Bagi penggemar tema misteri, buku ini layak untuk dijadikan pilihan. Misteri dengan nuansa horor yang mengambil latar belakang tradisi Bali. Alur ceritanya cukup mengagetkan dan menghadirkan plot twist di penghujung kisah. Coba menggali nama penulis--Prima Taufik, termasuk pemilihan judul buku--di mesin pencari, tapi tak cukup membantu. Jadi, aku mau membagikan saja pengalaman membaca buku ini, siapa tahu ada yang sedang mencari inspirasi menulis kisah horor atau misteri.
Baca juga: Cantik Itu Luka, Kisah Perempuan-Perempuan dengan Luka
Sebagai orang yang besar di kampung, aku cukup familier dengan cerita tentang pertumbalan. Entah nyata atau tidak, kisah-kisah tentang mereka yang melakukan aksi tumbal demi mendapatkan kekayaan ini beredar dari mulut ke mulut. Di Bandung, di wilayah yang sudah hingar kota ini, rupanya praktik pertumbalan juga masih banyak beredar di tengah masyarakat. Ah, tapi lain waktu saja kuceritakan lebh detail, ya.
Sinopsis
Cerita diawali dengan peristiwa tragis yang menimpa Hanggono Sastrowiharjo. Kendaraan yang ia tumpangi mengalami kecelakaan. Prolog yang cukup menghentak, ketika dua pengendara truk itu dihadapkan pada sosok dari dunia lain.
Kisah yang sesungguhnya dimulai dari Bab 1. Hanggono melakukan perjalanan menyeberangi Selat Bali. Ia memutuskan hijrah ke Pulau Dewata, dengan istrinya, Kumala Dewi, tentu saja. Pasangan muda sudah sering diganggu makhluk dalam aneka wujudnya, sejak awal pernikahan mereka. Penyebabnya ada di diri Hanggono. Begitu pula perjalanan pendek tersebut, tak lepas dari gangguan dari makhluk yang muncul dalam sosok perempuan berkebaya hijau. Badai dan ombak besar mengiringi perjalanan mereka. Namun, perjalanan akhirnya berlangsung aman dan lancar; perjalanan yang merupakan cikal kehidupan mereka yang baru.
Baca juga: Book Sleeve, Pembaca Buku Wajib Punya
Kehidupan pasangan ini berjalan dengan baik. Dengan bantuan Kamajaya, orang yang punya kaitan dengan sejarah keluarga istrinya, hal-hal yang terkait mistis yang menjadi permasalahan Hanggono, berhasil diatasi. Namun, itu tak berlangsung selamanya. Ada masalah-masalah baru seiring dengan hadirnya anak-anak mereka. Dua anak laki-laki dengan keingintahuan mereka. Ada begitu banyak pantangan yang harus dipatuhi bocah-bocah tersebut. Jika tidak, keberadaan mereka akan terendus oleh kalangan yang selama ini terus mengintai.
Siapakah kalangan itu? Tak lain adalah keluarga Hanggono. Di sinilah titik kembali ke bagian prolog, peristiwa kecelakaan yang ternyata merenggut nyawa Hanggono. Kisah selengkapnya dari masa lalu Hanggono muncul ketika anak sulung mereka, Wayan, tak percaya dengan informasi perihal kematian sang ayah. Dia mengulik, dia mencari tahu. Tak tanggung-tanggung, ia menyusur ke akarnya: keluarga Hanggono.
Banyak keanehan dan hal ganjil yang ditemukan Wayan di keluarga ini. Berulangkali ia berada dalam kondisi kritis. Hingga tiba di satu titik, pertempuran tak terelakkan. Ini terjadi setelah ibu dan adik Wayan menyusul ke rumah keluarga Hanggono. Hasilnya tak cukup baik. Kumala Dewi yang ternyata memiliki kesaktian bawaan keluarga, dan sang adik yang sudah cukup membekali diri tak sanggup melawan kekuatan keluarga Bayu Sastrowiharjo, pamannya Hanggono. Ada kekuatan luar biasa yang mempengaruhi keluarga ini. Wayan yang akhirnya tersisa dari keluarga besar Sastrowiharjo tak luput dari kekuatan itu.
Apakah ia akan bergabung sebagai pewaris ataukah memilih hidupnya sendiri? Tak terjawab. Jawabannya diserahkan kepada pembaca.
Baca juga: Menerbitkan Buku Antologi secara Mandiri
Kisah Mistis yang Memikat
Aku menemukan buku ini setelah sekian lama menyimpan naskah dengan latar belakang tradisi Bali yang coba kuramu. Berasa diingatkan kembali bahwa aku punya PR.
Baca buku ini mengingatkanku pada cerita yang dituliskan Dee Lestari di Aroma Karsa. Terutama di bagian yang aku salah menduga tokoh yang jadi pemeran utama. Awalnya yang langsung muncul di benakku saat membaca prolog, ini buku akan mengisahkan tentang Hanggono. Dari peristiwa kecelakaan itu Hanggono berhasil pulih, melanjutkan hidup, dan dari situlah kisahnya berawal. Ternyata tidak. Sebetulnya tak cukup mengherankan juga jika ada anggapan begitu, karena penceritaan tentang Hanggono mengambil tempat setengah bagian. Sisanya barulah cerita tentang Wayan.
Kalau di Aroma Karsa, kuduga Raras Prayagung menjadi pusat cerita. Raras yang di awal ditampilkan dalam pertemuan dengan eyangnya, Eyang Janirah, ternyata menjadi sosok antagonisnya. Tanaya Sumi, anak semaya wayang yang dimunculkan belakangan mengambil porsi protagonisnya.
Baca juga: Aroma Karsa, Karya Wangi Dee Lestari yang Menegangkan
Kembali ke Balakosa ... Pada catatan sinopsis di atas barangkali terkesan lempeng saja, ya. Padahal banyak gejolak yang ditampilkan dalam buku ini. Nyaris di setiap babnya menyodorkan ketegangan. Terseret, terbawa cerita, lalu di ujungnya: "loh, kok gitu?" Pertanyaan itu bisa jadi muncul dari pembaca yang mengharapkan akhir kisah yang tuntas; titik tanpa koma. Tapi tampaknya bukan itu yang dikehendaki penulisnya.
Silakan baca kalau menjumpai buku ini. Nggak tahu juga untuk sekarang bisa didapatkan di mana. Konon, ada sedikit masalah antara penerbit dengan penulis sehingga peredaran bukunya tak cukup jelas.
Ah, tapi baca buku ini beneran memantikku untuk segera menuntaskan yang pernah kumulai. Nuansa-nuansanya rada mirip, Bali, horor, dan mistis. Mungkin ada di antara kawan-kawan yang mau nyumbang ide untuk bagian dari cerita, mau banget, lho. Nggak tahu juga, kalau Mas Bambang dengan Rumah Kurcaci Pos yang menjadi tempat berbagi cerita dan ceria juga punya kumpulan ide untuk tema horor dan mistis. Yang punya pengalaman mistis, boleh share di komentar atau japri, ya. Tengkyuuu.
Baca juga: Supata Sangkuriang, Ketika Legenda menjadi Certa Nyata
Judul: Balakosa
Penulis: Prima Taufik
Penyunting: Nurul Amanah
Penerbit: Pastel Books (PT Mizan Pustaka)
Tebal: 414 halaman

No comments