Mengenal Tempat Pemujaan Umat Hindu


Ini pura pertama yang kukunjungi pada kedatanganku ke Bali kali ini. Sebatang pohon perkasa menyapaku dalam keheningan. Bunganya yang berwarna oranye mengingatkanku pada bunga soka. Barangkali semacam soka raksasa. Dari batang dan akarnya yang berpilin kuat sempurna membuatku membayangkan pohon ini sudah ratusan tahun meneduhi Pura Sada Kapal.


Pura Sada termasuk salah satu cagar budaya di Bali. Namun tampaknya tidak mendapat cukup banyak kunjungan dibandingkan pura lainnya. Pura Sada atau sering disebut juga sebagai Puru Sada ini terletak di Banjar Pemebetan, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi. Sekilas lintas langsung terlihat sejumlah kemiripan dari pura ini dengan bangunan candi di Jawa Timur. Penekun lontar di desa ini menyebutkan tahun pembangunan pura ini adalah 830. Namun catatan lain menyebutkan, pura ini dibangun Raja Mengwi pada sekitar abad 18. Dibangun sebagai penghormatan terhadap leluhur keluarga kerajaan yakni Prabu Jayengrat.


Seperti pura pada umumnya, Pura Sada dibagi atas tiga halaman, yaitu jabaan (halaman luar/kanistha), jaba tengah (halaman tengah/madhya), dan jeroan (halaman dalam/utama). Pada pura-pura kecil sering ditemukan halaman luar dan tengah digabung menjadi satu, sehingga pura itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu halaman luar dan halaman dalam. Pura Sada termasuk pura yang cukup besar. Masing-masing halaman pura dibatasi oleh tembok keliling dengan pintu masuk berbentuk candi bentar yang terletak antara halaman luar dengan halaman tengah, dan kori agung atau candi kurung sebagai penghubung halaman tengah dengan halaman dalam. Pintu yang terbuka candi bentar menandakan keterbukaan terhadap umat yang akan melangsungkan ibadat. Namun semua hal duniawi harus ditanggalkan begitu memasuki halaman tengah dan akan memasuki halaman dalam. Ini ditandai dengan pintu yang tertutup pada candi kurung.

Pada sejumlah pura, tak semua pengunjung –dalam hal ini wisatawan- diperbolehkan memasuki halaman dalam. Namun di Pura Sada pengunjung diijinkan masuk, mencermati detil candi, maupun sekadar mengambil gambar. Kecuali barangkali saat upacara berlangsung. Pura Sada bisa jadi tak banyak dimasukkan dalam agenda paket perjalanan wisata. Namun bagi yang menyukai seluk beluk terkait sejarah, Pura Sada bisa dijadikan salah satu tujuan. Dari Denpasar lokasi Pura Sada adalah sebelum Taman Ayun yang lebih kerap dijadikan tujuan wisata.


Taman Ayun menjadi kunjunganku berikutnya. Pura Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kabupaten Badung, sekitar 18 km barat laut Denpasar. Taman Ayun dapat diartikan sebagai taman yang indah. Pura ini dibangun pada abad 1634 oleh raja Mengwi saat itu, I Gusti Agung Anom. Pura Taman Ayun merupakan Pura lbu (Paibon) bagi kerajaan Mengwi. Piodalan pura ini dilangsungkan pada setiap enam bulan sekali tepatnya pada ‘Selasa Kliwon Medangsia’ (berdasarkan perhitungan tahun Saka). Seluruh masyarakat Mengwi akan merayakan piodalan selama beberapa hari memuja Tuhan dengan segala manifestasinya.

Pura Taman Ayun terdiri atas 4 halaman yang berbeda; halaman satu berbeda ketinggian dengan halaman lainnya. Halaman pertama yang disebut Jaba bisa dicapai hanya dengan melewati satu-satunya jembatan yang berada di sisi kolam dan pintu gerbang. Sebuah tugu kecil ada di sisi kiri dan sebuah bangunan luas yang disebut wantilan ada di sisi kanan. Tempat ini sering diadakan sabungan ayam saat ada upacara. Tapi mataku langsung tertumbuk pada sosok yang melenggang di tengah jalan. Meooooong..

 
Tiga halaman dari pura ini melambangkan tiga tingkat kosmologi dunia, dari yang paling bawah adalah tempat atau dunianya manusia, ke tingkat yang lebih suci yaitu tempat bersemayamnya para dewata, serta yang terakhir melambangkan sorga tempat bertahtanya Sang Hyang. Aku tak mengunjungi halaman-halaman berikutnya karena sedang dalam kondisi tertutup. Lantas kami memilih jalan memutari area pura. Dari samping kiri-belakang-kanan, masih bisa kulihat area keempat atau halaman terakhir yang merupakan area tertinggi dan yang paling suci. Beberapa meru tampak menjulang tinggi dengan berbagai ukuran dan bentuk. Pura ini sempat mengalami kehancuran pada peristiwa gempa bumi tahun 1917. Pemugaran baru dilakukan pada tahun 1950.


Pada bagian belakang area pura terdapat lahan cukup besar dengan aneka macam pohon di dalamnya. Hal yang juga selalu menarik buatku adalah mencermati pepohonan. Selain kucing tentunya.



Mengunjungi Pura Puru Sada dan Pura Taman Ayu memberikan pengalaman yang berbeda. Begitu pula saat hari berikutnya mengunjungi Pura Besakih yang merupakan salah satu pura agung di Bali.

No comments