitas. Syaratnya, apa yang sudah dipelajari di kelas tidak untuk dikomersialkan, melainkan murni untuk pelayanan. 

Baca juga: Pulihkan TRauma dan Ciptakan Hidup Selaras dengan BCR

Founder BCR, dr. Dhavid Avandijaya Wartono mengatakan bahwa penyelenggaraan CFP akan dilakukan minimal dua kali dalam setahun. CFP bulan lalu merupakan kali pertama sejak BCR diluncurkan pada Desember 2024.

"Program CFP ini merupakan bagian dari kepedulian kami terhadap kesehatan masyarakat secara umum. Kami berkomitmen untuk memberikan andil melalui modalitas yang kami miliki yakni BCR, dengan memberikan pelatihan pengetahuan dan keterampilan head therapy. Pelatihan dilakukan satu hari, teori dan praktik," ungkap dr. Dhavid.

BCR dirancang untuk dapat membantu kita membuat pilihan secara sadar. Dengan kesadaran itu kita menciptakan sebuah pilihan untuk membuat posibilities baru seperti delete luka batin agar kemampuan self healing kembali pulih, delete trauma agar tubuh kembali harmoni, dan lain-lain. Dengan menggunakan metode BCR ini diharapkan peserta CFP dapat memberikan layanan sesi gratis bagi yang membutuhkan, dalam komunitas mana pun mereka berkarya. 

"Melalui para peserta CFP ini kami berharap makin banyak orang yang dibantu dipulihkan. Karena healing adalah hak semua manusia," pungkas dr. Dhave.


Pengalaman Pasca Mengikuti Kelas CFP

Ada pengalaman-pengalaman unik yang dibagikan oleh peserta kelas. Semuanya mengakui adanya sensasi yang positif dari pengenalan metode BCR khusus di bagian kepala ini. Baik dari materi tertulis maupun praktik. 

Peserta dari Kuningan, Ida mengaku bersyukur sekali dapat mengikuti kelas CFP. 

"Alhamdulillah dengan mengikuti kelas ini saya bisa menambah pengetahuan akan diri sendiri dan tahu bagaimana cara melepaskan beban emosi negatif. Dan senangnya juga bisa membantu orang tersayang untuk rileks dan nyaman," ungkap Ida melalui pesan pendek yang disampaikan ke tim redaksi.

Ida pernah dalam perawatan psikiater karena gangguan mental yang dideritanya. Ia tidak menyerah, terus berusaha untuk bangkit. 

"Saya beruntung bisa dipertemukan dengan dokter Dhavid dan teman-teman di komunitas BCR. Saya bisa belajar untuk memulihkan diri sendiri dan mempraktikkannya untuk orang yang membutuhkan," tambahnya.

Di antara waktunya sebagai ibu dari dua anak dan menjadi pedagang jajanan, Ida akan memenuhi permintaan dokter Dhavid sebagai fasilitator untuk memberikan sesi secara cuma-cuma paling tidak untuk 30 orang. Ia berencana berbagi sesi buat orang-orang dekatnya dan lingkungan Sekolah Luar Biasa di Kuningan, tempat kerja suaminya.  

Baca juga: Trauma Bonding, Luka yang Sering Disangka Cinta

Hal senada disampaikan Yoss Dome. Peserta yang langsung datang dari Yogya ini mengatakan bahwa sebelumnya hanya mengenal cakra dari bacaan saja. Melalui kelas CFP, ia jadi lebih paham tentang cakra dan cara memperlakukannya. Bukan hanya mendapatkan pengetahuan baru, Yoss juga merasa bersyukur karena dipertemukan dengan orang-orang baik. Kini ia merasa lebih ikhlas menjalani hidup dengan persoalan kesehatan yang dialaminya dan melihat segala sesuatunya dengan lebih positif.

Bang Yoss atau Mas Yoss, begitu ia biasa dipanggil, mengabdikan dirinya pada berbagai aktivitas sosial dan kemanusiaan. Di antaranya sebagai relawan gempa dan tsunami, ikut membangun dan menjadi konsultan Dome House Building, sebagai relawan lembaga perlindungan saksi dan korban, dan masih banyak lainnya. Wilayah garapannya bukan hanya di Indonesia, bahkan hingga di Vanuatu, Pasifik Selatan dan Haiti, ketika dua kawasan ini diguncang gempa besar. 

Saat didiagnosis mengalami gagal ginjal dan harus melakukan hemodialisis atau cuci darah, ada banyak hal yang berubah dalam kehidupan Yoss. Ia harus beradaptasi, baik dengan tubuhnya sendiri maupun aktivitas di luar dirinya. Seorang Yoss yang sangat aktif, tiba-tiba harus menjalani pengobatan intensif yang cukup banyak mengambil jatah waktunya dan menahan tubuhnya terlalu banyak beraktivitas. Bukan hal mudah bagi Yoss untuk melakoninya. 

Proses dialisis sudah memasuki tahun kedua. Yoss sudah bisa beradaptasi dengan lebih baik. Pengenalannya akan BCR memberinya suntikan semangat baru untuk terus bergerak ke arah kebaikan. Setelah bergabung dalam kelas CFP, ia berkomitmen untuk membagikan pengetahuan dan keterampilang barunya. Saat ini Yoss terlibat dalam layanan pencegahan dan pendampingan terhadap korban kekerasan terhadap anak dan perempuan, serta pendampingan terhadap saksi atau korban dari sebuah tindak pidana.

Baca juga: Kamu Punya Perilaku Manipulatif? Kamu Butuh Trauma Healing

Bukan hanya peserta baru, kelas CFP juga memberikan pengalaman yang menarik dan seru bagi praktisi asal Semarang, Samuel Adi Nugroho. Lelaki yang akrab disapa Sem ini telah mempelajari cukup banyak modalitas, termasuk ikut kelas BCR Head and Body pada Februari lalu. Namun, bergabung kembali dengan kelas BCR khusus Head untuk program CFP ini ia mengalami sensasi-sensasi baru.

"Waktu kelas sebelumnya itu kan belum ada experience sama sekali. Nah, untuk kelas kemarin lebih banyak hal yang bisa digali dari materi maupun praktik bersama pasangan," ujar Sem.  

Setelah melakukan pembelajaraan di kelas BCR maupun sebagai peserta partisipan di CFP, Sem menyadari ada beberapa perubahan yang terjadi. Hal-hal yang tidak relevan, baik soal keseharian maupun energy works dari modalitas yang ia pelajari sebelumnya ikut terlepas. Sem juga mendapati pengalaman baru, yang belum pernah ia alami sebagai praktisi saat memberikan sesi kepada klien.

"Pernah terjadi, saat memberikan sesi mendadak mata berkunang-kunang. Pernah juga mengalami haus yang luar biasa. Padahal sesi berlangsung belum sampai satu jam," tuturnya.

Saat itu Sem menghentikan sesi. Pengalaman itu memberinya tantangan untuk terus mendalami BCR untuk menemukan kondisi yang lebih selaras. Bukan hanya ke diri sendiri, hal-hal menarik juga dijumpai Sem dalam pengalaman sesi BCR-nya dengan klien. Terjadi perubahan pola perilaku dalam diri klien, di antaranya soal makanan. Menurut pengakuan klien, apa yang sebelumnya mereka sangat suka, setelah menerima sesi BCR mereka menemui sensasi berbeda. Makanan menjadi tidak enak. Menurut Sem, kondisi tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan tubuh mengikuti kesadaran yang bertumbuh.

Dengan pengalaman-pengalaman menarik--meski baru dalam beberapa bulan terakhir, Sem mengakui bahwa pembelajarannya akan BCR telah membawa perubahan yang luar biasa. Ia pun meyakini hal serupa akan dialami pembelajar lainnya, mengalami posibilitas yang tanpa batas.   

Bagi yang terpanggil untuk bergabung dalam Kelas BCR, kelas terdekat dilangsungkan di Semarang. Sila hubungi WA Dhenok Hastuti, ya.



No comments