Mindfulness dan Upaya Mengatasi GERD

Beberapa bulan terakhir, kondisi tubuhku sudah serupa roller coaster saja. Sebelumnya, gangguan kesehatan sering muncul terkait gula darah, tensi, dan HB yang rendah. Mendadak sakit maag yang lama nggak kumat, muncul! Lalu, GERD yang tahun-tahun sebelumnya hanya datang samar, tiba-tiba ngamuk. Bah, kenapa pula ini?! Rehat, ambil jeda, evaluasi. Yup, aku kembali dalam kondisi tidak santuy. Kembali kepalaku penuh dengan sampah. Memang, menerapkan mindfulness itu bukan hal yang mudah. Tak instan. Perlu pembelajaran dan pembiasaan. Tapi aku meyakini, mindfulness dapat menjadi salah satu upaya mengatasi gerd.


Baca juga: Jeda dan Meditasi Bantu Redakan Pikiran yang Riuh

Kalau mengacu pada terminologi dunia kedokteran Barat, tak ada faktor stres yang masuk dalam daftar penyebab maupun faktor risiko. Artikel di situs RS Siloam, misalnya, yang menjabarkan detail soal GERD dan penanganannya. Begitu pula situs-situs kesehatan seperti halodoc, hellosehat, rubrik kesehatan media online seperti detik, CNN, Kompas juga tak menyebutkan secara jelas. Informasi pendukungnya adalah tentang studi-studi yang dilakukan lembaga tertentu, yang menunjukkan ada kaitan erat antara GERD dan pikiran yang mengacu pada kecemasan dan stres. Namun, tetap disebutkan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang secara positif mengaitkan kecemasan tersebut dengan peningkatan asam lambung. 

Sebagai orang yang mengalami langsung, aku merasakan betul keterkaitan asam lambung dan pikiran (yang ruwet). Maka, aku termasuk yang meyakini, salah satu penanganan gangguan kesehatan lambung yang mengarah ke GERD ini adalah dengan membenahi cara pikiran kita menyikapi sesuatu. Termasuk di antaranya melalui mindfulness.  


Mengenal GERD dan Gejalanya

Gastroesophageal Reflux Disease atau GERD merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gejala dalam pencernaan manusia, berupa terjadinya asam lambung yang mengalir kembali ke kerongkongan (refluks asam). Kondisi ini memunculkan rasa mulas, kesulitan menelan, atau rasa terbakar di tenggorokan. 

Penyebabnya, sfingter esofagus bagian bawah tidak menutup dengan baik. Akibatnya, asam lambung kembali naik ke kerongkongan. Sfingter esofagus ini adalah pita otot yang menjaga perut tetap tertutup dan mencegah asam bocor ke kerongkongan. Kondisi ini cukup umum terjadi. Namun jika kasusnya terus berulang, dapat menyebabkan terjadinya iritasi dan menyebabkan peradangan.

Baca juga: Pola Hidup Sehat Cegah Diabtes dan Terhindar dari Virus Corona

Diagnosis ditegakkan oleh tim medis melalui serangkaian pertanyaan terkait gejala GERD. Namun untuk memastikannya, dibutuhkan pemeriksaan endoskopi. Dengan begitu dapat diketahui apakah sudah terjadi kerusakan mukosa atau lapisan esofagus akibat teriritasi asam lambung.

Gejala klinis yang dialami penderita, selain rasa mulas, kesulitan menelan, atau rasa terbakar di tenggorokan, juga munculnya sensasi rasa pahit di mulut, munculnya karies pada gigi, terjadinya regurgitasi atau kembalinya makanan ke mulut dari kerongkongan, rasa sakit di tenggorokan hingga menyebabkan suara serak, batuk kronis, dan bau mulut. 

Jika gejala-gejala tersebut diabaikan, bisa jadi berbuntut gejala lanjutan seperti nyeri dada, muntah terus-menerus dan kehilangan selera makan, gangguan dalam menelan, kondisi pucat dan 5 L (lesu, lemah, letih, lelah, lunglai). Hati-hati juga untuk kondisi buruk lain seperti muntah yang disertai darah, warna feses yang berubah hitam, dan terjadinya penurunan berat badan yang signifikan. 

Lalu, apa hubungannya penanganan GERD dengan mindfulness? Sebelum soal penanganan, kita ketahui dulu faktor pencetus dan risikonya.


Faktor Pencetus dan Risiko GERD



Baca juga: Stoikisme dan Upaya Hidup Lebih Baik

Penyebab utama terjadinya GERD adalah sfingter esofagus bagian bawah tidak menutup dengan baik yang mengakibatkan asam lambung kembali naik ke kerongkongan. Selain itu GERD juga dapat dipicu oleh beberapa hal: 

Makanan atau minuman yang memiliki rasa yang kuat. Makanan dengan rasa asam, pedas, dan berminyak dapat memunculkan gangguan ini karena berpotensi meningkatkan produksi asam lambung dan melemahkan otot sfingter esofagus. Sementara untuk minuman, alkohol dan kafein-lah biang pencetus terjadinya GERD. 

Kebiasaan makan yang kurang baik. Baru-baru ini, GERD lamat-lamat datang lagi menyerangku. Penyebabnya? Terlalu lapar dan terlalu lelah. Akibatnya langsung tertidur tak lama setelah makan. Berikutnya, pagi terjaga dengan lambung ke arah dada terasa terbakar. Mungkin hal ini bukan kebiasaan. Tapi ketika sudah mengalami gejala-gejala umum GERD, percayalah, jangan pernah lakukan. Atau kalian akan mengalami serangan dengan cepat.

Selain itu, makan yang tergesa juga dapat menjadi pencetus. Makan dalam porsi kecil tapi sering lebih disarankan dibandingkan makan langsung dalam jumlah banyak. 

Siapa saja yang dapat terserang GERD? Siapa pun. Usia berapa pun. Namun beberapa kalangan memiliki risiko lebih, yakni:

  • Perempuan yang tengah hamil
  • Obesitas atau memiliki berat badan berlebih 
  • Para perokok dan yang sering terpapar asap rokok 
  • Adanya gangguan jaringan ikat seperti scleroderma
  • Adanya Hernia hiatus 

Baca juga: Berdamai dengan Inner Child


Kecemasan, Stres, dan Kaitannya dengan GERD

Kecemasan dan stres tidak dimasukkan dalam daftar penyebab GERD. Namun studi-studi yang terus dilangsungkan dan dipublikasikan menyebutkan keterkaitan erat antara hasil pikiran kita dalam merespon sesuatu ini dengan gejala GERD. Misalnya hasil sebuah studi yang dilansir Medical News Today.

Studi yang dilangsungkan pada 2018 itu melibatkan lebih dari 19.000. Dari para responden ditemukan, mereka yang mengalami kecemasan lebih berpotensi mengalami gejala GERD.  Beberapa kemungkinannya, menurut para peneliti adalah bahwa kecemasan dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bagian bawah, sehingga fungsinya untuk menjaga perut tetap tertutup dan mencegah asam bocor ke kerongkongan tidak optimal. Stres dan kecemasan yang berlangsung lama akan memengaruhi otot-otot di sekitar perut, yang berikutnya akan meningkatkan tekanan pada organ ini dan mendorong asam naik ke kerongkongan. Studi lain yang dimuat dalam Jurnal Clinical Gastroenterology and Hepatology juga menyebutkan temuan dari para responden, di antara mereka yang sudah bergejala GERD, naiknya asam lambung dan nyeri dada lebih parah dialami mereka dengan tingkat kecemasan lebih tinggi.  

Temuan lain menunjukkan hubungan timbal balik dalam kasus GERD. Sebuah penelitian pada 2019 menemukan orang dengan gejala GERD yang merasakan nyeri dada mengalami depresi dan kecemasan dengan kadar yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka mereka yang tidak merasakan nyeri. Dari temuan itu, para peneliti menyebutkan, GERD dapat disebabkan oleh kecemasan dan stres dan sebaliknya dapat memunculkan dua kondisi tersebut. Serupa lingkaran setan. 

Jadi, apa yang harus dibereskan lebih awal? 

Seperti disarankan di atas, beberapa kebiasaan yang dapat menjadi sumber penyebab dapat dihindari, seperti:

  • Makan dengan tergesa, langsung tidur setelah makan, mengonsumsi makanan melulu pedas dan berlemak, menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi kafein serta alkohol. 
  • Berusaha menjaga tubuh tetap sehat, segar, dan bersemangat dengan rutin berolah raga. 
  • Banyak tertawa dan bergembira dengan perjumpaan kawan-kawan satu frekuensi, menonton tayangan lucu, dan bersenang-senang bersama binatang peliharaan. 
  • Istirahat yang cukup dan melakukan teknik relaksasi.
  • Menerapkan mindfulness

Baca juga: Ngeblog sebagai Sarana Melepaskan Stres


Mindfulness dalam Praktek 

Mindfulness bersumber dari filosofi Buddha, yang pada intinya adalah keterampilan yang dimiliki individu dalam menyikapi berbagai peristiwa baik positif, negatif, maupun netral dengan sepenuh kesadaran sehingga dapat memberikan respon yang sewajarnya. Bahwa pada dasarnya segala peristiwa, apa pun nuansanya akan datang dan pergi. Yang tersisa hanyalah hasil dari penyikapan kita. Bukankah yang dibutuhkan hanyalah kedamaian dan kebahagiaan? 

Mengutip psychologytoday, fokus utama dalam praktik mindfulness adalah tentang kesadaran (awareness) dan penerimaan (acceptance).  

Kesadaran, dimaksudkan sebagai kemampuan individu dalam memusatkan perhatian terhadap apa yang sedang dikerjakan, pada saat ini. Sedangkan penerimaan merupakan kemampuan dalam mengamati dan menerima berbagai hal dan beristiwa yang terjadi dalam kehidupan. 

Untuk menjadikan mindfulness sebagai keterampilan dan kebiasaan, dan bukan sebatas pengetahuan, tak ada cara lain selain berlatih. Hal mendasar apa yang dibutuhkan dan apa saja tahapannya dalam mengaplikasikan mindfulness?

Pertama, melakukan observasi dan menyadari adanya pikiran, perasaan, persepsi, dan sensasi. Jika dibutuhkan, ucapkan dalam lisan, atau bahkan langsung menuliskannya agar bisa dibaca ulang.

Berikutnya, dengan berbekal kesadaran sikapi segala bentuk pikiran, persepsi, perasaan, dan sensasi itu dengan netral atau bersikaplah nonreaktif. Bukan hal yang mudah membuat sikap tanpa penilaian, karena sebagian dari kita sudah terbiasa dengan membuat nilai bahkan penghakiman terhadap sesuatu. 

Tak dipungkiri, faktor eksternal sering merongrong kita untuk mengambil penyikapan secara reaktif. Belum lagi faktor internal kita yang cenderung untuk kecewa atau sakit hati dengan pengalaman masa lalu, serta penuh ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan. Pada awalnya, tarikan-tarikan itu bakal kuat. Tak jadi soal, kita bisa kembali menyeret diri kita ke tengah, untuk kembali semata menjadi pengamat. Bersikap terhadap segala bentuk pikiran, persepsi, perasaan, dan sensasi tersebut dengan tanpa nilai. Pembiasaan ini akan membantu pikiran kita secara bawah sadar untuk membentuk mekanisme menjadikan diri kita semata observer.

Baca juga: Berkenalan dengan Laku Spiritual Melalui Buku Tantra

Ketrampilan bisa makin terasah dengan kita melakukan meditasi secara rutin. Baik dengan mengambil sikap meditasi dan atau melakukan segala aktivitas dengan kesadaran meditatif. Kondisi mindful pun dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sedikitnya catatan ini sebagai pengingat bagi diri sendiri untuk tidak terjebak dalam pikiran yang ruwet. Pikiran yang jernih akan membawa kondisi batin yang jernih pula. Ini yang dibutuhkan untuk kita tetap sehat secara fisik, mental, dan spirit. Bagi yang kebetulan punya masalah yang sama, kita bisa saling berbagi. Barangkali punya referensi, seperti artikel kesehatan yang mendukung, baik dari media yang berangkat dari kajian ilmiah atau share dari kawan-kawan blogger kesehatan lainnya. Semoga kita semua diberikan kesehatan, terbebas dari sakit GERD dan gangguan kesehatan lainnya, dan bisa menjalankan keseharian dengan mindfulness.

No comments