Ada yang
pernah menjumpai penampakan badak bercula satu di instansi-instansi pemerintah
atau ruang publik di wilayah Jawa Barat dan Banten? Aku sendiri tak cukup tahu. Tapi, konon banyak instansi pemerintah daerah yang menampilkan sosok binatang langka
ini. Badak bercula satu menjadi simbol. Badak bercula satu menjadi kebanggaan.
Tapi apakah patung badak bercula satu ini merepresentasikan dirinya setepat
aslinya?
Satu patung
yang kulihat dalam jarak cukup dekat adalah yang gagah terpasang di salah satu
sisi alun-alun Pandeglang. Ayah dari salah satu tim, Kang Ivan, kebetulan
adalah warga Pandeglang. Kami dua malam menginap di rumah mereka.
"Lihat
ekornya, itu bukan ekor badak, tapi kerbau atau sapi. Sama, maaf, penisnya. Itu
penis kuda, bukan badak," ujarnya sambil menengok ke arah kami yang
perempuan.
Ah, tak perlu minta maaf, Pak ... penis, ya penis, tak perlu diganti
menjadi "jagung" 😂 Sayangnya si penis badak tak bisa kuperhatikan langsung,
karena kami sekadar melewati kawasan tersebut tanpa berhenti. Hanya tampilan
ekor yang sempat tertangkap mata. Panjang berkelok. Ekor badak memang tak
sepanjang itu. Begitulah, semangat simbol kebanggaan daerah tanpa dibarengi
referensi yang memadai.
Detil badak
bercula satu kujumpai di kantor WWF Indonesia. Binatang besar pemakan herba
dengan kulit serupa baju zirah. Gagah. Sebatas gambar memang, karena seperti
kita tahu, konservasi badak bercula satu ada di Ujung Kulon. Tak ada agenda ke
sana, dan butuh waktu yang lebih lama untuk tiba di ujung barat pulau Jawa ini.
Kantor WWF
Indonesia berlokasi di Carita, kawasan pantai barat Banten. WWF Indonesia
memulai gerakannya di Indonesia pada 1962, dua tahun setelah berdirinya
organisasi ini. Binatang pertama yang menjadi subjek konservasi mereka adalah
Panda di Cina. Itulah mengapa binatang pemakan bambu itu menjadi lambang WWF.
Barangkali jika temuan pertama mereka adalah badak bercula satu, binatang
langka di Ujung Kulon inilah yang dijadikan lambang. Barangkali.
Mengenal
Badak Bercula Satu (Badak Jawa)
Badak diyakini sudah ada sejak jaman tersier, atau jaman
sekitar 65 juta tahun yang lalu. Pada masa itu badak masih memiliki 30 jenis.
Namun seperti halnya dinosaurus, badak pun
mengalami kepunahan. Kini, di dunia, hanya 5 spesies badak yang tersisa. Dan
dua di antaranya terdapat di Indonesia. Spesies yang masih bertahan hidup yakni:
- Badak Sumatera (Sumatran rhino) bercula dua atau Dicerorhinus sumatrensis; terdapat di Pulau Sumatra (Indonesia) dan Kalimantan (Indonesia dan Malaysia).
- Badak Jawa (Javan rhino) bercula satu atau Rhinocerus sondaicus; terdapat di Pulau Jawa (Indonesia).
- Badak India (Indian rhino) bercula satu atau Rhinocerus unicornis; terdapat di India dan Nepal.
- Badak Hitam Afrika bercula cula (Black Rhino) atau Diceros bicormis; terdapat di Kenya, Tanzania, Kamerun, Afrika Selatan, Namibia, dan Zimbabwe.
- Badak Putih Afrika bercula dua (White Rhino) atau Cerathoterium simum; terdapat di Kongo.
Baca juga: Kesultanan Banten di Masa Kini
Selanjutnya, badak bercula satu di Indonesia kita sebut badak
jawa, untuk membedakannya dengan badak bercula satu di India, Rhinocerus
unicornis. Perbedaan Badak Jawa dan Badak India utamanya terletak pada
ukuran badan dan cula. Mamalia langka yang
secara umum berwarna tubuh abu
kehitaman ini mempunyai panjang antara
3,1 sampai 3,2 m dengan tinggi antara 1,4 sampai 1,7 m. Badak dewasa dilaporkan
mempunyai berat antara 900 hingga 2.300 kg. Ukuran ini jauh lebih kecil jika
dibandingkan Badak India yang dari ukuran lebih menyerupai Badak Hitam.
Sedangkan ukuran cula umumnya kurang dari 20 cm, lebih kecil dibandingkan cula
pada spesies badak lain. Itu pun ada kemungkinan
tidak tumbuh atau sangat kecil sekali pada betina.
Disebut Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) sebetulnya
tak tepat betul karena selain di tanah Jawa, populasinya pernah ada di Vietnam.
Tahun 2000 dilaporkan 8 ekor Rhinoceros sondaicus di Taman
Nasional Cat Tien, Vietnam. Tapi 11 tahun kemudian populasi badak di Vietnam
dinyatakan punah. Maka populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon menjadi
satu-satunya di dunia. Spesies ini juga merupakan yang terlangka di antara lima
spesies badak yang ada di dunia. Badak Jawa juga masuk dalam daftar merah badan
konservasi dunia IUCN, yakni kategori critically endangered atau sangat
terancam.
Sebelum mengalami penyusutan jumlah, Badak Jawa dulu
diperkirakan tersebar di Pulau Sumatra dan Jawa. Di Sumatra, badak bercula
satu ini tersebar dari Aceh sampai Lampung. Sedangkan di Pulau Jawa, Badak Jawa
pernah tersebar luas di seluruh Jawa. Jumlah yang semakin berkurang ini disebabkan
oleh berbagai hal, seperti penyakit, bencana, dan perburuan manusia. Konon,
Badak Jawa terakhir di luar Ujung Kulon ditemukan ditembak oleh pemburu di
Tasikmalaya pada tahun 1934.
Sebetulnya sejak tahun 1910 Badak Jawa secara resmi telah
dilindungi Undang-Undang oleh Pemerintah Hindia Belanda. Lalu pada tahun 1921
berdasarkan rekomendasi dari The Netherlands Indies Society for Protection
of Nature, Pemerintah Belanda menyatakan Ujung Kulon sebagai Cagar Alam. Status
ini berlanjut hingga status Ujung Kulon diubah menjadi Suaka Margasatwa di
bawah pengelolaan Jawatan Kehutanan dan Taman Nasional pada tahun 1982.
Baca juga: Jelajah Taman Buru Masigit Kareumbi
Sebetulnya badak
tidak memiliki predator alami. Ancaman terbesarnya adalah manusia. Para pemburu
biasanya mengambil cula badak dengan membuatnya pingsan, memotong culanya, lalu
membiarkannya mati kehabisan darah. Konon dalam ilmu pengobatan tradisional
China, cula badak ini dapat dimanfaatkan sebagai obat mujarab. Di pasar gelap
harganya bisa mencapai $30.000 per kg. Meski belum terbukti secara ilmiah,
banyak orang yang masih meyakininya. Di Indonesia sendiri, kasus perburuan
sudah tak pernah ditemukan lagi dalam 20 tahun terakhir.
Sejak tahun 1990-an penegakan hukum
dilakukan secara efektif oleh otoritas taman nasional dan dibarengi dengan
aneka kampanye terkait penyelamatan badak. Ancaman paling besar saat ini adalah
populasi terbatas yang menyebabkan rendahnya keragaman genetis. Akibatnya spesies
ini tak cukup mampu bertahan melawan wabah penyakit atau bencana alam seperti erupsi
gunung berapi, gempa, dan tsunami. Selain itu ancamannya adalah pertumbuhan
populasi manusia yang makin banyak melakukan pembukaan lahan. Sedangkan dalam
hal bereproduksi pun sulit terdeteksi.
Badak Jawa siap bereproduksi setelah
mencapai usia 3 hingga 4 tahun. Sedangkan jantan baru siap bereproduksi pada
usia 6 tahun. Masa kehamilan badak adalah 16 sampai 19 bulan dengan anak hanya
satu ekor. Artinya, satu Badak Jawa betina hanya bisa memiliki 1 anak dalam
waktu 4-5 tahun. Masa kawin mereka sulit ditebak. Itulah mengapa populasi badak
bercula satu terbatas.
Seperti kutulis sebelumnya, organisasi
internasional yang menangani masalah konversasi, penelitian, dan restorasi
lingkungan, World Wide Fund for Nature (WWF) untuk Indonesia sudah
berkiprah dalam pemantauan Badak Jawa sejak kehadiran pertama tahun 1962. Sejak
2001 lalu, WWF Indonesia bermitra dengan Balai Taman Nasional untuk memonitor
badak melalui kamera trap dan analisis DNA dari sampel kotoran. Dengan metode
itu WWF bisa memperoleh informasi tentang pola perilaku, distribusi, migrasi,
masa kawin, dan keragaman genetik.
Kang Iwan Podol memberi tunjuk alat deteksi |
Dari penelitian yang sudah dilakukan,
sejauh ini Badak Jawa teridentifikasi sebanyak 55 ekor. Penelitian berdasarkan
pengintaian kamera dengan membedakan ciri fisik pada masing-masing badak. Sementara
dari pemantauan sampel kotoran, bisa diketahui beberapa hal lainnya.
No comments