Permakultur dan Kunjungan ke Kebun Igirmranak

Tinggal di rumah mungil dengan pekarangan luas, dilengkapi dengan aneka tanaman, baik bunga, aneka sayur dan buah, dan tanaman pelindung, siapa mau? Ah, sesungguhnya itu impianku. Memiliki rumah sebagai tempat berteduh sekaligus ikut merawat bumi dengan pola bertanam yang ramah lingkungan dan melibatkan banyak makhluk lainnya. Membayangkannya saja sudah membuatku bahagia. Apakah kamu tertarik juga? Mari kita buat manifestasi sama-sama. Bulan lalu kebetulan berkunjung ke lahan permakultur yang digarap kawan di Igirmranak. 


Sebetulnya kebun di Igirmranak, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah ini belum lengkap. Penanganannya juga belum optimal. Namun, sebagai sebuah upaya di tengah perladangan yang homogen dan dibanjiri pupuk kimia, upaya ini patut diapresiasi dan perlu mendapat dukungan.


Apa itu Permakultur? 

Permakultur atau dalam bahasa Inggris permaculture dalam pengertian harfiahnya adalah pertanian permanen. Model pertanian ini sebetulnya sudah ada di tengah masyarakat kita dari zaman dahulu kala. Sebagai orang yang lahir dan besar di desa, dengan sedikit lahan yang kami miliki, ada sejumlah komponen yang terbilang memenuhi syarat untuk disebut permakultur. Kami memiliki aneka jenis tanaman konsumsi seperti sayuran, umbi-umbian, aneka macam tanaman bumbu dapur, buah-buahan; padi yang kami tidak punya. Kami memelihara ayam kampung, yang telur dan dagingnya kami konsumsi sendiri dan sebagiannya dijual ke pasar. Kandang selalu bersih, karena Bapak rajin membersihkan kotoran mereka dan menjadikannya pupuk.

Ya, itu kondisi yang sangat akrap kita temukan di pedesaan. Tapi konsep ini mengemuka secara global saat Bill Mollison, peneliti dan ahli biologi asal Australia mempublikasikan pemikirannya. Publikasi secara global itu pun mendapat sambutan baik. Ia menyampaikan ajakan: “bekerjalah dengan alam, bukan melawannya”. Manusia sebagai makhluk yang menghuni bumi memiliki tanggung jawab atas kehidupannya sebagai pribadi maupun makhluk sosial. Ia memikul tanggung jawab atas kehidupannya di masa depan--termasuk anak cucunya--dan keberlangsungan bumi. Tanggung jawab itu termasuk menjaga eksistensi aneka flora-fauna dan makhluk hidup lainnya.

Kunci utama permakultur adalah "keseimbangan dan berkelanjutan". Permakultur dapat menjadi bagian dari pembelajaran tentang hidup yang berkesadaran. Melalui permakultur kita diajak untuk:
1. Peduli akan masa depan bumi dengan menjalankan sistem yang berkelanjutan agar berkelanjutan dan bertambah luas
2. Peduli akan masa depan manusia dengan mencukupkan kebutuhan mereka terhadap sumber daya alam demi keberlangsungan hidupnya
3. Peduli dengan ketersediaan sumber daya di alam dengan mengambil secukupnya sesuai kebutuhan dan menyerahkan sisanya bagi generesi mendatang, baik manusia maupun berbagai elemen yang terlibat

Permakultur mensyaratkan upaya timbal balik bahwa kita perlu mengembalikan apa yang sudah kita manfaatkan dari alam. Kata kunci "berkelanjutan" juga membutuhkan perencanaan yang baik terkait perancangan ekologis; sudah disiapkan dari awal sistem pemanfaatan energinya. 



Dalam pelaksanaannya, permakultur dapat dijadikan kegiatan bersama dalam komunitas, meski sangat memungkinkan untuk dijalankan secara mandiri atau personal. Namun, dalam skala komunitas tentunya ada hal baik lainnya yang serta-merta ikut terbangun. Misalnya pemanfaatan lahan umum di satu wilayah, dengan warganya saling membantu, bergotong-royong dalam ambil peran dan tanggung jawab. Inilah yang lebih kurang coba dilakukan oleh seorang kawan di Igirmranak. 


Lahan Permakultur di Desa Igirmranak 

Bulan lalu aku melakukan perjalanan ke Wonosobo, persisnya ke Desa Igirmranak yang berlokasi di kaki Gunung Prau. Ada kawan Ajeng yang mengajakku, menjenguk lahan permakultur yang dikelola oleh kawannya, Rumiyati, yang dinamai Zona Sekeco.

Tanah yang dikelola perempuan yang akrab disapa Rumi ini lebih kurang seluas 1.000 meter persegi (termasuk lahan kandang komuninal dan pabrik pupuk) yang merupakan tanah bengkok desa. Kerja sama tersebut diputuskan dalam rapat antara BPD, pemerintah desa, dan Rumi sebagai Direktur Samitra Lingkungan bersama timnya, pada November 2024. Sebuah kesepakatan kerja sama yang buat Rumi adalah tantangan, mengingat kawasan Igirmranak ini sebagian lahannya sudah nyaris habis ditanami kentang dan tanaman sejenis. Dapat dipastikan lahan-lahan tersebut tak satu pun yang menggunakan pupuk organik.

"Tanah di sini pH-nya sangat asam. Saat kami datang, tak ada seekor pun cacing yang kami temukan," kenang Rumi, kembali ke tahun lalu saat mulai menggarap lahan ini.

Dengan idealismenya untuk ikut andil menjaga bumi, Rumi bersikukuh untuk menjalankan rencananya. Setelah tanah dikosongkan beberapa lama, diberikan pupuk organik hingga tanah bisa ditanami. Penanaman dimulai pada Desember 2024. Aneka tanaman ia sebar di kolom-kolom tanah yang disediakan, berupa sayuran, bunga, dan empon-empon menyusul pada awal tahun 2025. Empat batang kopi tetap dibiarkan tumbuh di tempatnya.  

Dalam pelaksanaannya, awalnya Rumi menggandeng pemuda desa. Sayang tak berjalan baik, di antaranya karena para pemuda menginginkan hasil yang instan. Rumi mengalihkan kerja samanya dengan 4 ibu-ibu desa yang ia sebut sebagai Srikandi Igirmranak. Pelan-pelan dilakukan perbaikan. Rumi yang hanya 1-2 hari seminggu berkunjung bisa bernapas lega karena para ibu yang diserahi tanggung jawab menjaga dan merawat kebun melakukan tugas mereka dengan sangat baik. 
Kolaborasi tim Rumi ini sudah melakukan panen:
  • Kentang sebanyak 1 kali
  • Wortel 2 kali
  • Kopi 1 musim
Tanaman lain yang belum panen adalah talas, ubi yakon, carica, cabe gendot, dan tanaman di blok apotek hidup. 


Penyediaan ayam sebagai hewan ternak di lokasi ini juga masih menjadi wacana. Sejauh ini kebutuhan pupuk kandang dicukupi dari kotoran domba yang dipelihara di tanah yang berbeda; sebuah kandang komunitas yang dikelola oleh desa. Sudah tercukupi, bahkan pengolahan limbah dari kandang komunal ini sudah memberikan hasil secara ekonomis lewat pengolahan dan penjualan pupuk kemasan. Meski demikian, tetap, Rumi masih berkeinginan lahan permakulturnya dilengkapi dengan kandang ayam.

PR Rumi dan para ibu penggerak ini masih panjang. Apalagi untuk sampai mewujudkan cita-cita menjadikan lahan ini sebagai area wisata dan pembelajaran berbasis ekologi. Homestay sudah disediakan sebanyak 2 buah rumah panggung, sebuah ruang yang sedianya untuk rumah makan yang cukup memadai, ruang pertemuan dan dapur yang cukup luas, dan satu gedung sebagai ruang tidur bersama. Kesemuanya masih memerlukan sentuhan hospitality yang cukup serius.

"Dari perkembangan yang ada, rencananya kami akan mulai lakukan aktivasi warung permakultur dan sistem event bulanan pada September 2025," ungkap Rumi bersemangat. Ini sekaligus menjawab keraguan sebagian besar warga yang memandang sebelah mata terhadap pertanian organik.

Program pembelajaran bagi anak-anak sekolah pernah coba dilakukan namun belum berhasil baik. Rumi menyadari, masih cukup banyak kendala yang dialaminya untuk mempublikasikan kawasan ini sebagai area belajar. Namun ke depan ia sungguh-sungguh berharap program ini terlaksana. Karena anak-anak adalah generasi masa depan yang perlu kita siapkan untuk peran dan tanggung jawab mereka demi keberlangsungan bumi yang mereka tinggali. Tak sabar suatu hari kelak bisa mendapatkan kabar baik bahwa anak-anak sekolah sudah bisa belajar di lahan ini. Rumi sendiri optimis wisata ekologis sudah bisa dibuka pada Januari 2026. 

Btw, buat yang suka kisah belajar anak, boleh juga kunjungi blognya Teh Okti blogger Cianjur terutama bagian mondok di Gontor yang seru. 


Ah, Rumi, terima kasih banyak sudah menerima dengan hangat kunjungan kami. Sebagai sebuah niat baik dari upaya untuk memberikan andil bagi keberlangsungan bumi yang lestari, aku ikut berharap lahan permakulur di Desa Igrimranak ini terus bertumbuh sekaligus bisa menghidupi pengelolanya dan warga yang terlibat.    

Sampai kapan Rumi akan aktif mengurus Zona Sekeco?

"Komitmen saya sampai sistem manajemen dipegang sendiri oleh warga Igirmranak. Minimal 5 tahun, maksimal 10 tahun."

Sip! Lancar, sukses. Sampai ketemu lagi, kawan-kawan Zona Sekeco dan semesta Igirmranak. 

Buat teman-teman yang merencanakan liburan yang "tak sekadarnya", sila hubungi Rumi untuk menikmati kaki Prau yang permai.

Ibu Meong bareng Rumi waktu naik Prau









No comments