Wajib Berkebaya atau Mencintai Kebaya, Antara Ingatan Masa Lalu dan Masa Kini

Sejak kapan kamu mengenal pakaian nasional kita, kebaya? Bisa jadi dari bocah, menyaksikan nenek, atau ibu yang memakai kebaya sebagai baju sehari-hari, atau saat ada acara tertentu. Namun, sejak kapan kamu mengenakan kebaya atas pilihanmu sendiri? Kamu memilih kebaya karena menyadari pakaian ini pas di tubuhmu, kamu nyaman mengenakannya tanpa merasa terbebani label ini dan itu? Aku sendiri belum terlalu lama, sudah di masa kuliah.





Sewaktu masa sekolah dasar dan menengah--seperti anak-anak lainnya yang patuh dengan tradisi sekolah--aku mengikuti berbagai kegiatan yang digelar oleh sekolah dalam peringatan Hari Kartini. Tentu saja sambil mengenakan pakaian wajib: kebaya dan kain. Sebagian dari lomba-lomba itu tak menarik buatku, seperti lomba masak, lomba berhias, lomba merangkai bunga. Tidak ada lomba cerdas cermat, atau pidato, atau baca puisi. Masuk masa SMA, mulai muncul protes: mengapa wajib berkebaya, mengapa acara perlombaan melulu itu-itu saja? Aku pun memilih tak pergi ke sekolah, tak ikut wajib berkebaya, tak ikut lomba. Seingatku aku ditugasi ikut peragaan busana, berpasangan dengan kawan laki-laki. Dan aku menolak keras, haha! Buatku kewajiban mengenakan kebaya dibarengi dengan perlombaan yang "semacam itu" sebagai upaya pengerdilan perempuan. Domestifikasi peran perempuan.


Sejarah Panjang Kebaya hingga Ditetapkan sebagai Busana Nasional

Di masa lalu, ketika masyarakat Indonesia menjadi pemeluk Hindu dan Buddha, pada umumnya hanya mengenakan kain tanpa jahitan, karena kain memiliki nilai sakral dan bermakna. Saat orang "Barat" mulai datang ke Nusantara, kalangan bangsawan mulai mengadopsi gaya berpakaian mereka. Para perempuan di keraton menjahit pakaian yang menutupi pundak mereka. Meski demikian yang menjadi ciri khas kebaya tetap dijaga, yakni potongan yang menyesuaikan siluet tubuh perempuan. Kebaya mewakili keanggunan kaum perempuan, yang saat itu masih didominasi kalangan atas. 

Kesopanan makin diperhitungkan ketika Islam mulai masuk Nusantara pada abad 15. Selain tertutup juga muncul kebaya berukuran panjang hingga di atas lutut. Masuk ke abad berikutnya, model busana ini seolah secara dikenakan oleh keluarga kerajaan/keraton/kesultanan, seperti di Surakarta, Yogyakarta, dan Cirebon. Maing-masing memadukan kebaya dengan kain batik. Ini yang terjadi keluarga Kartini yang hidup di abad 19. Pada masa ini kalangan perempuan Barat juga banyak yang mengenakan setelan kain dan kebaya.

Sementara itu, kalangan keturunan Tionghoa, ide model kebaya juga berkembang dengan menyesuaikan identitas mereka. Keturunan Tionghoa yang sebagian besarnya adalah pengusaha memilih kebaya yang berbeda dengan kalangan bangsawan. Orang kemudian menyebutnya kebaya encim. Kebaya mereka ditandai dengan aneka motif khas Tionghoa seperti gambar burung, bunga, atau naga dalam hiasan bordir. 

Kalangan Barat berbeda lagi. Selain memilih bahan kain yang berbeda, mereka juga melengkapi kebaya dengan hiasan renda. Buket bunga menjadi khas corak pilihan mereka. Istilah kebaya sendiri konon mengadopsi dari berbagai tradisi negara luar. Beberapa referensi menyebut "abaya" sebagai muasal kebaya. Abaya berasal dari bahasa Arab yang merujuk pada tunik panjang khas pakaian orang Arab. Pendapat lain menyebutkan bahwa orang Portugis yang memperkenalkan istilah tersebut pertama kali saat mereka mendarat di Asia Tenggara. Meski tak terkait nama, dataran Tiongkok juga dianggap menyumbang andil tradisi berkebaya di Nusantara sebagai bagian dari pengaruh pakaian panjang perempuan di masa pemerintahan Ming. 


Terlepas dari perbedaan cerita tentang asal mula kebaya, yang pasti model pakaian ini telah ditetapkan sebagai busana nasional Indonesia. Sayangnya aku tak menemukan catatan terkait kapan dilakukan penetapannya. Sejumlah referensi hanya menunjukkan peristiwa tertentu. Tolong koreksi buat kalian yang memiliki informasi lengkapnya, ya.

Luna Maya tampak cantik dalam kebaya warna pink (pict. femaledaily)


Misalnya seperti ditulis Antara News, saat penyelenggaraan Kongres Wanita Indonesia (KWI) ke-10 pada 1964, seluruh peserta kongres berkebaya. Kesepakatan tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Ibu Negara Fatmawati Soekarno. Ibu Fatma dikenal kerap tampil dalam balutan kebaya nan anggun. 

Pada 1972 Presiden Soeharto mengeluaran Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan. Dalam dua aturan resmi tersebut tercantum ketentuan berbusana bagi perempuan dalam kegiatan kenegaraan. 

Kabar lain menyebutkan, sebuah lokakarya dilangsungkan di Jakarta pada 1978, untuk menentukan busana nasional. Hadir perwakilan masing-masing wilayah Indonesia dengan dengan membawa serta ragam busananya. Ada empat jenis pakaian daerah yang terpilih sebagai kandidat, yakni kebaya, baju kurung, kemben, dan baju bodo. Kebaya akhirnya terpilih karena dianggap mewakili sosok perempuan Indonesia, lengkap dengan pertimbangan historis, filosofis, dan estetis.



Kebaya sebagai Tren Masa Kini

Di masa sekarang, cukup mudah kita menemukan kebaya sebagai bagian dari keseharian. Sebagian di antaranya masih menjadi pakaian wajib, misalnya sekolah yang mengharuskan siswa putrinya untuk berkebaya pada hari tertentu. Begitu pula di kantor-kantor, baik swasta maupun pemerintah. Namun, tak sedikit kalangan yang memanfaatkan momentum tertentu dengan mengenakan kebaya.
Salah satu yang barangkali cukup memberikan andil dalam sosialisasi berkebaya ini adalah Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB). Adalah 12 orang perempuan yang bersepakat mendirikan komunitas ini pada 4 Desember 2014. Mereka merumuskan empat tujuan dasar dengan dibangunnya komunitas ini. Pertama, mengenalkan kembali kebaya sebagai busana harian dalam tradisi Indonesia di masa lalu. Kedua, demi menyatukan perempuan Indonesia, dengan kebaya sebagai identitas bersama. Ketiga, kebaya sebagai salah satu bentuk kreativitas anak bangsa yang otentik dan memiliki nilai seni. Keempat, alasan ekonomi; memberi harapan baru bagi ekonomi kerakyatan dengan meningkatnya kebutuhan berkebaya.  
Lima tahun setelah berdiri, KPB mengumandangkan gerakan "Selasa Berkebaya". Salah satu seremoni yang dilakukan adalah dengan beramai-ramai mengenakan kebaya di area Monumen Nasional pada 2 Juli 2019.
Mendatang, 24 Juli, kita semua merayakan Hari Kebaya Nasional. Penetapan ini resmi dilakukan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Hari Kebaya Nasional. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebaya.



Nah, lanjut dari cerita pengantar di atas, saat memasuki bangku kuliah banyak bahan bacaan, banyak referensi baru, banyak berjumpa dengan orang-orang berpandangan terbuka. Ujungnya, aku memilih untuk menyukai kebaya. Tak peduli apa pun label yang dibikin oleh pihak mana pun. Selagi mau pakai kebaya, ya pakai aja. 

Kamu mau berkebaya juga? Yuuuk!



No comments