Showing posts with label penghargaan film. Show all posts

Sean Connery, Selamat Jalan...

Sabtu kemarin (31/10/2020) kabar duka datang dari dunia film. Sean Connery berpulang di usianya yang ke-90 tahun. Saya bukan fans garis kerasnya. Tapi seperti banyak pecinta film lain, tentu saya pun mengakui kepiawaiannya dalam menjalankan perannya. Connery telah terjun ke dunia film sejak akhir 50-an. Namanya melekat pada sosok agen 007, karena sukses dengan tujuh film franchise James Bond tersebut. Namun karena fasilitas di masa lalu tak terjangkau, saya baru menikmati karya-karyanya setelah tinggal di Bandung. Dan bukan dalam perannya sebagai Bond. Rasa-rasanya sih, The Rock adalah film Connery pertama yang saya tonton.

The Rock berkisah tentang ahli kimia FBI, Stanley Goodspeed (Nicolas Cage) yang tengah mendapatkan tugas bersama John Patrick Mason (Sean Connery). Mereka mendapat tugas untuk menghentikan Jendral Francis Hummel. The Rock rilis pada Juni 1996. Film garapan sutradara Michael Bay ini menjadi box office dengan perolehan $335 juta, jauh melampaui biaya produksi yang $75.


Baca juga: Black Book, Kisah Perjuangan Seorang Perempuan Yahudi


Film berikutnya adalah Entrapment (1999). Film action lain yang dibintangi Connery, yang kali ini beradu akting dengan Catherine Zeta Jones. Tahun-tahun setelahnya saya banyak nonton filmnya melalui keping CD dan DVD, kembali ke peran-perannya di tahun-tahun lalu, termasuk The Untouchables yang memberinya Oscar sebagai pemeran pembantu terbaik dan beberapa Bond.
 



Nama lengkapnya Thomas Sean Connery, lahir di Edinburgh, Skotlandia, pada 25 Agustus 1930. Bicara tentang Connery, mau tak mau memang mengaitkannya dengan sosoknya sebagai agen rahasia Inggris, 007 James Bond. Connery telah membintangi sejumlah film sebelum tahun 60-an. Namun karena film James Bond menuai sukses besar, namanya melekat betul dengan sosok sang agen. Sebanyak tujuh film ia bintangi dalam kurun 1962 hingga 1983. Pada 1965 ia menjadi bintang box-office teratas di Inggris dan AS.


Peran penting pertama Connery adalah Another Time, Another Place (1958). Setahun berikutnya ia mendarat di Darby O’Gill and the Little People. Ia nyemplung ke serial TV Anna Karenina yang tayang di TV BBC.


Baca juga: Dua Belas Lagu Terbaik Film James Bond

Dr No (1962) menjadi film pertama Connery dalam perannya sebagai agen 007. Film ini diangkat dari novel Ian Fleming bertajuk sama yang terbit pada 1958. Berturut-turut kemudian From Russia with Love (1963), Goldfinger (1964), Thunderball (1965), dan You Only Live Twice (1967). Dalam kurun waktu tersebut, selain film Bond, Connery sempat bermain di Marnie (1964) yang disutradarai Alfred Hitchcock dan A Fine Madness (1966). Perannya sebagai Bond digantikan George Lazenby. Ia baru bermain Kembali pada Diamonds Are Forever (1971) dan Never Say Never (1983).

Ada cerita lain terkait dengan peran Bond yang ia lakoni kembali. Pada film Bond keenam, Connery konon diiming-imingi tawaran 1 juta dollar AS untuk uang muka dan 12 persen dari pendapatan kotor film sebagai tambahannya. Kemunculannya kembali sebagai agen Inggris tersebut membuat namanya makin meroket. Pada dekade 70-an ini Connery bermain di sejumlah film, seperti Zardoz (1974), The Wind and the Lion (1975), dan di film Robin and Marian (1976). Setelah membintangi film Bond terakhirnya, Connery menerima penghargaan aktor terbaik dari Akademi Seni Film dan Televisi Inggris untuk perannya sebagai biarawan abad pertengahan dalam The Name of the Rose (1986).

Baca juga: The Man From Nowhere

Pertambahan usia tak menghalagi Connery untuk berkarya. Karismanya tampaknya juga tak memudar meski usia menua. Bahkan pada usianya yang ke-59, majalah People menobatkannya sebagai pria terseksi. Namun pada akhirnya Connery memutuskan pensiun dari dunia film. Tahun 2006. Pada tahun yang sama ia menerima American Film Institute's Lifetime Achievement Award.

Sabtu, 31 Oktober 2020, Connery dilaporkan meninggal dunia di Bahama, Karibia.

Rest in peace, Sir Thomas Sean Connery..


Baca juga: Intouchable, Film Yang Hangat Tentang Relasi Manusia

Golden Globe untuk Bohemian Rhapsody


Yippiiiiieeee...Bohemian Rhapsody jadi jawara! Sempat menonton filmnya, lalu menjadikannya bahan obrolan yang tak habis-habis di media sosial, membuatku merasa terlibat dan punya ikatan emosional dengan film ini  Ikut senang rasanya mendapati film ini mendapat penghargaan Golden Globe.


Berlangsung di Beverly Hilton, Beverly Hills, California, AS, Minggu, 6 Januari 2019, ajang penghargaan bergengsi untuk film dan televisi ini memilih para pemenangnya. Sebanyak 25 penghargaan diberikan kepada para penggiat dunia film dan televisi atas peran dan dedikasi mereka dalam dunia seni peran. A Star is Born sebelumnya banyak disebut bakal keluar sebagai pemenang. Karya lama yang digarap ulang oleh Bradley Cooper ini nyatanya kalah dari Bohemian Rhapsody, film biografi yang mengisahkan hidup Freddie Mercury bersama Queen. Yup, Bohemian Rhapsody berhasil membawa pulang Golden Globe Award untuk kategori Best Motion Picture kategori Drama. Pemeran utamanya, Rami Malek, juga meraih penghargaan sebagai Best Actor.

Para pesohor lain yang berhasil merebut penghargaan adalah bintang senior Glenn Close perannya dalam film The Wife. Ia mengalahkan pemeran utama A Star is Born yang sebelumnya diprediksi bakal menang, Lady Gaga. Sebagai Best Actor untuk Motion Picture (Musical/Comedy) adalah Christian Bale, lewat perannya di film Vice Rami. Sedangkan pemain perempuan dimenangkan oleh Olivia Colman berkat aktingnya dalam The Favorite. Sandra Oh, yang bertindak sebagai pembawa acara Golden Globes, dinobatkan menjadi Aktris Terbaik serial televisi untuk perannya dalam Killing Eve. Kemenangannya ini sekaligus menjadikan ia sebagai aktor keturunan Asia pertama yang menang dalam kategori tersebut sejak 1980. Golden Globes 2019 untuk penghargaan lifetime achievement lewat film, Cecil B DeMille Award diberikan kepada Jeff Bridges. Sedangkan untuk televisi diserahkan kepada Carol Burnett. 

Ini dia daftar lengkap pemenang Golden Globes 2019:
1. Best Television Performance by an Actor (Musical/Comedy) Michael Douglas, The Kominsky Method
2. Best Motion Picture (Animated) Spider-Man: Into the Spider Verse
3. Best Television Performance by an Actor (Drama) Richard Madden, Bodyguard
4. Best Television Series (Drama) The Americans
5. Best Supporting Actor (Television) Ben Whishaw, A Very English Scandal
6. Best Television Performance by an Actress (Limited Series) Patricia Arquette, Escape at Dannemora
7. Best Original Score (Motion Picture) First Man
8. Best Original Song (Motion Picture) “Shallow” — A Star Is Born
9. Best Supporting Actress in a Motion Picture Regina King, If Beale Street Could Talk
10. Best Actress Television Performance by an Actress (Drama) Sandra Oh, Killing Eve
11. Best Supporting Actor in a Motion Picture Mahershala Ali, Green Book
12. Best Screenplay (Motion Picture) Nick Vallelonga, Brian Curry, Peter Farrelly, Green Book
13. Best Supporting Actress (Television) Patricia Clarkson, Sharp Objects
14. Best Actor in a Motion Picture (Musical/Comedy) Christian Bale, Vice
15. Best Motion Picture (Foreign Language) Roma
16. Best Television Performance by an Actor (Limited Series) Darren Criss, The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story
17. Best Director (Motion Picture) Alfonso Curaón, Roma
18. Best Television Performance by an Actress (Musical/Comedy) Rachel Brosnahan, The Marvelous Mrs. Maisel
19. Best Television Series (Comedy) The Kominsky Method
20. Best Television Limited Series or Motion Picture Made for Television The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story
21. Best Actress in a Motion Picture (Musical/Comedy) Olivia Coleman, The Favourite
22. Best Motion Picture (Musical/Comedy) Green Book
23. Best Actress in a Motion Picture (Drama) Glenn Close, The Wife
24. Best Actor in a Motion Picture (Drama) Rami Malek, Bohemian Rhapsody
25. Best Motion Picture (Drama) Bohemian Rhapsody


12 Years A Slave, Potret Muram Perbudakan


Film tentang perbudakan selalu menyisakan rasa miris dan pertanyaan: mengapa manusia bisa demikian kejam? Klise ya? Tapi memang pertanyaan itu yang juga muncul dalam benakku setelah menuntaskan 12 Years A Slave. Lalu film ini pun menjadi bagian dari koleksi, yang kapan-kapan perlu tonton lagi.



12 Years A Slave mengangkat kisah Solomon Northup (Chiwetel Ejiofot) yang menjadi korban perbudakan. Tak tanggung-tanggung, seperti judulnya, selama 12 tahun. Sebuah kondisi yang sama sekali tak pernah pernah terlintas di benak Solomon. Ia memang lelaki berkulit hitam. Namun ia hidup sebagai manusia bebas. Ia tinggal bersama istri dan dua anaknya di Saratoga, New York. Solomon adalah seorang pemain biola dan cukup terpandang di kalangan masyarakat. Ia hidup bahagia bersama keluarganya hingga ia berjumpa dengan Theophilus Freeman (Paul Giamatti). Dari pria ini Solomon mendapat tawaran untuk bergabung dengan rombongan sirkus sebagai pemain biola. Iming-iming bayaran yang lumayan membuatnya tergiur. Kepada istrinya ia menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Sayangnya tawaran tersebut hanya perangkap yang disiapkan oleh Freeman, yang sesungguhnya adalah seorag penyalur budak. Bersama para kulit hitam lainnya, Solomon pun kemudian mulai ditawar-tawarkan kepada para pemilik perkebunan.

Maka demikianlah, dengan nama baru –Platt, Solomon pun mulai menjalani 12 tahun kehidupannya sebagai seorang budak. Ia beberapa kali berpindah tuan. Berkali-kali ia mengalami dan menyaksikan peristiwa mengenaskan. Solomon pernah menjadi budak William Ford (Bennedict Cumberbatch), seorang tuan tanah yang baik hati. Tapi ia berakhir di perkebunan kapas milik Edwin Epps (Michael Fassbender) yang dikenal sebagai tuan yang kejam kepada para budaknya. Sebagai seorang anggota masyarakat yang pernah hidup bebas, tak serta merta Solomon memberikan perlawanan. Ia cukup cerdas untuk menghitung. Cukup bersabar menerima segala perlakuan buruk, demi bebas pada masanya kelak. Ia tak ingin mati sia-sia.

Ada cukup banyak adegan kekerasan dalam film ini. Kebrutalan yang khas ditunjukkan oleh film dengan latar perbudakan, kita temukan pula di film ini. Para tuan dengan entengnya menyiksa budak-budak miliknya. Dicambuk dengan kejam dan diperlakukan tak manusia; para budak diperjualbelikan dengan semau-mau tuannya, seolah mereka binatang dagangan. Manusia yang digantung di pohon karena melawan tuannya, menjadi pemandangan yang wajar.

Film garapan Steve McQueen ini menghadirkan banyak nama populer. Selain Cumberbatch dan Fassbender juga ada nama Paul Dano, Lupita Nyong'o, Paul Giamatti, dan Brad Pitt yang juga bertindak selaku produser. Sedangkan Ejiofot cukup banyak bermain dalam miniseri di televisi. Akting mereka tentunya tak diragukan lagi. Tapi selain tokoh-tokoh pentingnya, para pemeran pembantu juga melakonkan perannya dengan baik dan menjadikan film yang diangkat dari memoir berjudul sama milik Solomon ini memang layak tonton. Musik garapan Hans Zimmer seperti biasa, memberikan peran yang sangat baik dalam membangun  suasana.

Dan meski tak menjadi film terbaik pilihan Oscar, Steve McQuenn diganjar penghargaan untuk kategori Best Picture, yang menjadikannya sebagai produser kulit hitam Inggris pertama yang mendapatkan penghargaan bergengsi ini. Oscar juga diserahkan kepada Nyong'o untuk kategori Best Supporting Actress, dan John Ridley untuk kategori Best Adapted Screenplay.  Golden Globe memberi film ini award untuk kategori Best Motion Picture – Drama, sedangkan British Academy of Film and Television Arts menganugerahi predikat Best Film dan Best Actor.

Black Book, Kisah Perjuangan Seorang Perempuan Yahudi


Nonton film buatku adalah pelarian. Lari dari tanggung jawab: dead line, stuck nulis, stuck melakukan hal kreatif lainnya 😀 Aku bisa betah nonton hingga 3 film sekali putar. Dan entah film apa saja yang sudah kutonton. Aku mencatat dua, film yang buatku nendang banget. Pertama, film animasi Coco. Kedua, Black Book. Aku tak suka membaca sinopsis atau review sebelum nonton film. Kejutan itu menyenangkan. Terutama untuk film-film yang file-nya tersimpan di laptop. Lalu sebagai pertanggungjawaban dari ‘pelarian’ ini, aku mewajibkan diri untuk menuliskan review-nya 😊


Aku memulai dari film kedua, Black Book. Film diawali dengan cerita perjalanan perempuan Belanda, Ronnie (Halina Reijn) ke Israel, pada Oktober 1956. Kunjungannya ke salah satu sekolah di area wisata, mempertemukannya dengan sosok perempuan yang pernah dikenalnya, Rachel Stein (Carice van Houten). Sesungguhnya ini bukan kisah Ronnie, melainkan Rachel. Maka perjumpaan itu pun mengembalikan Rachel pada tahun-tahun yang pernah dilaluinya di Belanda. 

Alkisah Rachel adalah penyanyi Yahudi Belanda yang sebelumnya menetap di Jerman. Tapi pada masa perang, ketika kaum Yahudi diburu, ia hijrah ke Belanda dan bersembunyi di rumah warga. Sayangnya tempat persembunyiannya segera diketahui, dihancurkan dalam sekali serangan. Ia pun mendatangi pengacara yang pernah disebut oleh ayahnya, Smaal (Dolf de Vries). Sebelumnya ia mendapat tawaran dari anggota perlawanan, Van Gein (Petrus Blok) yang mengaku bisa membawanya keluar dari area pencarian. Dengan berbekal uang yang telah dititipkan sang ayah ke Smaal, Rachel pun kemudian bergabung dengan sejumlah orang yang pergi dengan tujuan yang sama, menghindar dari wilayah yang diduduki Nazi. Pada pelarian ini, Rachel berjumpa dengan keluarganya, ayah, ibu, dan adiknya. Perjumpaan yang sangat singkat. Karena tak lama meninggalkan daratan, kapal diserang oleh sekelompok serdadu Jerman. Rachel berhasil menceburkan diri ke sungai. Penumpang lainnya, tewas. 

Tak dijelaskan prosesnya, Rachel diselamatkan oleh kelompok perlawanan di Den Haag, di bawah kepemimpinan Gerben Kuipers (Derek de Lint). Ia mendapat tawaran untuk menjadi agen dengan nama samaran Ellis de Vries. Rachel mengubah rambutnya menjadi pirang. Pada pelarian sebelumnya, dalam perjalanan kereta ia berjumpa dengan Ludwig Müntze (Sebastian Koch). Tugas pertamanya adalah menggoda Muntze yang adalah salah satu komandan Jerman. Ia bertugas bersama anggota lain yang sekaligus dokter, Hans Akkermans (Thom Hoffman). Pancingan mereka berhasil. Müntze sungguh jatuh cinta pada Ellis, dan dengan segera ia pun mndapatkan pekerjaan sebagai sekretaris di kantor pusat tentara. Di sinilah Ellis berjumpa dengan Ronnie. 

Stop sampai di sini ya, tak seru kalau diceritakan keseluruhan. Selintas film ini mengingatkanku pada The Reader. Tokohnya sama-sama perempuan, dengan setting masa berjayanya Nazi, namun dalam posisi yang berbeda. Aku nonton The Reader pada masa film itu rilis, 2008. Sedangkan Black Book rilis dua tahun sebelumnya. Dan aku tak tahu ada film bagus ini 😕 Yup, untuk menemukan sensasinya sebaiknya nonton filmnya. Sensasi mendapati kengerian pembunuhan, atau nuansa hangat yang muncul di antara perjumpaan Rachel dengan Muntze (sosok yang langsung membuatku jatuh cinta lalu googling dengan kata kunci: Sebastian Koch), atau ketika peran Ellis sebagai mata-mata ketahuan. Tontonlah, kau tak akan menyesal, kawans. Atau justru menyesal, karena gambaran-gambaran buruk di film ini menghantuimu 😅

Black Book pertamakali ditayangkan pada 1 September 2006 di Fesival Film Venesia, dan dirilis untuk umum dua pekan kemudian di Belanda. Film ini menjadi film paling mahal yang pernah digarap di Belanda. Namun juga menjadi film paling sukses secara komersil. Ini film pertama Paul Verhoeven yang dibuat di Belanda sejak The Fourth Man, garapannya tahun 1983 sebelum ia pindah ke Amerika. Pers Belanda memberikan respon positif terhadap film ini. Pun pers internasional, terutama untuk kinerja Van Houten. Black Book menerima tiga Golden Calves, dan memenangkan penghargaan terbanyak di Festival Film Belanda pada tahun 2006. Pers internasional menanggapi secara positif, terutama mengenai kinerja Van Houten. Film ini juga dinominasikan untuk Penghargaan BAFTA sebagai Best Film Not in the English Language. Didaftarkan untuk Academy Award kategori Best Foreign Language Film tahun 2007, namun tidak masuk nominasi.




Man from Nowhere, Film Action Korea dengan Banyak Penghargaan


Sebetulnya ini film sudah tonton dua tahunan lalu. Lupa dapat film itu dari mana. Dan ga tahu juga kalau itu film Korea, awalnya. Gara-gara beberapa waktu lalu, cari bahan siaran, dan menemukan film ini ada dalam list Top 100 Best Spy Fi Movies versi IMDB, jadilah iseng bikin catatan.

Bisa dibilang The Man From Nowhere adalah film Korea pertama yang kutonton. Itu pun tak sengaja. Sementara, konon kata kawan-kawan, Korea terkenal dengan film drama yang mengharu-biru dan mengaduk perasaan. Nah, yang kutonton malah film action. Yang kemudian bikin ‘oooh..’ adalah menjumpai film ini di IMDB mendapatkan rating yang terhitung tinggi, yakni 7,8. Sejajar dengan The Day of The Jackal (Fred Zinnemann/1973), The 39 Step (Alfred Hitchcock/1935), Black Book (Paul Verhoeven/2006), Taken I (Pierre Morel/2008). Sedangkan Argo (Ben Affleck/2012) dan Kingsman: The Secret Service (Matthew Vaughn/2014) mendapatkan rating 7,7. Rating film ini hanya 1 angka di bawah The Bourne Identity (Doug Liman/2002).

Adalah Cha Tae Sik (Won Bin), laki-laki misterius yang kurus, kucel, dan tampak tak terurus. Tinggalnya pun di sebuah rusun kumuh. Ia sosok lelaki yang terlihat tak peduli dengan sekitar, dan sepertinya juga tak terlalu diperhatikan oleh lingkungan sekitar. Kecuali bocah perempuan bernama Jeong So-Mi  (Kim Sae Ron). Gadis kecil ini tinggal bersama ibunya yang adalah pecandu narkoba. Memiliki ibu yang bekerja di tempat hiburan, jarang di rumah dan berkomunikasi, membuat gadis kecil ini tersisih dari pergaulannya. Lelaki penyendiri dan gadis kecil terabaikan inipun kemudian menjadi teman. Tae Sik sering memberi tumpangan dan makanannya pada si gadis yang sering dianggap nakal ini. 

Adegan awal masih terasa manis; komunikasi yang manis antara dua orang lawan jenis beda umur, dan penampakan sosok misterius yang manis dari Won Bin. Ya ya ya, kurasa aku lebih suka dia tampil berantakan dibandingkan versi rapi. Terkesan lebih misterius. Ketegangan saat ada gank mafia yang mencari pencuri heroin yang diduga adalah sang ibu. Tae Sik akhirnya terlibat karena benda yang dicari dititipkan ke pegadaian miliknya. Pun karena ke-taktegaan-nya akan nasib sang bocah. Pada proses ini mulai dibuka siapa sesungguhnya Tae Sik. Lelaki misterius yang ternyata memiliki masa lalu pilu. Mulai ditunjukkan pula keahliannya bela diri dan mengendus musuh. Pertempuran pun tak terelakkan. Terlihat sangat heroik memang. Mafia yang tak hanya mengedarkan narkoba tapi juga berdagang organ manusia, dengan jajaran anggota gank yang bejibun, dilawan sendiri oleh sang tokoh ganteng ini. 

Belakangan aku suka nonton kembali film-film action lama, ketika butuh hiburan dan tak pengen terlalu mikir. Film ini sama asiknya. Malah, cukup mengagetkan buatku, karena sebelumnya tak pernah nonton film Korea. Chemistry Won Bin dan Kim Sae Ron terpadu dengan baik. Ditambah lagi dengan dialog-dialog sederhana yang menarik. Selebihnya sih, ga bagus-bagus amat juga, so-so lah, tapi tetap menarik sebagai sebuah film aksi. 

The Man from Nowhere berhasil mendominasi berbagai ajang penghargaan, baik di Korea maupun dunia pada 2010. Film besutan sutradara Lee Jeong Beom yang juga dikenal dengan ‘Ahjeossi’ ini berhasil menembus angka 6,3 juta penonton dan berhasil menduduki peringkat 16 film box office Korea sepanjang masa menurut Korean Film Council. Kedua pemeran utama, Won Bin dan Kim Sae Ron diganjar penghargaan. Perannya sebagai agen rahasia di film ini tujuh penghargaan sebagai Best Actor dalam enam ajang penghargaan film berbeda selama tahun 2010-2011. Sedangkan si kecil Kim Sae Ron menyabet gelar Best New Actress dalam Korean Film Awards 2010.