Menjelajahi Taman Hutan Raya Juanda

Juni kemarin, dua kali menjelajahi beberapa jalur di Taman Hutan Raya (Tahura) Juanda. Yang pertama, kebutuhan pekerjaan. Bersama tim, karena ada rencana yang kemungkinan menjadikan Tahura Juanda sebagai lokasi penyelenggaraan acara. Yang kedua, bersama kawan. 


Baca juga: Sebuah Perjalanan ke Bali Dwipa

Menyenangkan sekali, karena dua tahun lalu sempat mengatakan ke diri sendiri untuk menyediakan waktu barang sebulan sekali, mengambil udara segar sebanyak-banyaknya dari aneka pepohonan di hutan kawasan Dago Utara tersebut. Apa daya, COVID-19 bertamu. Dan betah. Lama! Setelah melewati dua tahun, akhirnyaaaaa..bisa merealisasikan keinginan itu. Lumayan, anggap saja traveling tipis-tipis. Sekalian menabung tujuan jalan-jalan untuk jadi rubrik khusus lifestyle dan traveling.

Buat orang Bandung, mestinya hukumnya wajib ya berkunjung ke Tahura. Bagaimana tidak, ribuan pohon tersedia, dan kita tinggal mengambil manfaatnya, oksigen gratis yang belum tercemari polusi. Lokasi juga tak terlalu jauh dari area kota. Tak perlu berlelah-lelah berkendara jauh ke area hutan yang sesungguhnya. Tak terlalu membutuhkan tips traveling yang detail dan rumit. Naik angkot juga sampai! 

Sekilas Tahura Juanda

Tahura Juanda terletak di bagian utara Kota Bandung. Jaraknya lebih kurang 7 km dari pusat kota. Tahura berada dalam tiga wilayah administrasi, yakni Kota dan Kabupaten Bandung. Persisnya, sebagian berada di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, dan sebagian lainnya masuk Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, serta masuk Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

Awalnya, tahura dibangun sebagai hutan lindung yang dinamai Hutan Lindung Pulosari. Pemerintah Hindia Belanda merintis proyek taman ini bersamaan dengan dibangunnya terowongan penyadapan air Sungai Cikapundung, yang kini dikenal sebagai Gua Belanda. 

Memasuki masa kemerdekaan, Hutan Lindung Pulosari dikelola oleh Djawatan Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Untuk mengenang Perdana Menteri ke-10 Indonesia yang meninggal pada 1963, Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja, pada 23 Agustus 1965, Gubernur Jawa Barat Mashudi meresmikan kawasan hutan ini dengan nama Kebun Raya Rekreasi Ir. H. Djuanda.

Pada 1978 terjadi perubahan pengelola. Tahura diserahkan ke Perum Perhutani Jawa Barat. Dua tahun kemudian, taman yang merupakan bagian dari komplek Hutan Gunung Pulosari ini ditetapkan sebagai taman wisata, yakni Taman Wisata Curug Dago dengan luas 590 ha. Pada 1985, Mashudi, Menteri Kehakiman Ismail Saleh, dan Menteri Kehutanan Soedjarwo, menyampaikan usulan kepada Presiden Soeharto untuk mengubah status Taman Wisata menjadi Taman Hutan Raya. Usulan diterima, dan melalui Keputusan Presiden No. 3 Tahun 1985 tertanggal 12 Januari 1985, Taman Wisata Curug Dago pun berubah status sebagai Taman Hutan Raya. Peresmian Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dilakukan pada 14 Januari 1985, bertepatan dengan hari lahir Ir. Djuanda. 

Baca juga: Perjumpaan dengan Kebijaksanaan Baduy


Berkenalan dengan Ir. H. Djuanda

Setidaknya ada tiga kawasan terkenal di Pula Jawa yang menggunakan nama Juanda. Bandara Internasional Surabaya, stasiun kereta dalam kota, Jakarta, dan Tahura Juanda. Hafal dong, ya, siapa Juanda? Namanya banyak disebut dalam buku pelajaran sejarah masa sekolah. 

Juanda adalah perdana menteri terakhir era demokrasi parlementer di negara kita. Ia dikenal dengan jasanya merumuskan deklarasi yang isinya menyatakan bahwa semua pulau dan laut Nusantara adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Deklarasi yang dikeluarkan pada 13 Desember 1957 itu dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

Dengan kondisi negara kita yang terdiri dari banyak pulau, deklarasi tersebut menjadi sangat penting. Akhirnya, batas negara kita diukur dari kepulauan terluar. Pasca dikeluarkannya Deklarasi Djuanda, tak ada ada lagi negara asing yang 'asal nyelonong' masuk kawasan perairan Indonesia. 



Ada apa saja di Tahura Juanda?

Bagi pecinta tanaman, Tahura Juanda adalah surga. Tahura Juanda didominasi oleh pohon Pinus, Kaliandra, Bambu, dan aneka pohon lainnya. Pada 1963, berbagai tanaman kayu didatangkan dari luar daerah dan luar negeri, melengkapi varian tanaman di lahan seluas 30 ha di sekitar gua dan plaza dengan perkiraan jumlah 2.500 pohon.

Faunanya cukup beragam untuk skala taman hutan. Antara lain terdapat musang, tupai, kera, dan berbagai jenis burung. Ada kepodang, ketilang, dan ayam hutan. 

Bagi penggemar jalan kaki dan olah raga lintas alam, banyak jalur yang bisa dipilih. Mau jalur yang datar saja, atau yang melewati tanjakan/turunan ekstrim. 

Masih di area depan, ada dua gua. Gua Belanda dan Gua Jepang. Pilihan yang tepat jika tanjakan terlalu memberatkan. Gua Belanda lokasinya sekitar 500 meter dari pintu masuk utama. Gua ini sebetulnya adalah terowongan yang dibangun pada 1901, pada masa kolonial Belanda, untuk kebutuhan perusahaan pembangkit listrik tenaga air. Renovasi dilakukan pada 1918 dengan penambahan lorong dan koridor. Pada jelang Perang Dunia II, terowongan ini dijadikan benteng atau markas militer. Di dalamnya ditambahi jaringan baru berupa 2 pintu masuk dengan tinggi 3,2 meter dan 15 lorong. Bagi yang takut gelap, ada jasa penerang berupa senter untuk masuk ke area terowongan. 

Tak jauh dari Gua Belanda, kita bisa jumpai terowongan lain yang disebut Gua Jepang. Berjarak sekitar 300 meter. Gua ini didirikan pada 1942 oleh militer Jepang, difungsikan sebagai barak militer dan lubang perlindungan. Terdapat 18 bunker yang di masa lalu memiliki fungsinya masing-masing, seperti sebagai ruang pertemuan, tempat pengintaian, tempat penembakan, dapur, dan gudang. Bunker-bunker tersbeut konon masih dalam kondisi yang sama. Seperti halnya Gua Belanda, ada jasa penerang untuk masuk ke area terowongan yang gelap ini. 

Naaah, bagi pecinta medan yang lebih berat, dapat melanjutkan perjalanan ke arah utara, menjauhi pintu utama. Ada beberapa pilihan, seperti Penangkaran Rusa, Tebing Keraton, Curug Omas, dan Curug Dago.

Penangkaran Rusa

Saranku, pecinta binatang perlu menengok binatang bertanduk yang cantik ini. 



Baca juga: Alaya, Kisah Perjalanan Ke Negeri Atap Dunia

Ada larangan untuk memberikan makanan langsung ke kawanan rusa. Kecuali memang sedang ada jadwal makan, dan bahan makanan yang disediakan oleh pengelola. Tentu saja aturan ini diberlakukan demi terjaga standarnya, agara kesehatan dan habitat rusa terjaga dengan baik. Rusa paling tua di penangkaran ini berusia 10 tahun. 

Untuk sampai Penangkaran Rusa, dibutuhkan perjalanan sekitar 3 km dari pintu masuk. Jalurnya terbilang mudah, meski tetap kita jumpai tanjakan dan turunan. Lumayan menguras tenaga. Namun kita bisa jumpai banyak spot berfoto yang menarik. Selain aneka tanaman langka, kita perlu menyeberangi sungai melalui jembatan bambu. Bagi yang tak sanggup berjalan kaki, terutama juika membawa serta anak-anak, bisa menggunakan jasa ojek dari warga sekitar. Banyak warung yang menyediakan aneka jajanan dan minuman untuk beristirahat.



Seperti apa Tebing Keraton?

Aku sudah pernah berkunjung pada kesempatan lain. Lain waktu akan kuceritakan.

Curug Omas dan Curug Dago? Belum euy! Akan jadi agenda berikutnya.

Oiya, tiket masuk Tahura Juanda terjangkau kok. Tiket untuk satu orang Rp10.000, ditambah dengan asuransi dan tiket parkir.

Selamat mencengkeramai alam di Taman Hutan Raya Juanda.

7 comments

  1. Ir. H. Juanda memang sering kita dengar, ntah kalau anak zaman sekarang masih suka dapat informasi tentang siapa beliau atau gak ya? Awal baca, saya kira Tahura Juanda ini di daerah Bandara Juanda Surabaya, makanya makin penasaran, semakin ke bawah membacanya, baru semakin kenal kalau ini di Bandung.

    ReplyDelete
  2. Ini aneka jajanan di warung yang ada di foto itukah, Mbak? Pisang rebus+sambal..wow, mantap bener nih, setelah tanjakan turunan ngemil ini
    Aku jadi punya list kalau ke Bandung lagi mesti ke sini, ternyata seasyik itu Tahura Juanda euy!

    ReplyDelete
  3. Sudah lama gak main ke Tahura. Dan aku dari dulu suka bertanya-tanya, seberapa hebat jasa Pak Ir. H. Juanda sehingga namanya banyak dijadikan pemilihan nama hal-hal hebat. Seperti nama jalan utama di Bandung, Jakarta dan beberapa kota besar lainnya. Pun nama bandara Internasional di Surabaya (karena aku arek Suroboyo, jadi sangat familiar dengan nama beliau).

    Ternyata jasa Pak Ir. H. Juanda yang merumuskan Deklarasi Juanda.
    MashAllah~

    ReplyDelete
  4. Saya juga suka banget mengunjungi taman hutan dengan kekayaan hayatinya. Termasuk salah satunya hutan bakau di beberapa provinsi di Indonesia. Diri kita diajak untuk lebih mencintai alam, perlindungannya dan keterlibatan kita dalam melestarikannya. Kapan ah terniat berkunjung ke Tahura Juanda ini.

    ReplyDelete
  5. Aduh jadi tambah pengen ke sini
    beberapa waktu lalu ibu2 komunitas dampingan saya mengajak ke sini untuk murag timbel
    tapi saya masih ragu2
    Baca tulisan Mbak Dhenok, saya jadi mau banget ah

    ReplyDelete
  6. Seru sepertinya menjelajah Taman Hutan Raya Juanda, tapi berkunjungnya harus sama rekan yang semangat jalan kaki. Doh, tim di rumah tim malas jalan semua, hiks. Semoga ada kesempatan mampir.

    ReplyDelete
  7. Tahura Juanda Bandung perlu menjadi daftar kunjungan ke kota Bandung

    ReplyDelete