Gundala, Sebuah Harapan untuk Film Superhero Indonesia

Sesungguhnya aku tak begitu kenal Gundala. Ya, tahu, sekadar judul: Gundala Putra Petir. Tapi sama sekali tak tahu komiknya, karena memang aku bukan penggemar komik. Tapi pada beberapa tahun terakhir nyaris selalu nonton film superhero produksi Hollywood. Jadi, ketika ada ancang-ancang akan diterbitkannya film ini, sungguh antusias. Apalagi dengan embel-embel nama Joko Anwar sebagai sutradara sekaligus penulis naskahnya. Ditambah pula, ada kawan seangkatan kampus yang juga terlibat. Maka begitulah, pada hari rilis, aku menjumpai Gundala bersama beberapa kawan. 




Film dibuka dengan aksi demo yang tengah berlangsung di sebuah kawasan pabrik. Salah satu sosok yang disorot adalah ayah Sancaka-yang di kemudian hari dikenal sebagai Gundala. Peristiwa aksi yang dibarengi dengan pengkhianatan perkawanan itu akhirnya berujung pada kematian sang ayah. Setahun setelah kepergian sang ayah, ibu sancaka pamit untuk mencari pekerjaan, demi kehidupan yang lebih baik. Entah apa yang terjadi, ibu Sancaka tak pernah kembali dan bocah itu akhirnya menjalani hidup keras di jalanan.

Hidup di jalanan tentu saja tak mudah. Berjuang sendiri dari waktu ke waktu, seperti yang diingatkan kawan jalanannya untuk memikirkan keselamatan sendiri saja agar dapat bertahan hidup. Hingga tiba pada satu titik, saat keadaan kota memburuk, ketidakadilan menjadi tontonan sehari-hari, Sancaka memutuskan, ia harus terlibat, bangkit membantu mereka yang tertindas.

Cerita dalam film ini konon berbeda dengan yang diperkenalkan dalam seri komik Gundala Putra Petir karya Hasmi. Komik yang dirilis pada 1969 tersebut mengisahkan seorang insinyur bernama Sancaka yang punya ambisi mencari serum anti petir. Bukannya menemukan serum, Sancaka malah tersambar petir. Peristiwa yang mempertemukannya dengan Raja Petir Kronz. Sang raja mengangkatnya sebagai anak dan memberinya kalung ajaib sebagai media yang mengantarnya sebagai manusia super.


Dalam Gundala, karakter Sancaka yang diperankan oleh Abimana Aryasatya bukanlah seorang insinyur. Ia adalah seorang petugas keamanan, yang pada masa kecilnya pernah disambar petir, dan berulang saat ia dewasa. Peristiwa yang kemudian disadari sebagai muasal kekuatannya. Joko Anwar membutuhkan waktu 7 bulan untuk menuliskan naskah Gundala dalam versinya. Diakuinya penulisan naskah kali ini sebagai yang tersulit selama karirnya. Biasanya ia cukup perlu waktu 1-2 bulan dalam menuntaskan naskah. Tak mudah menafsirkan kembali karya yang lahir akhir 60-an dengan mempertimbangkan para penonton baru, generasi millenial dan centennial. 

Sementara itu, BumiLangit Studio sebagai pemilik kekayaan intelektual Gundala sebetulnya telah mengembangkan ide membuat film Gundala sejak 2008. Saat itu, mereka bekerja sama dengan Graha Media Visi. Rencananya film ini akan disutradarai oleh Alex J Simal dan didukung para aktor tanah air, dan akan tayang pada Juni 2009. Rencana itu tak pernah terealisasi. Berikutnya, berhembus kabar, Erick Tohir bersama Mahaka Pictures akan memproduksi film tersebut dengan menggandeng Hanung Bramantyo sebagai sutradara. Diagendakan tayang pada 2016. Kembali kabar tersebut kabur, hingga muncul informasi dipilihnya Joko Anwar sebagai sutradara pada 2018. Akhirnya film yang menghabiskan dana sebesar Rp 30 miliar tersebut tersaji di depan khalayak pecinta film tanah air pada 29 Agustus 2019.

Hari pertama penayangan, film ini sudah memunculkan euforia para penontonnya. Beberapa media melaporkan, penonton memenuhi bioskop saat film superhero Indonesia ini tayang perdana. Di media sosial beredar cerita-cerita pengalaman penonton sebagai apresiasi terhadap film tersebut. Bahkan di sejumlah bioskop, akhir film disambut dengan tepuk tangan penonton. 


Pemeran utama, Abimana Aryasatya, dalam sebuah wawancara telepon di Sonora FM Bandung mengaku antusias sekali dengan semangat para penonton Gundala. Apresiasi yang menurutnya luar biasa. Ditanya tentang apa yang berbeda dari peran-perannya yang lain, Abimana mengatakan tiap film punya tantangan tersendiri. “Tapi yang khusus dari film ini adalah saya merasa seperti diserahi estafet, menghubungkan Gundala di masa lalu dengan masa kini. Menghubungkan juga dengan film-film superhero tanah air yang sedang digagas.”

Jadi akan ada film apalagi setelah Gundala? Kita tunggu saja aneka karakter yang ada di Jagat Sinema BumiLangit yang konon telah siap diproduksi. Salah satunya sudah diperkenalkan di penghujung Gundala, Sri Asih, yang diperankan oleh Pervita Pearce. Yang lain-lain yang telah tersebutkan, Godam & Tira, Si Buta Dari Gua Hantu, Patriot Taruna, Gundala Putra Petir, Mandala Golok Setan, dan Patriot.

Bagaimana film ini menurutku? Memang penting ya? 😂 Asik, keren, dan mengharukan. Haru sungguh, karena selama ini cuma dibuat takjub oleh garapan Hollywood, kali ini Indonesia memproduksi sendiri film superhero, berangkat dari komik dari karya sang legenda, Harya Suryaminata atau lebih dikenal dengan Hasmi. Asik dan keren karena semua pemeran melakonkan tugasnya dengan baik. Ada beberapa adegan yang memunculkan pertanyaan dan kurang klik. Pertanyaan ‘jadi ke manakah si ibu pergi?’ membuat menduga jawabannya akan tertemukan pada film-film berikutnya. Atau adegan Sancaka kecil yang mendadak masuk mobil orang tak dikenal, ‘siapa mereka?’, ‘kenapa tiba-tiba ada?’...karena terasa tak pas juga dialog-dialognya. Lalu Bang Pengkor yang terlalu sakti untuk menyampaikan pesan di saat sekaratnya. Ya ya..setidaknya itu yang cukup mengganggu. Tapi secara umum, keren dah. Selamat dan sukses terus untuk perfilman Indonesia.


No comments