Beberapa hari lalu diundang kawan untuk menjadi host di sebuah podcast. Weeeiitts, terhitung sudah hampir 5 tahun aku tidak memandu sebuah talk show. Jadi, diterima atau ditolak? Tentu saja diterima. Sebagai pekerja lepas aka freelancer kudu siap kapan pun datang job, meski belum ngeuh perbedaan talk show radio dan podcast. Pasca show--dalam evaluasi--baru terjelaskan bahwa ada perbedaan antara talk show radio dan podcast. Nah, lo, apa bedanya?
Baca juga:
Menyenangkan bisa kembali beraktivitas di wilayah yang dulu pernah sangat akrab. Paling ya perlu upgrade diri di tengah kencangnya perkembangan teknologi. Bagi generasi X, segala hal yang berbau teknologi ini pasti menjadi tantangan tersendiri. Bahkan buatku yang lebih dari 20 tahun berjibaku di dunia radio, berhadapan kembali dengan mikrofon saja sudah bikin keder, haha!
Kilas Balik Menjadi Pekerja Radio
Bagi yang sudah cukup lama mengenalku, sebagiannya sudah tahu bahwa aku orang radio. Istilah "orang radio" ini sering dipakai oleh mereka yang lama berkutat di dunia radio. Aku tak melakukan survei secara khusus, tapi pada banyak sekali perbincangan, pengakuan serupa datang dari kalangan "jebolan" radio siaran ini. Bahwa mereka adalah orang radio meskipun faktanya sudah tidak bekerja dan melakukan aktivitas terkait penyiaran.
Jika menyebut masa keemasan, tentu acuannya adalah masa kemunculan radio sebagai media massa. Dari awal kemunculannya, pada 1930-an hingga satu dekade berikutnya terjadi perkembangan pesat radio siaran. Sejumlah stasiun radio berdiri, di antaranya organisasi besar seperti NBC dan CBS. Begitu pun kepemilikan perangkat radio dalam berbagai bentuknya.
Berbagai program dikemas begitu rupa sehingga menarik minat pendengarnya. Selain program berita, ada banyak program hiburan yang menyajikan drama, musik, dan program varietas. Bintang-bintang bermunculan dari aneka program yang dikembangkan. Di bidang pemberitaan, radio berperan penting dalam menyebarluaskan informasi, terutama pada masa sulit seperti Depresi Besar dan Perang Dunia II.
Baca juga:
Aku nyemplung di dunia radio siaran jelang akhir 90-an. Meski "zaman keemasan" radio dianggap telah berakhir pada tahun 1950-an sebagai dampak hadirnya media massa lainnya, televisi, namun aku masih mengalami "saktinya" peran radio. Betapa media ini berhasil menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dan pemerintah serta pihak lainnya. Itu di radio aku kerja, Radio Mara. Begitu pula radio-radio lain, bahkan meski lebih kental dengan program hiburan, tetap saja memberikan kontribusinya bagi masyarakat luas.
Sementara bagi pekerja radionya sendiri, ada banyak kegiatan sampingan yang bisa menghasilkan pundi-pundi tersendiri. Mulai dari menjadi MC, host atau moderator acara perbincangan, pengisi suara. Yang banyak berkelindan dengan urusan klien periklanan, kesempatan untuk menjadi Event Organizer (EO) terbuka lebar.
Ketika iklim usaha di bidang penyiaran makin tak bersahabat, satu per satu bertumbangan. Kondisi yang tentunya berdampak kepada para kru. Putus hubungan kerja bagi yang tercatat sebagai karyawan dan pemberhentian kerja sama bagi para pekerja paruh waktu. Ini terjadi bukan hanya Bandung, tapi di semua kawasan di tanah air. Demikian pula yang terjadi padaku.
Sebetulnya sudah cukup lama aku tak bekerja sebagai staf organik di perusahaan radio. Terakhir di Radio Mara (1996-2006). Setelahnya, aktivitas di radio kulakukan sebagai pekerja paruh waktu. Dalam kurun waktu itu, aku sebagai penyiar radio paruh waktu dan menjadi freelancer aneka pekerjaan terutama terkait penulisan. Hingga aktivitas "mengudara" sama sekali terhenti pada masa pandemi COVID-19. Pekerjaan "bersuara" yang masih kulakukan adalah sebagai MC dan pengisi suara. Nah, kesempatan menjadi host kembali itu baru datang pada pekan lalu. Bedanya, kali ini menjadi host program podcast.`
Baca juga:
Perbedaan Talk Show Radio dan Podcast
"Ibu tadi pengantarnya 'news anchor' banget," kata pemimpin project mengevaluasi.
"Untuk podcast bisa lebih santai," sambungnya.
Ah, ya ya... memang ajuan kerjaan ini terbilang mendadak. Tidak cukup briefing, bahkan aku tak sempat melihat contoh kegiatan yang sudah mereka langsungkan. Pada kali kedua, suasananya sudah bisa lebih cair.
Jadi, apa sih bedanya menjadi host dalam program talk show radio dan podcast? Kita kenali masing-masing karakteristiknya, ya. Ini kukumpulkan dari berbagai referensi di internet. Karena dari sisi keilmuan--sebagai generasi old school--aku tak mempelajari podcast.
Penyiaran (proses penayangan)
Talk show radio pada umumnya disiarkan secara langsung (live) baik sebagai program reguler maupun program khusus. Dengan jadwal yang ajek, pendengar akan standby di channel yang dipilih. Pendengar juga dapat berinteraksi secara langsung baik melalui teks maupun lisan, karena program berlangsung real-time.
Podcast pada umumnya dibuat dalam bentuk rekaman, dan ditayangkan kapan saja. Begitu pula pendengarnya bisa memilih tayangan yang mana saja sesuai kebutuhan dan waktu yang sesuai.
Baca juga:
Durasi tayang
Talk show radio memiliki durasi tayang yang ketat. Karena disiarkan secara live, host harus memastikan kapan jeda dan kapan kembali "on". Ada iklan dan komponen siaran lain yang wajib putar. Karenanya perencanaan pembagian waktu dilakukan sebelum program dimulai sehingga tidak keteteran di tengah jalan.
Podcast, memiliki kelonggaran untuk waktu tayang. Pemilik konten dapat membuat durasi yang berbeda-beda untuk tiap kontennya. Kalaupun ada iklan, mereka juga dengan mudah dapat menyelipkannya di antara waktu tayang.
Proses produksi
Talk show radio tidak melalui proses produksi karena dilakukan secara live. Memang, ada juga talk show yang dilakukan terekam, namun tetap mematuhi kaidah siaran langsung. Biasanya tidak ada proses editing sehingga meminimalisasi kemungkinan melakukan kesalahan.
Podcast merupakan produk rekaman. Hal ini memungkinkan dilakukannya proses editing, baik untuk menghilangkan kesalahan maupun memberikan efek suara tertentu.
Jangkauan penayangan
Talk show radio menjangkau wilayah seluas jangkauan gelombang. Frekuensi FM dan AM memiliki jangkauan yang berbeda. Secara regulasi, FM hanya menjangkau lingkup satu kota, misalnya.
Podcast--karena disebarkan melalui internet--menjangkau wilayah yang jauh lebih luas. Bahkan mendunia.
Baca juga:
Itu dia beberapa hal yang kupelajari, hal baru dari yang namanya podcast. Sepertinya perlu dipikirkan serius untuk membuat podcast sendiri, ya? Barangkali awalnya untuk belajar, mengasah pengetahuan baru. Perkara kemudian akan ada monetisasi, itu hal lain.
Kamu sendiri punya side job apa, kawan? Atau kerja-kerja kreatif justru menjadi pekerjaan utamamu? Share pengalaman, ya, siapa tahu aku bisa belajar. Aku juga cek-cek blognya Mbak Imawati Annisa yang sering berbagi soal remote worker.
So, kalau kalian punya garapan yang membutuhkan host, pengisi suara, atau penulis, kontak aku, ya. Di sini: WA Dhenok Hastuti.


No comments