Pupus Putus Sekolah, Novel Grafis Seru tentang Pendidikan Alternatif

Perihal keresahan tentang kondisi pendidikan formal di tanah air menjadi bahasan yang tak lekang dari waktu ke waktu. Aku tak punya perhatian khusus terhadap dunia pendidikan. Hanya secara umum. Dan dari sedikit yang terperhatikan, rasa-rasanya adaaaaa saja masalah yang muncul. Maka, begitu menemukan novel grafis karya Kurnia Harta Winata ini memunculkan sesuatu yang menyegarkan sekaligus menghangatkan. Tentang si Pupus, anak yang akhirnya belajar dari banyak hal sebagai sumber referensi setelah ia putus dari sekolah.



Baca juga: Menjadi Orang Tua Bijak (bukan toxic parent)

Aku bukan pembaca cerita bergambar. Bacaanku hanya sejauh komik Ramayana - Mahabarata pada masa kecil. Baru membaca Kungfu Boy pada 2010, hibahan dari kawan. Melihat penampakan buku Pupus Putus Sekolah (PPS) di lapak buku punya kawan. Rasanya seperti melambai-lambai untuk dibaca. Aku pun memesan buku pertama. Buku kedua, kemudian kumiliki juga sebagai hadiah ulang tahun. Senangnyaaa...


Sinopsis

Buku PPS yang pertama, Anak Berharga, mengisahkan muasal si Pupus tak lagi bisa sekolah. Awalnya hanyalah keengganan. Pupus merasa dipermalukan di sekolah, akibat tak menjawab dengan tepat pertanyaan guru. Pundung, ceritanya. Ngadat, nggak mau ke sekolah. Pupus kembali ke sekolah setelah sang guru ternyata bersedia menyampaikan permintaan maafnya di deoan kelas. Sayangnya, akhirnya bocah ini betul-betul tak lagi bisa bersekolah karena nenek semata wayangnya meninggal dunia. 

Sebuah kebetulan yang kemudian menjadi berkah bagi Pupus adalah perjumpaannya dengan Profesor Suryo. Sang profesor menawari Pupus untuk tinggal di rumahnya, membantunya dalam urusan rumah, dan sebagai gantinya, ia akan mengajari Pupus apa pun yang ingin dipelajarinya. Maka demikianlah, Pupus tinggal di rumah Profesor. Berkenalan dengan Mak Luwe, pemilik warung tempat Pupus diminta Profesor untuk makan ketika ia ada di kampus. 

Ada interaksi yang kocak dan hangat di antara mereka, semua tokoh yang muncul di buku pertama ini. Juga detail peristiwa yang menunjukkan bahwa pembelajaran bisa bersumber dari apa saja. Putus sekolah bukan berarti tidak bisa belajar. 

Di buku kedua, Anak Gigih, secara khusus bercerita tentang pertemuan Pupus dengan Madame Lie, kawan lama Profesor. Berawal dari keinginan belajar membuat bubur demi Profesor, Pupus malah mendapatkan banyak pelajaran berharga. Dari interaksinya dengan Madame Lie, interaksi Profesor dengan kawan lamanya itu, dan peristiwa yang berkelindan di antaranya, Pupus mendapatkan aneka pemahaman baru. 

Baca juga: Bermain di Alam, Alternatif Liburan untuk Anak


Penceritaan

Pada bagian keterangan tentang komikus, Kurnia Harta dengan jelas menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah suka sekolah. Meski ia melakoninya dengan baik, mulai TK hingga lulus dan menyandar gelar Sarjana Teknik Fisika. Tapi ia tak pernah memanfaatkan ijazahnya. Kurnia memilih bekerja sebagai animator. Dalam perkembangannya, ia merasa perlu mempelajari storytelling, karena banyaknya ide yang lantas bersliweran tiap ia mengerjakan garapan animasinya. Dari proses inilah ia menyadari bahwa dirinya sebetulnya gemar belajar. Sebelumnya, semasa sekolah, ia merasa tak suka belajar. Yang di kemudian hari disadarinya adalah bahwa ia bukan tak suka belajar, melainkan tidak sreg dengan pola yang diterapkan di bangku sekolah formal. 

Berangkat dari pengalamannya itulah ia menurunkannya dalam bentuk kisah dalam novel grafis. Pilihan gambar Kurnia bernuansa sederhana. Aku memilih istilah ini karena secara teknis tak cukup paham. Tapi nuansa sederhana itu kutangkap. Mungkin juga dari pilihan gaya gambarnya yang jenaka, dengan dialognya menggunakan kata tutur yang sederhana pula. 

Berhubung aku ini tak cukup punya pengalaman membaca cerita bergambar, awalnya hanya selewat saja mencermati gambarnya. Lebih pada membaca dialog. Tapi, ketika memutuskan untuk membaca ulang, baru kutemukan cara pandang baru terhadap buku ini. Misalnya ketika Pupus kehilangan neneknya, ada penggambaran ruang-ruang yang kosong. Warung tutup, ruang hening. Ada rasa kehilangan yang kutangkap dari gambar itu. "Oooo begitu, ya, ternyata." Demikian lebih kurang hasil penemuan baruku 😀

Kesimpulannya: Pupus Putus Sekolah ini buku yang seru, asik, mencerahkan. Cocok untuk bacaan anak-anak dan remaja, orang tua -barangkali selama ini menerapkan homeschoolling untuk anaknya atau justru sedang terpikir, untuk mom blogger yang meminati dunia parenting, dan siapa pun yang peduli dengan dunia pendidikan.

No comments