Waspada Kesehatan Mental dan Upaya Penanganan dengan Terapi Energetik BCR

Jumat lalu dikejutkan oleh kabar kematian ibu dan dua anaknya. Kematian yang tidak wajar. Sang ibu menghabisi nyawa anaknya dengan memberi mereka racun sebelum mengakhiri hidupnya sendiri dengan gantung diri. Peristiwa ini kembali membuat orang ternganga. Sebuah kenekatan yang bikin pilu, terlebih di tengah kondisi negeri yang sedang tidak baik-baik saja. Apa yang sedang dialami ibu ini? Tapi, jika dilihat dari tindakan bunuh diri, bisa dipastikan jika ibu tersebut mengalami gangguan kesehatan mental. Yuk, aware dengan gejala gangguan mental yang dialami orang-orang di sekitar kita.


Baca juga: Olah Napas untuk Kesehatan Mental

Surat yang ditinggalkan Ibu Banjaran ini disebar di berbagai media. Menyiratkan ketakutan dan kekhawatirannya akan masa depannya bersama dua anaknya. Selain merasa sering diabaikan oleh suaminya, sang suami juga terjebak hutang besar yang ia taks yakin bagaiamana menyelesaikannya. Ada berapa banyak kisah seperti ini beredar di sekitar kita?  


Apa Itu (Gangguan) Kesehatan Mental?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi kesejahteraan mental yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi stres dalam hidupnya, mengekspresikan kemampuannya, belajar dan bekerja dengan baik, serta memberikan kontribusi bagi masyarakat di sekitarnya.

Seseorang disebut mengalami gangguan mental (mental disorders) jika ia tak berhasil mengatasi berbagai gejala yang memengaruhi emosi, pikiran, dan perilakunya. Kondisi ini bisa memburuk jika gejala dialami secara terus-menerus, tidak mencari jalan keluar, dan menjadikan penderitanya merasa tidak bahagia. 

Kesehatan mental yang terganggu bukanlah kondisi tiba-tiba. Ada proses yang sudah berlangsung lama. Tidak adanya kesadaran untuk melakukan upaya penyembuhan, menjadi gangguan ini semakin solid. Beberapa faktor menjadi pemicu terjadinya gangguan, di antaranya adalah:

Faktor biologis:

  • Gangguan pada fungsi saraf otak 
  • Kerusakan pada otak, baik kelainan bawaan, akibat infeksi atau trauma kecelakaan.
  • Memiliki riwayat gangguan mental dari keluarga
  • Otak mengalami kekurangan oksigen pada proses kelahiran
  • Kekurangan gizi
  • Konsumsi NAPZA dalam jangka panjang

Faktor psikologis:

  • Trauma akibat kekerasan fisik dan verbal, baik di masa lalu maupun sedang berlangsung
  • Luka masa kecil, terutama dalam relasi dengan orang tua 
  • Kurang bisa bersosialisasi dengan orang dan lingkungan 
  • Rasa kehilangan yang mendalam akibat ditinggalkan orang terdekat 
  • Merasa gagal, tidak mampu, kesepian, dan penilaian negatif terhadap diri sendiri lainnya

Ada sejumlah gejala khas yang mengikuti mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental. Tanda-tandanya bervariasi, tergantung jenis gangguan yang dialami. Beberapa di antaranya adalah: 

  • Mengalami rasa sedih yang berlarut-larut; kesedihan yang sering kali tanpa sebab yang jelas
  • Mengalami perubahan emosi yang drastis
  • Kehilangan rasa peduli terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar
  • Merasakan kelelahan yang berkepanjagan, tak punya tenaga, mengalami gangguan tidur 
  • Mengapami perubahan kebiasaan makan, misalnya menjadi sangat berlebihan atau sangat kurang

Adapun jenisnya, sejauh ini, ada ratusan jenis gangguan mental yang telah dijadikan rujukan diagnosis wilayah psikiatri. Beberapa yang telah cukup kita kenal, antara lain: 

  • Gangguan emosi (depresi, bipolar, obsesif-kompulsif/OCD, dll.)
  • Gangguan kecemasan (anxiety disorder) 
  • Gangguan kepribadian (antisosial, narsistik, histrionik, dll.)
  • Gangguan kurang perhatian dan hiperaktivitas (attention-deficit/hyperactivity disorder/ADHD)
  • Gangguan makan.
  • Gangguan stres pasca trauma (post-traumatic stress disorder/PTSD)
  • Gangguan autisme (autisme spectrum disorder/ASD)
  • Skizofrenia 

Baca juga: Berdamai dengan Inner Child


Menjaga Mental Tetap Sehat

Apa yang perlu kita lakukan agar kesehatan mental kita terjaga? Hal sederhana dari ajaran Stoic adalah memfokuskan diri pada apa pun yang bisa kita kendalikan. Karena sering kali yang terjadi, pikiran kita banyak dipengaruhi bahkan dijajah oleh keinginan untuk mengendalikan segalanya. 

Beberapa poin Stoikisme yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari: 

1. Memahami tentang hal yang bisa dan tidak bisa diubah. Ini merupakan ajaran dasar dari Stoik. Untuk membiasakan, pemilahan ini perlu dilakukan setiap hari secara sadar, tentang apa-apa yang bisa diubah dan tidak. 

2. Membiasakan diri membuat catatan. Buatku sendiri, membuat jurnal harian masih menjadi hal yang sulit dilakukan. Tapi kebiasaan ini merupakan hal baik yang diakui oleh generasi ke generasi. Melalui jurnal ini kita bisa berkaca dari pengalaman yang sudah lewat. Hal ini juga membantu pengenalan terhadap diri sendiri dan perkembangan kepribadian kita. 

3. Menyadari bahwa segala hal apa adanya. Hal alami setiap orang adalah menerima yang baik-baik saja, yang menguntungkan saja, yang membuat gembira saja. Padahal hidup selalu berubah. Adalah penting untuk menerima segala hal sebagai bagian dari pembelajaran hidup. 

4. Menciptakan kebahagiaan. Yup, kebahagiaan bukanlah pemberian, ia hadir dengan diciptakan. Penciptanya ya kita sendiri. Ini terhubung ke poin pertama, bahwa kita tak bisa mengendalikan segala hal di luar kita. Yang lebih penting adalah bagaiamana kita merespons setiap persoalan. 

5. Menyadari diri sebagai bagian dari alam semesta. Pernyataan "kita bukan siapa-siapa" bukan berarti mengecilkan peran kita. Ini semata kesadaran ada dunia yang lebih luas di luar kita. Tak perlu berfokus pada kemalangan dan hal buruk dari pengalaman sendiri. Tak ada yang abadi, segala hal bergerak, segala hal berubah. 

Perlu juga untuk membangun dan memperlajari hal-hal baru yang menantang. Terlebih bagi kamu yang terbiasa melakukan rutinitas yang sama dari waktu ke waktu. Aku sendiri tengah mengulik pembelajaran hal baru baru terkait bahasa, penerbitan, dan kemampuan perceiving. Dan itu seru. 

Ada juga kawan-kawan blogger yang rutin menulis di blognya masing-masing, sebagai bagian dari journaling, pun tempat menuangkan ide-ide kreatif mereka, seperti ide market day. Silakan bisa dicoba untuk keseharian ibu modern

Namun, jika ditemukan kesadaran bahwa kesehatan mental sudah mengalami gangguan mental yang signifikan, jangan ragu untuk meminta pertolongan kepada profesional. Kamu bisa mengunjungi psikolog, psikiater, atau terapis kesehatan mental.  

Baca juga: Pulihkan Trauma dan Ciptakan Hidup Sehat Selaras dengan Terapi BCR


Penanganan Gangguan Kesehatan Mental dan Terapi BCR

Hal pertama dan utama dari langkah penanganan adalah acknowledge, pengakuan. Orang yang mengalami gangguan kesehatan mental perlu mengakui bahwa dirinya memang sedang bermasalah. Tanpa pengakuan tersebut, tak mungkin ada proses penyembuhan. 

Dalam beberapa bulan terakhir ini aku mempelajari terapi Body Communication Resonance (BCR). Pendekatan penyembuhan yang diprakarsai oleh Dhavid Avandijaya Wartono ini berfokus pada pemulihan keharmonisan antara tubuh dan pikiran melalui peningkatan kesadaran tubuh, relaksasi, dan pengelolaan energi vital. Dalam BCR terapis hanya bertugas menyediakan ruang bagi pemulihan klien/pasien. Ia hanya memfasilitasi pemulihan emosional dan fisik, sisanya diserahkan kepada klien/pasien untuk memprosesnya. Jika klien/pasien bersedia untuk berubah, maka tubuhnya akan berproses untuk meningkatkan kemampuan self-healing dan menciptakan kedamaian dalam diri. 

BCR menekankan body awareness. Mengajak kita menyadari bagaimana emosi dan pengalaman psikologis bermanifestasi dalam tubuh. Bagaimana hal yang menyasar mental dapat berkembang menjadi penyakit yang solid di dalam tubuh. Seperti diungkap dr. David, segala penyakit yang bukan disebabkan oleh bakteri, virus, kuman, parasit disebabkan oleh gangguan pada kesehatan mental. Bisa tidak secara langsung, semacam efek domino. Misalnya gangguan kecemasan yang membuat seseorang mengurung diri terus menerus, menjadikan pola makan berubah, tubuh tidak bergerak dalam waktu lama, pelan tapi pasti bakal menumbuhkan penyakit fisik. Masih banyak contoh-contoh lainnya.

Dalam pelaksanaannya, terapi BCR hanya memberikan sentuhan pada focal point di kepala dan tubuh. Sekali lagi, proses ini tidak untuk menyalurkan energi. Terapis hanya menyediakan ruang bagi klien/pasien berproses; ruang untuk membantu mengelola dan membersihkan "sampah batin" atau beban emosional yang tersimpan di dalam tubuh mereka. Jika energi tubuh telah selaras, akan tercipta keseimbangan antara kondisi emosional dan kesehatan fisik; pikiran dan tubuh saling terhubung dan mendukung satu sama lain. Jika tubuh dan pikiran telah selaras, kemampuan untuk self healing atau penyembuhan diri sendiri akan berkembang. Kita juga dimampukan untuk lebih mindful atau "hadir penuh" dan berdamai dengan diri sendiri. 

Buat kamu yang tertarik untuk terapi BCR, sila hubungi aku, ya. Langsung WA saja.

Atau kalau tertarik untuk ikut pelatihannya, ada kelas-kelas yang sudah diap diikuti, di Bandung dan Yogyakarta. 



Jangan lupa untuk aware terhadap sekitar. Tak perlu mencampuri urusan orang lain. Namun sekiranya ada seseorang butuh bantuan terutama terkait kesehatan mental, kita siap untuk mengulurkan tangan. 

Baca juga: Mengenal Sabotase Diri dan Mekanisme Koping




No comments