Menerbitkan Buku Antologi secara Mandiri

Dulu, mengenal istilah antologi adalah dari buku kumpulan cerpen. Saat itu hanya sebagai pembaca dan belum memahami persis proses penyusunan tulisan dengan embel-embel antologi tersebut. Sudah pasti lebih rumit dibandingkan di masa kini. Hampir semua buku antologi yang kubaca diterbitkan oleh penerbit mayor, yang proses pengumpulannya lewat seleksi yang ketat. Pada masa kini, semua orang bisa menerbitkan buku sendiri. Membuat kumpulan tulisan bersama atau menerbitkan buku antologi nggak susah lagi.



Baca juga: Reviu Buku dan Tips Membuat Bookstagram

Ketika merencanakan penerbitan sebuah buku, lazimnya penerbit melakukan semacam riset untuk memastikan buku yang akan diterbitkan laku di pasaran. Kecuali untuk buku-buku yang memang sudah kerap diproduksi. Sebut saja kumpulan cerpen Kompas, yang berisi kumpulan cerpen terpilih yang pernah ditayangkan Kompas Minggu. Nah, di masa kini,tak perlu menjadi penulis terkenal untuk bisa menerbitkan karya. Termasuk membuat buku kumpulan tulisan atau antologi.


Apa itu Antologi?

Secara harfiah, antologi dimaknai sebagai karangan bunga atau bunga. Istilah yang diambil dalam bahasa Yunani ini juga dipadankan dengan bunga rampai, kumpulan karya sastra. Awalnya antologi hanya berupa kumpulan puisi, lalu berkembang menjadi jenis karya sastra lainnya. Dalam perkembangan berikutnya, lebih luas lagi, mencakup kumpulan karya musik, misalnya karya-karya yang ditulis oleh komposer atau artis. Selain itu bisa berupa kumpulan cerita yang telah ditayangkan atau diterbitkan di media massa. 

Buku antologi berisikan karya dari beberapa orang dalam tema yang sama. Prosesnya beragam, misalnya buku antologi yang disiapkan langsung oleh penerbit, buku antologi sebagai hasil akhir dari sebuah perlombaan, buku antologi sebagai karya bersama komunitas, dll. Tak sedikit penerbitan buku antologi dilakukan secara terbuka dengan membuka pendaftaran di media sosial. 

Baca juga: Jangan Pelihara Kucing, Kerja Sama Perdana dengan Penerbit Epigraf


Mencetak Karya

Sebelum membahas perihal menerbitkan buku antologi, mari mundur beberapa langkah dulu dengan menjawab pertanyaan: "memang perlu ya memiliki karya yang tercetak?" Pertanyaan seperti ini sangat mungkin muncul, mengingat di era sekarang semuanya serba digital. 

Buatku pribadi, perlu. Tulisan yang dibukukan dalam bentuk cetakan tetap dibutuhkan sebagai semacam monumen karya kita. Kalau sepakat dengan alasan tersebut, yuk, lanjut ke proses berikutnya.

Pertanyaan kedua: "menulis karya solo atau bersama?" Masing-masing tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya. Sebagai acuan adalah tujuannya. Nanti kita bahas lebih lanjut.

Pengalamanku sendiri dalam menerbitkan karya masih terbatas. Pertama kali ikut nulis keroyokan, buku bertema kucing yang diterbitkan seorang kawan. Judulnya "Pacoh and Friends". Aku menulis kisah tentang Naga, kucing oren kepala keluarga Rumah Ronin. Kelak, kukembangkan cerita-cerita lain tentang Aa Naga dan keluarga kucingnya dalam buku bertajuk "Dongengan Naga". Tema kucing memang akan selalu ada dalam rencanaku. Ada kisah yang ingin kutuliskan menjadi sebuah novel, tapi masih sebatas gagasan kasar. Belum punya cukup stamina untuk memulainya. Namun terdesak oleh keinginan "mencetak karya", maka pada November (2022) lalu, bersama seorang kawan, aku memutuskan untuk menerbitkan buku antologi bertema kucing. Selain menulis, aku memposisikan diri sebagai penyelia (sekaligus penanggung jawab) dan proof reader. Dan terbitlah Jangan Pelihara Kucing, yang ditulis oleh 22 orang.



Baca juga: Stoikisme dan Upaya Melakoni Hidup yang Baik


Menulis untuk Buku Antologi

Keuntungan bergabung dalam proyek penulisan untuk buku antologi adalah kita tak perlu menulis sendiri naskah untuk satu buku. Sebagai gambaran, untuk sebuah novel dengan ketebalan 200 halaman buku saja, kita harus menulis paling tidak 200 halaman A4. Sebelum sampai pada stamina menulis panjang, tulisan pendek bisa menjadi ajang latihan terlebih dahulu. 

Saat ini, komunitas menulis dengan mudah kita temukan di berbagai jejaring media sosial. Kita bisa langsung nempel saja untuk bergabung dalam penulisan, sesuai dengan tema yang kita suka atau kuasai. Baik karya fiksi maupun nonfiksi. Yang perlu dilakukan adalah menyiapkan diri dengan serius dalam proyek penulisan. Menjaga komitmen itu penting, terlepas dari proyek penulisan yang kita bergabung ini saling kenal atau tidak. Rekam jejak kita akan dicatat, jangan sampai masuk daftar hitam penulis karena kita ingkar dari kesepakatan yang sudah dibuat.

Sebagai gambaran, berikut lebih kurang proses pembuatan buku antologi yang dikelola secara mandiri. 

1. Memilih komunitas atau tema

Sebuah komunitas menulis biasanya menyenggarakan proyek nulis bareng secara berkala. Tinggal memantau dan mengikuti jika kesempatan itu dibuka. Atau mengikuti berbagai proyek yang ditawarkan di media sosial, tinggal mengikuti aturan yang ditetapkan. 

2. Kontributor

Saat kita mendaftarkan diri sebagai penulis, kita dianggap sebagai kontributor. Ketentuan tiap proyek penulisan buku antologi beragam, tergantung penyelenggara. Misalnya terkait dengan dana. Penyelenggara bisa mensyaratkan biaya tertentu, gratis, atau membebani kewajiban misalnya harus membeli buku dengan jumlah tertentu. Pastikan kita sebagai kontributor mengetahui hal tersebut sedari awal. 

Sebaliknya, kontributor juga berhak untuk mendapatkan kepastian terkait penerbitan. Tak jarang, sebuah buku tak jadi terbit karena jumlah kontributor tak memenuhi kuota. 

3. Penyelia dan penanggung jawab

Ada beberapa istilah untuk sosok yang memiliki fungsi sebagai penanggung jawab proyek penulisan ini. Yang banyak dikenal, ya, penanggung jawab atau PJ. Tugasnya memastikan naskah masuk sesuai dengan alur waktu yang ditetapkan. Biasanya para penulis dikumpulkan dalam sebuah grup, misalnya di media sosial atau aplikasi WhatsApp. 

Baca juga: Menepis Kutukan Balada Si Roy


4. Penyunting

Proses penyuntingan dapat dilakukan oleh tim buku, atau diserahkan kepada penerbit yang sekaligus menyediakan jasa penyuntingan. Tugas penyunting dalam proyek buku antologi mandiri yang bisa jadi sebagian besarnya bukan penulis, akan cukup berat. Menjadi tugas PJ untuk menyaring karya yang masuk dan memastikan tulisan-tulisan tersebut memang layak terbit dan dibaca khalayak luas. 

5. Penerbit

Menentukan penerbit selayakya sudah dilakukan sebelum penggalangan kontributor. Mengingat tiap penerbit memiliki aturan yang berbeda dan menawarkan jasa yang berbeda-beda pula. Selain itu terkait jenis pencetakan bukunya, apakah dengan Print on Demand (POD) atau melalui cetak offset. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 

Jadi, ketika naskah telah siap, kita bisa langsung menyerahkan proses berikutnya ke penerbit. Apakah termasuk penyuntingan naskah atau langsung proses pendaftaran ISBN dan pencetakan buku. 

6. Pasca cetak

Setelah cetak, buku akan diapakan? Pertanyaan ini semestinya juga sudah menjadi pertimbangan sebelum proyek penulisan bersama digaungkan. Apakah buku hanya akan dibagikan gratis atau dijual dengan harga tertentu? Apakah buku hanya untuk internal komunitas, atau akan disebarluaskan? Jika dijual, apakah buku dipasarkan di toko tertentu, secara online, atau diserahkan ke masing-masing penulis. Dan seterusnya dan sebagainya. 

Ketika saya mulai belajar menulis buku di Sekolah Perempuan, saya baru tahu istilah buku antologi ini. Singkatnya, buku antologi adalah kumpulan tulisan dari beberapa kontributor sesuai tema yang ditentukan sebelumnya. Misalnya kumpulan cerpen, kumpulan puisi, kumpulan dongeng anak, kumpulan resep, dan lain-lain. Buku antologi ditulis beramai-ramai, mungkin semacam keroyokan, maka ada sindiran, bahwa yang menulis disebut kontributor, bukan penulis. Tetapi banyak yang memilih buku antologi sebagai langkah awal menuju menjadi penulis sebenarnya, karena menulis buku antologi itu mudah. Benarkah?

Baca juga: Pseudonim, Kisah Pertarungan Idealisme Dunia Penulisan


Mau Menerbitkan Buku bersama Ibu Meong?

Tahun ini, aku berencana untuk kembali menggiatkan penulisan buku bersama alias buku antologi. Ada beberapa tema yang sudah kurencanakan. Bukan cuma tema meong, lo! Banyak tema menarik yang bisa diterbitkan menjadi sebuah buku. 

Untuk penerbit, aku masih akan bekerja sama dengan Epigraf, yang sebelumnya sudah menerbitkan buku antologi kisah kucing. Tertarik? Akan lebih baik jika sudah memiliki kelompok nulis bareng, sehingga bisa langsung "berangkat" sama-sama. Misalnya para mom blogger yang mau sama-sama menulis tentang home education. Atau sekelompok teman ngerumpi yang terpikir untuk menerbitkan sebuah buku sekadar seru-seruan, kenapa enggak? Proyek yang dilakukan di antara kawan yang saling kenal relatif memudahkan dalam koordinasi, selain chemistry yang telah terbangun bersama. Anggapannya, masing-masing juga dapat berkomitmen serius menulis hingga bukunya lahir. 

Jika tak ada kelompok, tak soal. Tinggal mengecek saja tema-tema yang kemungkinan akan diterbitkan dan bisa bergabung di dalamnya. Jika berminat untuk bergabung di proyek menerbitkan buku antologi, sila langsung kontak via WhatsApp atau email: dhenok.hastuti@gmail.com

No comments