Pada zaman medsos ini begitu banyak hal yang dijadikan perdebatan. Ibu rumah tangga vs ibu bekerja. Bayi ASI vs bayi sufor. Melahirkan normal vs sesar. Itu baru versi emak-emak. Ada banyak lagi versi anak muda. Anak muda laki dan anak muda perempuan pun beda persoalan. Orang berebut untuk menyampaikan komentarnya dengan berbagai alasan. Nggak, saiyah ndak pengin membahas soal pertentangan tersebut. Cuma mau ambil salah satunya, tentang perempuan. Persisnya tentang mengapa perempuan perlu bekerja.
Baca juga: Perempuan-Perempuan dalam Karya PAT
Pada banyak kasus pertanyaan "mengapa perempuan perlu bekerja" adalah saat perempuan dihadapkan pada pernikahan. Hal yang sering kali menjadi dilema, terutama jika perempuan disodori pilihan: berhenti atau tetap bekerja. Banyak pendapat yang pro dan kontra. Terutama dari kalangan relijius yang menganggap pernikahan sebagai ibadah dan perempuan harus menurut pada suami. Atau pandangan konservatif yang semata melihat perempuan sebagai sosok yang hanya perlu 5 M (masak, macak, manak, mulang, milih). Atau pandangan bahwa uçuşan perempuan hanyalah dapur, sumur. Ya, perempuan seolah tak puasa kuasa atas pilihan-pilihannya, hanya memiliki tugas tempelan.
Apa, sih, Alasanmu Menikah?
Ada sebuah tayangan video yang beredar luas, yang menggambarkan tentang perempuan yang sedang dilamar kekasihnya dengan menyodorinya cincin. Digambarkan, saat perempuan itu mencoba cincin yang diberikan si lelaki, sontak ia terlempar ke sebuah situasi. Berada di rumah dengan segudang kerepotan, mengerjakan ini dan dan itu, dari urusan pekerjaan, anak, hingga tetek bengek domestik sendirian. Lepas cincin, kembali normal. Diulang, terjadi lagi.
Tentu saja dalam sebuah rumah tangga tak selalu seperti itu. Gambaran itu menjadi semacam stereotip pernikahan ketika perempuan seolah menjadi bulan-bulanan dalam kehidupan berumah tangga. Tak hanya perempuan yang memang memilih full time sebagai ibu rumah tangga, melainkan juga perempuan yang berdiri di dua kaki, sebagai pekerja sektor publik sekaligus domestik.
Alasan menikah ini menjadi hal penting yang perlu dipikirkan, baik oleh laki-laki dan terutama dalam konteks tulisan ini adalah perempuan. Di luar pertimbangan berdasarkan agama --yang notabene bukan ketertarikanku, banyak laki-laki yang menikah untuk alasan yang menurutku "enggak banget". Misalnya bosan sendiri, tak bisa mengurus diri sendiri, ingin ada yang memanjakan, dsb. Begitu pun dengan perempuan, yang pada level yang sama mengatakan bahwa keinginan menikah atas alasan butuh dibiayai, sudah lelah bekerja keras sendiri, membutuhkan perlindungan, dsb.
Nah, jika alasannya adalah seperti di atas, barangkali perlu dikaji ulang rencana pernikahannya. Karena pada hakikatnya pernikahan bukanlah lembaga yang menjadikan seseorang menggantungkan hidupnya atas yang lain. Sebaliknya, pernikahan merupakan pertemuan dua sosok yang masing-masing mampu membangun dirinya sendiri, yang pada akhirnya komitmen untuk bersama itu lebih menegaskan dukungan kepada masing-masing pihak untuk lebih berkembang. Tidak ada yang merasa lebih dominan atau superior dalam hubungan tersebut. Yang ada hanyalah berbagi peran sesuai keinginan dan kemampuan masing-masing dengan bersandar pada cita-cita masa depan yang telah dicanangkan bersama. Sehingga aneka kendala dan tantangan dalam pernikahan yang bisa jadi menguras perhatian itu akan sanggup untuk diselesaikan bersama. Mau tahu apa yang menjadi masalah, tinggal dibicarakan bersama.
Baca juga: Menjadi Perempuan Mandiri dan Merdeka
Perempuan, antara Karir dan Keluarga
Menjadi perempuan memang tidak mudah. Secara takdir, ia memiliki rahim yang memberinya kesempatan untuk melahirkan kehidupan. Hal inilah yang di kemudian hari memunculkan dilema bagi perempuan, apakah cukup menjadi ibu rumah tangga yang setia di rumah saja atau tetap bekerja setelah menikah.
Ada sejumlah pertimbangan, mengapa perempuan perlu bekerja.
1. Membangun percaya diri. Perempuan merupakan pribadi kompleks yang sebagian besarnya dibentuk oleh budaya patriarki yang sering kali menomorduakan perempuan. Rasa percaya diri bahwa ia mampu, dibutuhkan oleh kaum perempuan. Dan salah satunya adalah dengan tetap mempertahankan kemampuan dalam menghasilkan uang. Ia akan merasa lebih berdaya karena mampu menghadapi tantangan dan mengambil inisiatif. Ia telah memberikan nilai di tengah masyakarat yang membuat ia merasa dihargai dan diakui.
2. Mendapatkan kemandirian finansial. Dalam banyak kasus, ketergantungan finansial perempuan terhadap pasangannya melahirkan masalah. Bagi keluarga yang secara finansial melimpah, barangkali tak jadi soal. Ketika masing-masing anggota keluarga sudah dibekali dengan materi yang cukup dan pendukung lainnya seperti asuransi, tabungan, dan ivestasi, masa depan relatif lebih aman. Berapa persen kalangan yang dimampukan untuk melakukan hal tersebut di negeri ini? Yang lebih banyak terjadi adalah perempuan yang bergantung secara finansial, tanpa dibekali dengan pendukung lain, yang pada akhirnya menyebabkan perempuan kelimpungan saat ditinggal pergi suami, baik karena kematian maupun penyebab lainnya.
Melalui kemandirian finansial, perempuan memahami tujuan keuangan. Meraka juga dimampukan untuk mengontrol keuangannya sendiri yang di antaranya bisa untuk membangun mimpinya sendiri.
3. Memberikan andil dalam perekonomian keluarga. Bukankah sumber keuangan yang datang dari dua arah lebih baik dibandingkan yang datang dari satu arah saja? Terlebih satu arah pun dalam kategori pas-pasan? Pada masa yang secara ekonomi serba sulit, upaya mengumpulkan pundi-pundi sebaiknya dilakukan oleh semua pihak. Dalam keluarga, pasangan suami-sitri sudah semestinya untuk sama-sama produktif untuk menyiapkan kebutuhan bagi masa depan. Terlebih jika sudah memiliki anak, yang biaya pendidikannya tidak murah.
4. Melawan stereotip gender dan menjadi inspirasi bagi generasi masa depan. Selama ini stereotip perempuan menyebutkan bahwa "cita-cita dan mimpi perempuan akan berakhir setelah menikah". Bahwa perempuan hanya memiliki fungsi sebagai pengasuh dan penerima finansial. Faktanya perempuan dapat terus memabngun dirinya dan berdaya secara ekonomi meski telah menikah. Hal yang dapat membangun impiannya sendiri. Fakta ini dapat menjadi inspirasi para generasi mendatang, bukan hanya kaum perempuan namun juga para lelaki, bahwa perempuan memiliki peran penting dalam keluarga dan masyarakatnya.
Baca juga: Pernikahan dan Jatah Mandan
Perempuan yang ingin memiliki penghasilannya sendiri tidak melulu harus bekerja dalam kantor yang jauh dari rumah dan membutuhkan usaha ekstra untuk mencapainya. Di masa kini, banyak pekerjaan yang bisa dilakukan oleh perempuan dari rumah. Sejumlah pekerjaan yang bisa dilakukan secara daring dapat dijadikan pilihan. Misalnya sebagai pembuat konten. Aneka media yang terbuka untuk publik dapat dipilih untuk berkarya sebagai pembuat konten.
Menjadi penulis juga dapat dijadikan pilihan bagi perempuan yang ingin bekerja dari rumah. Ada banyak platform yang menyediakan ruang berkaya baik tulisan fiksi maupun nonfiksi dengan tata cara pembayarannya masing-masing. Bagi yang gemar menulis, layak dicoba 'kan?
Punya hobi tertentu? Kenapa tidak dimanfaatkan? Misalnya hobi merajut, melukis, bertaman. Hasilnya dapat dipasarkan secara luring maupun daring. Kalau tidak, jual beli bisa memanfaatkan jaringan yang dimiliki tanpa harus produksi sendiri atau mengeluarkan modal untuk pengadaan barang.
Bagi yang memiliki kemampuan mengajar, dapat menjual kepiawaiannya tersebut dalam pelatihan-pelatihan yang saat ini juga banyak dibutuhkan. Baik secara mandiri maupun bergabung dengan lembaga tertentu yang membebaskan keanggotaan pekerjanya.
Ada yang lainnya? Mau menambahkan? Pastinya masih banyak pilihan yang bisa diambil bagi para perempuan yang memang merasa perlu untuk bekerja, baik semata demi eksistensi, kemandirian finansial, maupun sebagai pendukung ekonomi keluarga.
Meski demikian, kesepakan terkait pilihan perempuan untuk bekerja tetap perlu dibicarakan dengan pasangan. Bagi perempuan yang sudah berkeluarga ada banyak kompromi yang harus dilakukan. Bagaimanapun ada tugas lain yang perlu diemban dalam sebuah rumah tangga. Pembagian tugas bersama pasangan dan mengatur waktu supaya perhatian terhadap keluarga tetap terjalani dengan baik perlu dibahas dengan pasangan. Dalam hal ini komunikasi memiliki peran penting agar kepentingan bersama dan harmoni dalam tetap terjaga.
Catatan ini semata opini penulis, yang sangat mungkin berubah dan mengalami penyesuaian mengikuti perkembangan zaman. Semoga setidaknya ada sedikit manfaat. Namaste.
No comments